Rabu, 09 Januari 2013

Jalan Penebus Dosa Bagi Orang Beriman Tapi Belum Bisa Hadir Dalam Kancah Jihad


======================================== Bismillahirrohmanirrohiim...
Mungkin dalam benak setiap kaum muslimin
hari ini bahwa setiap seorang ikhwan yang
hendak berjihad mesti menghadiri medan -
medan jihad, atau basis - basis wilayah
tempur jihad, maka Ketahuilah... Alloh Subhanahu Wa Ta'ala Berfirman:
Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu,
maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu
dimana saja kamu jumpai mereka, dan
tangkaplah mereka. Kepunglah mereka
dan intailah ditempat pengintaian. Jika mereka bertaubat dan mendirikan sholat
dan menunaikan zakat, maka berilah
kebebasan kepada mereka untuk berjalan.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun
lagi maha Penyayang.
(Q.S.At-Taubah(9):5) --...maka bunuhlah orang - orang musyrikin
itu dimana saja kamu jumpai mereka...- Perkara Pertama:
--------------------
Dimanakah sekarang tempat tinggal orang
- orang musyrikin, kafirin, wa murtadin?
Hampir di setiap tempat setiap jengkal bumi
ini ditempati oleh orang - orang musyrik, kafirin, wa murtadin, dan kaum yang benar
- benar menjadi musuh, benalu, dan yang
benar - benar memerangi Islam dan kaum
muslimin secara fisik dan pemikiran (seperti
Densus 88, BNPT dan anto (anshoru
thogut) lainnya. Dan yang dimaksud dalam jihad itu
bukanlah suatu medan perang atau
sejenisnya, Alloh 'Azza Wa Jalla Berfirman: "Sesungguhnya Allah telah membeli dari
orang-orang mukmin diri dan harta mereka
dengan memberikan surga untuk mereka.
Mereka berperang pada jalan Allah; lalu
mereka membunuh atau terbunuh. (Itu
telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. Dan
siapakah yang lebih menepati janjinya
(selain) daripada Allah? Maka
bergembiralah dengan jual beli yang telah
kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan
yang besar." (Q.S. At-Taubah(9):111) ---...fayaqtuluuna wa yuqtaluun...: lalu
mereka membunuh dan terbunuh...----
jadi perkara dalam pekerjaan Jihad ini
adalah MEMBUNUH DAN TERBUNUH
saja, Alloh 'Azza Wa Jalla tidak
Membebankan kita untuk tahu dan mencari dimanakah bumi jihad sekarang? harus ke
Poso kah atau ke mana, Suriah,
Afghonistan, Yaman, Iraq, atau dimanapun
itu.. Atau dengan itu kita telah menutup
mata kita seolah - olah tidak nampak bahwa
di depan kita, kanan-kiri, depan-belakang kita ini, ada orang-orang kafir, musyrikin,
murtadin, baik hukuma (pemerintahan
thogut), tentera-tentera dan pembela
mereka, yang telah siap kita hunuskan
pedang untuk membunuh mereka.. dan itu
telah cukup menjadikan tempat yang kita jadikan untuk membunuh mereka ini
sebagai medan jihad kecil. Tergantung apa
kita ini orang-orang yang benar-benar ingin
berjihad di jalan Alloh, dan tidak ada jalan
untuk mencari-cari alasan lagi hari ini
karena jihad hari ini telah menjadi fardhu 'ain berdasarkan kesepakatan para ulama. Perkara Kedua:
-----------------
Jihad Dengan Harta.
Hari ini mujahidin sangat membutuhkan
banyak harta sebagai penopang jihad,
sedangkan di luar sana banyak ikhwan/ kaum muslimin yang mempunyai
kelapangan dan kelebihan harta akan
tetapi karena dirinya diliputi rasa takut akan
dikesan dan ditangkap thogut dan dikenai
pasal mendanai terorisme, maka ana
katakan: Begitu pulalah bagi setiap yang berperan
dalam jihad baik dalam jiwa maupun harta,
pasti akan mengalami ketakutan terhadap
musuh. Mujahidin hari ini yang ada di
medan jihad atau sedang dalam daftar
DPO mengalami ketakutan, lalu apakah kemudian kita hendak menginginkan rasa
aman dan jauh dari rasa takut dalam
memberikan infaq harta kepada
mujahidin?? Sungguh picik dalam diri kita
seandainya dalam hati meniatkan untuk
jihad fie sabilillah tapi mengharapkan aman- aman saja, seperti itu pula bagi yang ingin
berinfaq bagi mujahidin, bagi mereka
adalah jihad harta. Dan ketahuilah:
SETELAH MENGETAHUI BAHWA HARI
INI JIHAD HUKUMUNYA FARDHU 'AIN
DAN MENINGGALKANNYA ADALAH SUATU DOSA SEPERTI MENINGGALKAN
SHOLAT LIMA WAKTU, MAKA ALLOH
MEMBERIKAN 2 (DUA) PILIHAN MANA-
MANA YANG MUDAH IA KERJAKAN
DALAM JIHAD INI: DENGAN JIWA
(MENDATANGI LANGSUNG/ BERPERANG SECARA FISIK /JIWA) ATAU
DENGAN HARTA (DENGAN
MEMBERIKAN HARTANYA UNTUK
KEPERLUAN MUJAHIDIN DALAM
BERJIHAD). Jika hari ini ada ikhwan/ kaum
muslimin ada yang tidak memilih salah satu dari dua pilihan tersebut, maka sungguh ia
telah terjerumus ke dalam dosa seperti
dosanya orang yang meninggalkan sholat.
Jika dalam ayat di atas perkara dalam
pekerjaan jihad adalah membunuh dan
terbunuh, maka perkara dalam jihad harta ini adalah karena antum tidak sanggup
untuk membunuh musuh Alloh dan kaum
muslimin, maka antum memberi harta
kepada saudara kita yang berani untuk
berperang (mungkin akan digunakan untuk
membeli senjata, membeli bahan peledak, kendaraan perang, dsb) untuk
menggantikan posisi diri kita berjihad
dengan jiwa (membunuh dan terbunuh).
Maka hari ini mujahidin sangat
mengharapkan partisipasi antum dalam
menginfaqkan harta antum untuk keperluan jihad, dan peluang bagi antum
yang tidak bisa berjihad langsung dengan
JIWA masih ada penebus untuk itu:
BERIKANLAH HARTA ANTUM UNTUK
MUJAHIDIN, AGAR JIHAD INI TERUS
BERLANGSUNG, AGAR ANTUM BISA SELALU MENYAKSIKAN KEMENANGAN
ISLAM DAN KESUKSESAN MUJAHIDIN
MEMENANGKAN SETIAP
PERTEMPURAN DENGAN KEKUATAN
KEKAFIRAN BERKAT HARTA YANG
ANTUM INFAQKAN BUAT MUJAHIDIN SETELAH PERTOLONGAN ALLOH,
BUKANKAH ANTUM JUGA AKAN
MENIKMATI HASILNYA?
Mujahidin menunggu uluran tangan antum:
antum berperang atau infaqkan harta
antum kepada mujahidin. Wallohu A'lam bishowab... Akhukum Al-Faqiir
Abu Mush'ab Az-Zarqowiy Al-Fathoni

Sabtu, 05 Januari 2013

HUKUM MENGAMBIL HARTA ORANG KAFIR DI DARUL HARBY

oleh : Syeikh Anwar Al-Awlaki
12 safar 1432 H / 17 januari 2011
Diterjemahkan Oleh : Abdullah Al Muhajir

Alhamdulillah wa sholatu wa salam ala Rasulillah,
Islam mensyaratkan beberapa syarat yang jelas dalam hal pengambilan harta orang kafir. Merujuk kepada ulama-ulama salaf kita, adalah sebuah hal yang diperbolehkan untuk mengambil harta orang kafir untuk tujuan yang berkaitan dengan jihad, sekalipun si pelakunya itu tidak memiliki kekuatan berupa pasukan bersenjata, tidak memiliki imam bahkan bila di dalamnya terdapat halangan-halangan. Karena tidak familiarnya pembahasan ini saya merasa perlu untuk menjelaskannya.

Rasululloh saw bersabda: “aku diutus menjelang hari kiamat dengan pedang, dijadikan rizkiku di bawah naungan tombak ku. Dan kehinaan terhadap siapa saja yang menyelisihi urusanku.”
Hadits yang mulia ini, menunjukan beberapa aspek penting tentang agama kita.

Yang pertama:

1. Nabi Muhammad saw itu diutus dengan pedang: Rasulullloh saw dan para mujahidin setelah beliau membawa cahaya Islam ini kepada seluruh manusia dengan berjihad fisabilillah.

2. Sumber rizki yang paling besar adalah berasal dari rampasan perang dan pekerjaan yang paling utama adalah sebagai tentara di jalan Alloh.
Pemasukan yang dihasilkan dari harta rampasan yang diambil dari orang kafir menggunakan kekuatan adalah harta yang paling thayyib dari pada harta penghasilan dari perdagangan, kerja sebagai insinyur, dokter atau petani,dll. Itulah sebabnya Alloh menetaokannya sebagai sumber penghasilan bagi Rasul-Nya Muhammad saw. dan menjadi seorang mujahid adalah sunnahnya.

3. Akibat akhirnya, seluruh musuh Nabi Muhammad saw dan ummatnya akan dihinakan dan dipermalukan.
Diriwayatkan bahwa para sahabat yang pindah ke negeri syam mereka mulai bercocok tanam karena syam adalah negeri yang tanahnya subur dengan air yang melimpah, tidak seperti tanah di negeri asal mereka di kawasan hijaz. Ketika Khalifah Umar R.A mendengar hal tersebut beliau menunggu sampai tibanya masa panen. Tepat sebelum para sahabat menuai panen ladang mereka, Khalifah Umar ra langsung memerintahkan semuanya. Khalifah umar lalu mengumpulkan para sahabat, mengatakan kepada mereka bahwa bertani itu pekerjaan ahlu kitab, adapun kalian harusnya berperang di jalan Alloh. Umar ra tidak mau para sahabat terikat dengan urusan yang bisa menahan mereka dari berjihad fisabilillah. Menginginkan mereka terbebas dari belunggu yang bisa memperbudak mereka, sebagaimana yang terjadi pada kebanyakan manusia.

Pernyataan Umar ra ini, mengimplikasikan bahwa orang-orang yang terikat dengan dunia, para ahlu kitablah yang semestinya melakukan pekerjaan rendahan itu. Adapun kalian orang-orang muslim, seharusnya kalian ini mencari bekal penghidupan dengan kekuatan pedang kalian. Rasululloh saw pernah bekerja sebagai gembala ternak, pernah juga berdagang, tapi itu sebelum islam, sebelum beliau saw diutus sebagai Rasul. Setelah beliau saw menerima wahyu, beliau saw meninggalkan semua itu dengan mencurahkan seluruh waktunya untuk menyebarkan islam. Sangat bertentangan dengan yang orang-orang banyak pahami hari ini.

Rasululloh saw itu tidak bekerja setelah menjadi Nabi. Setelah beliau hijrah ke madinah, nafkah hidup beliau berasal dari harta rampasan. Hari ini mungkin beberapa orang muslim merasa tidak nyaman dengan mempergunakan harta yang diambil secara paksa dari orang kafir, tapi mereka merasa lebih nyaman kalau itu hasil gajian atau keuntungan dagang. Hal ini tidak benar. Pendapatan yang paling bersih, paling baik itu adalah harta rampasan dari orang yang tidak beriman.
Rasululloh saw bersabda: “dan dijadikan halal bagiku harta rampasan perang..”

Ghanimah dan Fa’i

ini adalah dua jenis harta yang diambil dari orang kafir. Berikut adalah definisinya:

a. Ghanimah adalah harta yang diambil dari orang kafir secara paksa dengan kekuatan mujahidin dalam rangka li i’la’i kalimatillah.

b. Fa’i adalah harta yang diambil dari orang kafir tanpa peperangan.

Aturan-Aturan Soal Ghanimah dan Fa’i.

Setelah harta ghanimah terkumpul, darinya (20%) diambil, inilah yang disebut dengan *takhmis. Sisanya yang 80% * dibagikan kepada seluruh pejuang. Tetapi terdapat perbedaan pendapat tentang pembagian yang seperlima (20%) tadi. Ada yang berpendapat dipergunakan seluruhnya untuk urusan jihad. Yang lain berpendapat, untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan kaum muslimin. Yang lain mengatakan untuk tunjangan para ulama dan para hakim di negara islam.

Adapun harta fai, maka ini milik kas kaum muslimin di baytul maal. Maka perbedaan antara ghanimah dan fai terletak pada bagian atau 80% dari harta ghanimah untuk para mujahidin, sedangkan harta fai, tidak ada satu bagian pun bagi mereka semuanya masuk ke baytul maal. Untuk dipergunakan kemaslahatan kaum muslimin sesuai kebijakan imam.

pertanyaan: bisakah harta ghanimah dan fai diambil dari negera-negara barat hari ini?

Untuk menjawab pertanyaan ini, sebelumnya kita harus menjawab 2 pertanyaan dulu:

1. Apakah negera-negara barat yang dimaksud itu diklasifikasikan sebagai darul harbi ataukah darul ahdi?

2. Jika negera-negara barat ini merupakan darul harbi, apakah orang-orang muslim yang hidup di sana terikat perjanjian yang melarang mereka untuk membahayakan negara yang mereka tinggali?

Jawaban untuk pertanyaan yang pertama: yang paling pokok adalah hari ini tidak ada pemimpin islam yang berkuasa, yang sah untuk mengadakan suatu perjanjian dengan negara-negara kafir. Sebab, pemerintahan-pemerintahan yang berkuasa di negeri muslim hari ini sejatinya telah kehilangan legitimasinya untuk banyak alasan, diantaranya:

1. Mereka menjalankan hukum buatan manusia , tidak berhukum kepada hukum yang Alloh turunkan.

2. Berwala kepada orang kafir.

3. Memerangi wali-wali Alloh.

Maka dari itu perjanjian apa pun yang mereka adakan dengan pihak manapun dinilai batil alias tidak memiliki legitimasi.

Yang kedua, negara manapun yang terlibat peperangan dengan kaum muslimin, berpartisipasi dalam menginvansi negeri-negeri muslim, maka secara de facto negera tersebut berstatus sebagai darul harbi. Karena itulah seluruh negera barat yang aktif terlibat dalam penjajahan di Afghanistan, di Iraq atau di negeri muslim manapun dinilai sebagai darul harbi.

Jawaban untuk pertanyaan yang kedua: ini adalah persoalan yang kritis, maka akan dibahas di tulisan tersendiri *insyaa Alloh *. bagaimanapun kesimpulan dalam persoalan ini adalah orang-orang muslim itu tidak terikat dalam perjanjian kewarganegaraan dan visa yang ada antara mereka dan negara-negara darul harbi tersebut. Merupakan ijma ulama bahwa harta milik orang kafir darul harbi adalah halal bagi orang muslim dan merupakan target yang sah bagi para mujahidin. Karena ini adalah ijma, maka tidak perlu lagi pembahasan lebih jauh di point ini.

Di ensiklopedia fiqih disebutkan, harta ahlu harbi dan darah mereka adalah halal bagi orang muslim, tidak ada yang terlindungi. Orang-orang muslim boleh mengambil nyawa dan harta milik mereka dengan seluruh usaha yang mungkin bisa dilakukan. Karena mereka, orang-orang kafir, melakukan hal yang sama terhadap kita. Ini merupakan kesepakatan para ulama. Di masa lalu, tentara-tentara muslim masuk ke negeri-negeri kafir, baru kemudian mengambil alih harta kekayaan mereka dan membagikannya sesuai dengan aturan syariat: kalau harta tersebut diambil setelah perang, disebut ghanimah. Bila tanpa perang maka dikategorikan sebagai fai. Sekarang, jihad berlangsung dengan gaya baru, berdasarkan prinsip perang gerilya yang tentu berbeda dengan gaya perang konvensional seperti yang terekam dalam sejarah. Bagaimana hal ini bisa mempengaruhi pengaturan ghanimah dan fai?

Jihad hari ini lebih bersifat clandestine, dilakukan oleh jaringan bawah tanah. Pertanyaan yang muncul adalah bisakah jaringan-jaringan mujahidin ini menggunakan metode-metode clandestine untuk mendapatkan harta dari orang kafir di darul harbi? Jika jawabannya “iya, bisa.” Apakah ini termasuk fai atau ghanimah? Atau bukan keduanya? Pertanyaan selanjutnya , bagaimana pembagiannya?

Kalau mau saja membuka kitab-kitab fiqih klasik akan ditemukan ternyata mazhab yang empat telah membahasnya. Dan mazhab hanafi yang paling banyak membahas topik-topik tersebut. Hal ini mungkin karena mazhab hanafi menjadi mazhab resmi kerajaan-kerajaan islam pada waktu yang lama dibandingkan dengan mazhab-mazhab yang lain. Sebab mazhab hanafi membahas persoalan ini lebih detail karena kebijakan luar negeri dari sebuah negara islam adalah jihad fi sabilillah. Maka saya akan mengutip pertama kali pendapat-pendapat dari kitab-kitab fiqih mazhab hanafi.

Mazhab Hanafi

Al-Natiqi meriwayatkan bahwa imam abu hanifah berkata: “jika seseorang secara sendirian masuk ke darul harbi dan mengambil harta rampasan, sedangkan di wilayah itu tidak ada tentara muslim maka harta itu tidak wajib dipotong seperlima. Itu jika mereka kurang dari 9 orang, jika jumlahnya mencapai 9 orang atau lebih mereka dinilai sebagai sariyah (grup tempur).”

Maka merujuk kepada imam abu hanifah, kalau grup ini kurang dari 9 orang, apa yang mereka rampas tidak disebut sebagai ghanimah, maka tidak wajib dipotong seperlima yang diberikan kepada penguasa muslim. Dalam kitab al-hidayah, imam al-mirghanani mengatakan: “kalau ada satu atau dua orang memasuki darul harbi tanpa ijin imam dan mereka mengambil sesuatu, maka tidak perlu dipotong seperlima.” Di sini beliau menyatakan, bahwa apapun yang diambil dari darul harbi oleh individu-individu biasa bukan pasukan tentara, maka tidak masuk ke dalam pengaturan ghanimah.

Al-zayghali dalam kitab syarahnya terhadap kitab al-hidayah, judulnya “nasb al-rayah fi takhrij ahadits al-hidayah” menjelaskan dasar pernyataan imam al-mirghanani di atas dengan mengatakan: “ hal ini karena ghanimah itu diambil secara paksa dengan kekuatan bukan secara pencurian dan penipuan, sedangkan aturan pemotongan seperlima (20%) itu hanya berlaku untuk ghanimah. Adapun bila individu atau beberapa individu non-militer ini masuk ke darul harbi dengan ijin imam, maka ada dua pendapat; yang paling masyhur adalah aturan pemotongan seperlima berlaku atas apa yang mereka ambil, karena ijin imam itu berarti imam wajib melindungi mereka jika meraka dalam bahaya. Artinya mereka memiliki kekuatan yang menyokong. (penulis hidayah mengatakan) “kalau sekelompok orang yang memliki kekuatan masuk ke darul harbi lalu mengambil sesuatu, berlaku lah aturan *takhmis *(pemotongan 20% dari harta rampasan) walaupun mereka tidak minta ijin dari imam.”

Karena hal tersebut dinilai sebagai ghanimah, sebab diambil dengan kekuatan, dan imam tetap wajib melindungi, karena jika tidak itu akan melemahkan kaum muslimin, tidak seperti kalau satu atau dua orang saja yang masuk, maka imam tidak wajib melindungi mereka.”

Al-zayghali menilai apa-apa yang diambill dinilai sebagai ghanimah bila individu atau kelompok yang bersangkutan memiliki kekuatan penyokong. Hal ini berbeda dengan keadaan mujahidin hari ini, di mana tidak ada imam atau penguasa muslim yang memberikan perlindungan kepada mereka.

Pernyataan yang sama juga terdapat juga di kitab fiqih mazhab yang lain, seperti al-mabsut dan syarah al-sair al-kabir keduanyakarya imam al-sarkhasi.

Demikian mazhab hanafi memandang hukum *takhmis * yang diambil dari harta rampasan dan diserahkan kepada amir sebagai imbalan atas perlindungan yang diberikan. Jika perlindungan ini tidak ada maka mereka tidak perlu membayar apa pun.

Maka jika ada individu atau sekelompok orang yang mengambil harta orang kafir di darul harbi tidak dengan kekuatan, tapi secara diam-diam maka hal itu tidak dinilai sebagai ghanimah, menurut mazhab hanafi.

lalu termasuk apakah itu?

Kita menemukan jawabanya di kitab fiqih mazhab hanafi yang lain, “al-jawharah al-nayiroh” karya abu bakar al-abbadi, yang menyatakan dalam syarahnya atas kitab al-hidayah: “kalau ada satu atau dua orang yang memasuki darul harbi tanpa ijin imam, lalu mengambil sesuatu, maka aturan pemotongan seperlima tidak berlaku atasnya. Karena ini bukan ghanimah, sebab ghanimah itu yang diambil dengan kekuatan bukan secara pencurian.
Tetapi kalau satu atau dua orang tadi masuk dengan ijin imam, maka ada dua pendapat, yang paling masyhur adlah hasilnya dibagi lima bagian, empat bagian untuk mereka (pelaku, sisanya diserahkan kepada amir ke baytul maal).

Pendapat kedua menyebutkan, tidak perlu dibagi lima bagian, karena harta itu diambil dengan mencuri.

Yang paling kuat adalah pendapat yang pertama, karena imam memberi ijin mereka, yang berarti mereka melakukannya di bawah perlindungan imam buka secara pencurian semata.”

Selanjutnya beliau mengatakan: “kalau sekelompok orang yang memiliki kekuatan pasukan penyokong masuk (ke darul harbi) lalu mengambil sesuatu, maka aturan *takhmis *(pemotongan sepelima/ 20%) berlaku, walau mereka tidak minta ijin imam, karena kelompok tadi memiliki kekuatan,sebab apa yang mereka ambil dinilai sebagai ghanimah.

Tetapi bila kelompok tadi tidak memiliki kekuatan berupa pasukan penyokong dan mereka juga masuk ke darul harbi tanpa ijin imam, maka apa yang mereka ambil dinilai bukan ghanimah, karena ghanimah adalah apa-apa yang diambil secara paksa dengan kekuatan. Ada pun orang-orang ini sama seperti pencuri pada umumnya, yang mengambil secara diam-diam, maka bukan lah ghanimah. Karena itu lah dalam kasus semacam ini, apa yang dia ambil, itu menjadi miliknya, tidak harus dia bagi, sebab ini dinilai mubah, sama seperti berburu atau mengumpulkan kayu bakar.”

Perhatikan, di sini imam al-abbadi menyamakan harta rampasan dengan harta hasil berburu dan hasil pengumpulan kayu bakar, karena hewan liar dan kayu di hutan itu bukan hak milik orang tertentu. Alasan dari menyamakan harta rampasan dengan berburu dan pengumpulan kayu bakar adalah karena harta benda yang ada di tangan orang-orang kafir itu tidak sah kepemilikannya menurut syariat islam disebabkan kekufuran mereka.Ada pun terjaganya harta orang kafir dari ahlu dzimmah adalah pengecualian karena jizyah yang mereka bayarkan.

Inilah kenapa para ulama kita mengatakan bahwa Alloh menyebut “harta rampasan” dengan “fai” yang artinya “yang kembali”, maka mereka mengatakan harta benda orang kafir yang sejatinya bukan milik mereka telah “kembali” kepada orang beriman sebagai pemiliknya yang sah.

Dalam kitan al-sair al-shaghir (hanafi) penulis menyatakan: “kalau satu, dua atau tiga orang dari kaum muslimin atau ahlu dzimmah, yang tidak memiliki kekuatan penyokong, memasuki darul harbi tanpa ijin imam lalu mengambil harta ahlu harbi sebagai rampasan kemudian membawanya ke darul islam, maka seluruh yang mereka ambil adalah milik mereka, tidak ada pemotongan seperlima darinya.”

Situasi kaum muslimin yang hari ini tinggal di darul harbi sama dengan kasus yang disebutkan di atas. Kaum muslimin hari ini tidak ada imam yang bisa mereka mintai ijin, tidak pula kekuatan berupa pasukan yang bisa melindungi mereka. Dan apa yang mereka bisa ambil paling dengan cara pencurian atau pengelapan. Maka menurut pendapat yang dipegangi oleh mazhab hanafi, harta yang bisa dikuasi oleh orang muslim di darul harbi sepantasnya menjadi milik mereka seluruhnya.

Tapi bagaimana pun juga, saya ingin menggaris bawahi, walaupun hari ini seorang muslim diperbolehkan melakukan hal itu, ada beberapa hal yang harus diperhatikan: mazhab hanafi berpendapat seorang muslim “di-ijin-kan” untuk mengambil harta orang kafir di darul harbi, tapi mereka tidak menyatakan perbuatan itu mendapatkan pahala. Mereka menyamakannya dengan berburu dan mengumpulkan kayu bakar. Dengan kata lain ini sama saja dengan usaha mata pencaharian mengunakan cara halal yang lainnya.

Walau begitu, sebagai seorang muslim, seharusnya kita mencari harta yang diambil dari orang kafir sebagai bagian jihad fi sabilillah, mempergunakannya di jalan jihad, bukan untuk kesenangan syahwat pribadi.

Kita tidak ingin fatwa ini disalahgunakan oleh orang-orang yang tidak mempunyai perhatian apa pun terhadap jihad, yang Cuma tertarik untuk menumpuk kekayaan pribadi.

Efek dari penyalahgunaan fatwa ini bisa berakibat pada dicurigainya orang-orang muslim dan pemerintah-pemerintah negara-negara target membatasi geraknya, sehingga pada akhirnya menyusahkan mereka yang benar-benar bergerak atas dasar fatwa tersebut.

Pendapat tiga mazhab yang lainnya.

Ibnu Hamam dalam kitabnya fathul qadir berkata: “mazhab syafi’i, maliki, dan mayoritas ulama berpendapat apa yang diambil secara individual dengan cara pencurian ini dinilai sebagai ghanimah.”

Beliau kemudian berkata: “tetapi kami dan Imam Ahmad –merujuk ke satu atau dua riwayat yang disandarkan kepadanya—menolak menyebutnya sebagai ghanimah. Karena ghanimah itu apa yang diambil secara paksa dengan kekuatan, bukan dengan pencurian ataun penggelapan. Dan biasanya pencurian itu dilakukan dengan tipu daya, maka dinilai sebagai mata pencaharian yang halal, tidak beda dengan mengumpulkan kayu bakar dan berburu.”

Imam al-sarkhasi meriwayatkan bahwa imam syafi’i berkata: “ghanimah itu harta kekayaan yang orang muslim ambil dari orang kafir dengan mempergunakan kekuatan atas meraka.”

Imam Syafi’i berkata lagi: “mempergunakan kekuatan atas mereka itu termasuk menggunakan kekuatan secara langsung atau dengan tipu daya, karena Rasululloh saw bersabda: (perang itu tipu daya).”

Jadi menurut imam syafi’i, harta yang diambil dari orang kafir secara sembunyi-sembunyi mustinya dinilai sebagai ghanimah, bahkan walau pun tanpa menggunakan kekuatan.

Dalam kitab tuhfat al-muhtaj fi syarhi al-minhaj, ibnu hajar al-haytami mengatakan: “hasil curian dari darul harbi adalah ghanimah.”

Dalam kitab al-minhaj, Imam Nawawi mengatakan: “harta yang diambil dari darul harbi dengan kekuatan adalah ghanimah, begitu juga apa yang diambil oleh perorangan atau sekelompok orang dengan cara mencuri.”

Dalam fatawa Al-Subki –mazhab Syafi’i—penulis meriwayatkan pendapat dari dua imam mazhab syafi’i yang paling menonjol ; imam Al-Ghazali dan imam Al-Rafi’i. Al-Subki mengatakan: “Al-Ghazali mengatakan jika seorang muslim mencuri harta dari orang kafir, maka seluruhnya menjadi miliknya, tidak dipotong aturan seperlima (tidak ada *takhmis*).
Sedangkan Al-Rafi’i memegang pendapat yang menyatakan si pelaku memiliki 80% dari hasilnya, sebagaimana harta ghanimah."

Dalam kitab al-furu, ibnu muflih –mazhab hambali—berkata: “kalau ada sekelompok atau perorangan bahkan seandainya dia seorang budak memasuki darul harbi tanpa ijin imam, maka harta yang mereka rampas adalah fai”.

Walaupun kebanyakan pendapat di mazhab hambali menyatakan harta yang diambil itu berstatus ghanimah, penulis al-furu di atas menyebutkan pendapat lain yaitu fai. Yang berarti seluruhnya harus diserahkan kepada imam, yang pembagiannya sesuai kebijakan sang imam.

Imam ibnu taimiyah menyatakan dalam al-fatawa, "jika seorang muslim , memasuki darul harbi, lalu menculik orang kafir atau anak mereka atau menggunakan kekuatan atas mereka dengan cara apa pun, maka jiwa dan harta orang kafir itu halal bagi orang muslim.”

II. Persoalan riba di darul harbi

Imam Al-Kasani dari Mazhab Hanafi berkata: “kalau seorang muslim atau seorang ahlu dzimmah memasuki darul harbi dengan perjanjian (jaminan keamanan) lalu dia melakukan transaksi dengan seorang harbi secara ribawi atau transaksi illegal lain menurut islam, hal itu diperbolehkan menurut imam Abu hanifah dan Muhammad.”

Walau demikian kita harus perhatikan semua mazhab yang lain telah sepakat bahwa mengambil riba dari orang kafir harbi di darul harbi itu tidak diperbolehkan bagi seorang muslim.

Begitu pendapat imam abu yusuf dari mazhab hanafi: “apa-apa yang dilarang bagi seorang muslim di darul islam, dilarang juga baginya di darul harbi.” (7)

III. Kesimpulan

Berdasarkan kutipan-kutipan dari para ulama terdahulu di atas, bisa disimpulkan demikian:

1. Semua ulama sepakat atas diperbolehkannya mengambil harta orang kafir di darul harbi, baik dengan cara penggunaan kekuatan, atau dengan mencuri dan tipu daya.

2. Para ulama berbeda pendapat dalam hal pembagian harta yang diambil dengan cara mencuri dan tipu daya. Mayoritas berpendapat itu adalah ghanimah, maka seperlimanya harus diserahkan kepada amir untuk dipergunakan dalam jihad. Dan ada pendapat alternatif dari Mazhab Hanafi yang memandang itu sebagai sumber penghasilan biasa yang mubah, yang keseluruhan hasilnya menjadi hak milik si pelaku usaha.
Tapi ada juga pendapat minoritas, bahwa itu adalah fai yang seluruh alokasi pengunaannya menurut kebijakan imam.

implikasinya bagi kita:

Setiap muslim yang tinggal di darul harbi harus menghindari membayarkan apa pun dari hartanya kepada orang kafir, baik berupa pajak, biaya-biaya maupun denda. Jika seorang muslim diperbolehkan menipu orang kafir untuk mendapatkan harta mereka, maka dia juga diperbolehkan untuk menipu mereka supaya tidak musti membayarkan harta mereka kepada orang kafir.

Walau pun diperbolehkan untuk mengambil harta orang kafir di darul harbi, kami menyarankan kepada kaum muslimin untuk menghindari target warga negara dari negara-negara yang memiliki publik opini yang mendukung urusan kaum muslimin.

Karena itu kami menyarankan yang dijadikan target adalah:
1. Milik-milik pemerintah
2. Bank-bank
3. Perusahaan multi nasional
4. Harta milik orang kafir yang diketahui kebencian dan permusuhannya terhadap islam dan kaum muslimin.

Dalam kasus amerika serikat, baik pemerintah maupun warganya harus dijadikan target. Amerika dan orang amerika adalah pemimpin kekufuran hari ini. Orang amerika yang memberikan suaranya dalam mendukung perang adalah orang yang memiliki itikad tidak baik, siapa pun yang bisa memberikan mudarat kepada mereka dalam bentuk apa pun maka ia telah berjasa bagi ummat.

Perhatian harus ada kepada perhitungan risiko dan keuntungan (maslahat) dalam setiap operasi. Karena begitu negatif implikasinya bila operasi ini terbuka. Penting menghitung dengan cermat untung-ruginya! (Risiko yang diambil harus sesuai dengan maslahat yang tergambar.)

Kepada orang-orang muslim yang bergabung dengan kelompok jihad, kami menyarankan keputusan untuk melibatkan orang-orang tertentu dalam kegiatan mendapatkan harta dari orang kafir ini, diambil oleh amir secara musyawarah jamaah. Kami sampaikan ini, karena pertanggungjawaban nantinya menjadi beban jamaah, maka keputusan pun harus dibuat oleh jamaah.

Kami juga merekomendasikan penggunaan hasilnya diserahkan kepada amir dan syuro. Bila jamaah berpandangan bahwa hasil itu berstatus ghanimah, maka jika yang akan diberikan kepada para pelaku usaha adalah kurang dari 80% hendaknya dimusyawarahkan sebelumnya dengan mereka, sebab secara aturan syar’i soal ghanimah mereka wajib menerima 80% utuh. Begitu juga bila jamaah memegang pendapat mazhab hanafi.

Disarankan kepada orang-orang muslim yang tidak bergabung dengan kelompok jihad mana pun, tapi memperoleh harta dari orang kafir secara ilegal, untuk mendonasikan semuanya kepada kegiatan jihad, kecuali mereka butuh, maka tidak boleh melebihi 80%.

Urusan islam ini tidak bisa hanya bergantung kepada para relawan, maka untuk menyokong saudara –saudara kita yang full-time bekerja untuk urusan Islam, pemasukan mereka bisa diambilkan dari harta yang diperoleh dari orang kafir ini. Hal ini harus dijadikan salah satu pos anggaran alokasi dana. Terlebih bagi grup yang orientasinya full jihad, yang mana begitu sedikit sumber daya manusianya. Sehingga ketika mereka sudah dapat mencukupi kebutuhannya mereka tidak perlu membagi waktunya untuk mencari penghidupan yang bisa mengurangi waktu mereka untuk urusan jihad ini.

Mereka harus mengikuti sunnah Rasululloh saw dan hidup dari ghanimah. Hal ini penting, khususnya bagi ikhwah yang berada di posisi leader pada suatu jamaah. Karena jihad di seluruh dunia dangat membutuhkan dukungan dana, kami mendesak kepada saudara-saudara kita yang berada di negara-negara barat untuk menjadikan hal ini sebagai prioritas dalam rancangan strategi mereka. Dari pada kaum muslimin mendanai jihad ini dari kocek mereka sendiri, justru seharusnya mereka mendanainya dari kocek musuh-musuh mereka.

Di akhir bahasan, saya akan menjawab apa yang dikatakan oleh sebagian muslim yang lemah, bahwa fatwa semacam ini hanya akan makin memperburuk citra muslim di dunia barat dan bukan hal yang bagus untuk strategi dakwah.

Sebagai jawaban atas klaim, bahwa fatwa itu akan makin memperburuk citra muslim di dunia barat, saya katakan:

1. Sejak kapan dunia barat mulai memliki pandangan citra yang bagus tentang islam? Dunia barat selalu memandang bahwa islam dan muslim itu buruk, kasar, keras kepala, terbelakang. Baca lah literatur-literatur barat. Lihat lah gambaran tentang islam dan kaum muslimin yang mereka tampilkan di media-media barat.

2. Satu-satunya cara agar mereka menilai Anda baik, bagus.. ya dengan menjadi seperti mereka. Alloh berfirman: “dan sekali-kali tidak akan ridho orang yahudi dan nasrani kepada kamu, sampai kami ikuti millah mereka.” (Qs.2:120).

3. Alloh berfirman tentang wali-walinya: “mereka tidak takut kepada celaan orang-orang yang mencela.” (Qs. 5:54) Karena itulah tidak seharusnya anda peduli kepada apa yang orang-orang kafir pikirkan tentang anda. Yang mesti anda pedulikan itu bagaimana posisi anda di sisi Alloh dan Rasul-Nya dan penilaian orang-orang beriman terhadap anda.

4. Dunia barat sudah sejak lama menjarah harta kekayaan kita, semenjak berabad-abad lalu. Sekarang waktunya mengambil kembali, insyaa Alloh.

Untuk menjawab klaim yang kedua bahwa fatwa tersebut bisa berakibat buruk bagi dakwah ,saya katakan:

1. Pedang adalah dakwah terbaik. Sedangkan fatwa tersebut mendukung “pedang” tadi, maka pada akhirnya ini bagus untuk dakwah. Ketika Rasululloh saw berdakwah di mekah selama 13 tahun Cuma beberapa ratus saja yang menjadi muslim, bandingkan dengan ketika beliau saw sudah hijrah ke madinah. Hanya dalam tempo 10 tahun, lebih dari seratus ribu orang memeluk islam.
Jadi, kenapa bisa dakwah Nabi saw di madinah lebih membuahkan hasil dibandingkan dengan ketika di mekah? Karena di madinah Nabi saw berdakwah dengan kekuatan. Itulah dakwah yang didukung dengan pedang.

2. Jihad hari ini hukumnya fardhu ‘ain, kewajibanya mengenai setiap individu, orang per orang. Maka jihad harus didahulukan dari dakwah, karena dakwah itu hukumnya sunnah mu’akaddah atau fardhu (wajib), hanya sifatnya fardhu kifayah.

Karena itu semua hal yang mendukung jihad harus didahulukan dari semua yang berkaitan dengan dakwah. Jihad adalah prioritas.

*ayyuhal ikhwah… *jihad itu sangat membutuhkan dana. Dalam al-Quran, jihad fisik selalunya dikaitkan pada jihad dengan harta di delapan ayat. Semuanya diawali dengan menyebutkan *bi amwalikum (dengan harta kalian) *baru setelahnya *bi anfusikum (dengan jiwa kalian). *Kecuali satu ayat. Karena tidak ada dana, tidak ada jihad.

Musuh kita sudah menyadari ini. Makanya mereka selalu melacak dan mengawasi aliran-aliran dana yang mencurigakan dan berusaha untuk terus membekukan sumber-sumber dana yang disinyalir mendanai “terorisme”.

Jihad kita ini *(ayyuhal ikhwah..) *tidak bisa terus-terusan tergantung kepada donasi kaum muslimin. Rasululloh saw banyak mengirimkan grup *sariyah* untuk mencegat dan merampas kafilah-kafilah dagang milik orang-orang kafir.

Memang, jihad tidak hanya didanai dari harta rampasan, tapi kalau melihat sejarah kita di masa awal-awal, perbendaharaan kaum muslimin itu kebanyakan dihasilkan dari jihad.

Pajak yang disebut *khoroj *dikenakan atas tanah-tanah yang ditaklukan oleh kaum muslimin. Tawanan perang yang akhirnya menjadi budak, bisa diperjual-belikan, * jizyah *yang dibayar oleh ahlul kitab, semua sumber dana ini ada karena jihad. Zakat dan sedekah itu hanya menyumbang porsi kecil dari keseluruhan pendapatan negara islam.

Sudah waktunya kita mengambil langkah serius untuk mengamankan pasokan dukungan finansial kita, daripada selalu tergantung kepada sumbangan dan sumbangan.

Semoga Alloh ta’ala mengampuni kita dan memberikan kita tempat derajat mujahidin.

*Footnotes:*

*[1]* HR. Ahmad.

*[2]* dikutip dari buku, *”The explanation of the ĥadīth, ‘I was sent before the hour with the sword…’” *karya Ibn Rajab al-Hanbali.

*[3]* HR. Bukhari.

*[4]* Al-Jurjani.

*[5*] *Al-Sharĥ al-Kabīr *karya al-Maqdisi.

*[6]* Note: Ketika para ulama berbicara soal aturan seperlima (takhmis), berarti harta itu diklasifikasikan sebagai ghanimah.

*[7]* Note: Sebagian muslim yang tinggal di negara-negara barat mengklaim bahwa karena kita diperbolehkan mengambil bunga dari orang kafir maka kita juga boleh membiaya pembelian rumah kita lewat aplikasi kredit. Orang-orang ini tertipu oleh syaitan dan arahan ulama yang salah. Yang dimaksud oleh mazhab hanafi hanyalah, orang muslim boleh untuk “mengambil” bukan “membayar” bunga. Alasan mazhab hanafi adalah karena pada dasarnya jiwa dan harta orang kafir itu halal bagi orang muslim. Jadi bagaimana bisa fatwa itu dipakai untuk mengklaim bahwa kita boleh membayarkan harta kita ke mereka?!

Source:
karomah12 (dengan sedikit editing)

Rasulullah SAW Takut terhadap Keduniaan Yang Melimpah

Daffa Abbasy

Asy-Syaikhany mengeluarkan dari Abu Sa’id Al-Khudry di dalam sebuah hadits, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam duduk di atas mimbar dan kami pun duduk di sekitar beliau, lalu beliau bersabda,
“Sesungguhnya yang paling kutakutkan atas kalian ialah jika Allah membukakan kesenangan dan perhiasan dunia kepada kalian.”
Begitulah yang disebutkan di dalam At-Targhib Wat-Tarhib, 5/144.
Asy-Syaikany juga mengeluarkan sebuah hadits dari Amr bin Auf Al-Anshay Radhiyallahu Anhu, yang di dalamnya dia berkata, “Rasulullah Shallailahu Alaihi wa Sallam bersabda,
“TerimaIah kabar gembira dan satu harapan bagi kalian Demi Allah, bukan kemiskinn yang aku takutkan terhadap kalian, tetapi aku justru takut jika dunia dihamparkan kepada kalian, sebagaimana yang pernah dihamparkan kepada orang-orang sebelum kalian, lalu mereka saling berlomba untuk mendapatkannya, sehingga kalian menjadi binasa seperti yang mereka alami.”
Begitulah yang disebutkan di dalam At-Targhib Wat-Tarhib, 5/141
Ya’qub bin Sufyan mengeluarkan dari IbnuAbbas Radhiyallahu Anhuma, bahwa Allah mengutus seorang malaikat kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, yang disertai Jibril Alaihi Salam. Malaikat itu berkata,
“Sesungguhnya Allah menyuruh engkau untuk memilih, apakah engkau menjadi hamba dan nabi, ataukah menjadi raja dan sekaligus nabi.”
Beliau menoleh ke arah Jibril layaknya orang yang meminta saran. Maka Jibril memberi isyarat, agar beliau merunduk dan patuh. Maka beliau menjawab,
“Aku pilih menjadi hamba dan nabi.”
Setelah kejadian ini beliau tidak pemah makan sambil telentang, hingga beliau wafat. Yang serupa dengan ini juga diriwayatkan Al-Bukhary dan An-Nasa’y. Begitulah yang disebutkan di dalam Al-Bidayah, 6:48.
Ahmad mengeluarkan dengan isnad yang shahih, dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma, dia berkata, “Umar bin Al-Khaththab ra. bercerita kepadaku, “Aku pernah memasuki rumah Rasulullah Shallailahu Alaihi wa Sallam, yang saat itu beliau sedang berbaring di atas selembar tikar. Setelah aku duduk di dekat beliau, aku baru tahu bahwa beliau juga menggelar kain mantelnya di atas tikar, dan tidak ada sesuatu yang lain, Tikar itu telah menimbulkan bekas guratan di lambung beliau. Aku juga melihat di salah satu pojok rumah beliau ada satu takar gandum. Di dinding tergantung selembar kulit yang sudah disamak. Melihat kesederhanaan ini kedua mataku meneteskan air mata.
“Mengapa engkau menangis wahai Ibnul-Khaththab?” tanya beliau. “Wahai Nabi Allah, bagaimana aku tidak menangis jika melihat gurat-gurat tikar yang membekas di lambung engkau itu dan lemari yang hanya diisi barang itu? Padahal Kisra dan Kaisar hidup di antara buab-buahan dan sungai yang mengalir. Engkau adalah Nabi Allah dan orang pilihan-Nya, sementara lemari engkau hanya seperti itu.”
“Wahai Ibnul-Khaththab, apakah engkau tidak ridha jika kita mendapatkan akhirat, sedangkan mereka hanya mendapatkan dunia?”
Al-Hakimjuga mentakhrijnya secara shahih, berdasarkan syarat Muslim. Ibnu Hibban meriwayatkannya dari Anas, dan dia menyebutkan yang seperti ini. Begitulah yang disebutkan di dalam At-Targhib, 5/161
 https://www.facebook.com/groups/302751143143570/permalink/373271592758191/

" BAGAIMANA MENGKAFIRKAN PEMERINTAH INDONESIA " : " MEREKA MASIH SHALAT, ZAKAT, PUASA, DAN LAIN - LAIN "

Mungkin orang akan mengatakan: Bagaimana kalian mengkafirkan pemerintah Indonesia kafir sedangkan sebagian diantara mereka masih sahalat, puasa, haji. Mereka berdalil dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan ketika seorang shahabat bertanya tidakkah kami perangi saja mereka wahai Rasulullah ? Beliau menjawab:”Tidak selama mereka masik menegakkan sholat bersama kalian.”

Permasalahan ini kami jawab sebagai berikut bahwasanya perlu diingat bahwa seluruh para rosul itu inti ajarannya adalah tauhid. Dan juga perlu diingat bahwasanya tauhid itu adalah syarat pokok diterimanya semua amalan dan ibadah.
Karena sesungguhnya semua amalan dan ibadah itu akan menjadi syah kalau memenuhi dua syarat yaitu Ikhlas dan mengikuti sunnah Rasul.
Adapun diantara dalil untuk syarat yang pertama adalah:
Allah berfirman:
والذين كفروا أعمالهم كسرابٍ بقيعة يحسبه الظمآن ماءً حتى إذا جاءه لم يجده شيئاً ووجد اللهَ عنده فوفّاه حسابه
“Dan orang-orang yang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun.Dan didapatinya (ketetapan) Allah di sisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amalnya dengan cukup dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya.” (An-Nur: 39).
Dan dalam sebuah hadits qudsi disebutkan bahwasanya Allah berfirman:
أنا أغنى الشركاء عن الشرك من عمل عملاً أشرك به معي غيري تركته وشركه
Para ulama’ menggunakan dalil ini untuk syirik ashghor, lalu bagaimana halnya dengan syirik akbar?
Dengan demikian sesungguhnya orang yang melakukan kesyirikan itu tidak akan diterima amalannya, baik sholatnya, zakatnya, hajinya dan yang lainnya. Semua bentuk peribadahan yang mereka lakukan itu menjadi batal dan semua amalannya tidak akan diterima disisi Allah.
Lebih jelas lagi Allah berfirman:
لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Dan juga dalam ayat lain Allah berfirman:
وَلَوْ أَشْرَكُواْ لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَّا كَانُواْ يَعْمَلُونَ
“Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.” (Al-An’am: 88).
Demikian pula halnya para penguasa yang telah kufur kepada Alloh yang berkuasa di negeri ini semua amalannya tidak akan diterima di sisi Allah, sehingga mereka bertaubat. Karena mereka telah murtad dari Islam maka seluruh amalan dan ibadahnya tidak syah.
Ibnu Qudamah berkata:
إن الردة تنقض الوضوء وتبطل التيمم، وهذا قول الأوزاعي وأبي ثور، وهي الاتيان بما يخرج به عن الإسلام إما نطقاً أو اعتقاداً أو شكاً ينقل عن الإسلام، فمتى عاود إسلامه ورجع إلى دين الحق فليس له الصلاة حتى يتوضأ وإن كان متوضئاً قبل ردته
”Sesungguhnya kemurtadan itu membatalkan wudlu dan tayammum, dan ini adalah pendapat Al-Auza’I dan Abu Tsaur. Sedangkan yang dimaksudkan dengan kemurtadan itu adalah melakukan amalan yang mengeluarkan dari Islam, baik itu berupa perkataan, keyakinan maupun keragu-raguan yang dapat mengeluarkannya dari Islam. Oleh karena itu jika ia kembali kepada agama yang benar, maka ia tidak syah sholatnya hingga ia berwudlu jika sebelum murtad ia telah berwudlu.”
Beliau juga berkata:
والردة تبطل الأذان إن وجدت في أثنائه
“Dan kemurtadan itu membatalkan adzan jika terjadi ketika ia adzan.” Al-Mughni ma’asy Syarhil Kabir I/438.
Beliau juga berkata:
لا نعلم بين أهل العلم خلافا في أن من ارتد عن الإسلام في أثناء الصوم أنه يفسد صومه وعليه قضاء ذلك اليوم إذا عاد إلى الإسلام سواء أسلم في أثناء اليوم أو بعد انقضائه)
Kami tidak melihat ada perselisihan dikalangan ulama’ pada masalah orang yang murtad ketika berpuasa itu maka puasanya batal dan ia harus mengqodlo’nya jika ia kembali kepada Islam, sama saja apakah ia kembali kepada Islam pada hari itu juga atau setelah berlalu.”
Maka jelaslah bahwasanya orang yang tidak boleh dibunuh ataupun diperangi itu adalah orang yang masih sholat sedangkan tauhidnya benar dan ia tidak melakukan perbuatan kekufuran yang mengeluarkan ia dari Islam. Karena kalau ia telah murtad maka semua amalan dan ibadahnya itu tidak syah dan tidak ada manfaatnya.”

Para ulama’ telah berijma’ atas wajibnya memerangi kelompok manapun yang mempunyai kekuatan dan tidak mau melaksanakan suatu bagian dari syari’at Islam yang sudah jelas dan mutawatir. Baik yang tidak dilaksanakan itu sedikit maupun banyak. Jika mereka masih mengakui atas wajibnya syari’at tersebut maka mereka wajib diperangi sampai mereka melaksanakan apa yang mereka tinggalkan.
Adapun jika mereka itu tidak mau melaksanakan karena menentang, maka dengan demikian mereka jelas-jelas telah menolak sehingga mereka menjadi murtad. Dan mereka diperangi sampai mereka kembali kepada Islam. Dan memerangi dua kelompok tersebut adalah wajib hukumnya secara ijma’.
Rosululloh bersabda:
أمرت أن أقاتل الناس حتى يقولوا لا إله إلا الله فمن قالها فقد عصم مني ماله ونفسه إلا بحقه وحسابه على الله
“ Saya diperintahkan untuk mememrangi manusia sampai mengucapkan Lailaha Illallah, maka barang siapa yang mengucapkannya harat dan jiwanya terjaga dariku kecuali memang karena haknya dan hisabnya terserah kepada Allah.” (Shohihul Bukhori, Kitabuz zakah, bab I, no.1399, II/110 dan Shohih Muslim, Kitabul Iman, no.33, hal.52).
Orang-orang kafir yang masuk Islam jika mereka tidak melaksanakan syari’at Islam mereka diperangi. Oleh karena itu kelompok manapun yang mengaku Islam dan mengucapkan syahadatain namun tidak melaksanakan sebagian dari syari’at yang sudah jelas dan mutawatir, mereka wajib diperangi sebagaimana kesepakatan kaum muslimin sampai agama itu seluruhnya milik Alloh.

2

Ibnu Rojab Al-Hambali ketika menjelaskan hadits diatas mengatakan:”Dan suatu yang sudah maklum secara jelas bahwasanya Nabi saw., menerima siapa saja yang datang ingin masuk Islam hanya dengan syahadatain, dan dengan demikian darahnya menjadi terjaga dan ia menjadi orang Islam. Rosululloh telah mengingkari Usamah bin Zaid karena ia membunuh orang yang telah mengucapkan laa ilaaha illalloh sedangkan pedang telah diangkat, maka rosululloh sangt mengingkari perbuatannya itu.
Maka sesungguhnya hanya dengan dua kalimat syahadat itu darah menjadi terjaga dan menjadi Islam. Apabila seseorang masuk Islam jika ia melaksanakan sholat dan menunaikan zakat dan melaksanakan syari’at-syari’at Islam, maka ia mempunyai hak dan kewajiban sebagaimana kaum muslimin yang lain. Namun jika ia tidak melaksanakan bagian dari rukun-rukun ini jika mereka suatu jamaah yang mempunyai kekuatan, mereka diperangi. Dan sebagian ada yang mengira bahwasanya hadits ini berarti orang kafir itu diperangi sampai mereka mengucapkan dua kalimat syahadat, melaksanakan sholat dan mengeluarkan zakat, dan ia menjadikan hadits ini sebagai dalil bahwasanya orang kafir juga disuruh untuk melaksanakan ibadah furu’, namun pendapat ini perlu dikaji ulang. Sedangkan siroh Nabi saw. Bertentangan dengan hal ini. Dalam shihih Muslim disebutkan dari Abu Huroiroh ra. Bahwasanya Nabi saw. Pada saat perang badar memanggil Ali dan menyerahkan bendera kepadanya.lalu beliau bersabda:”Berjalanlah dan janganlah menoleh sampai Alloh memberikan kemenangan kepadamu, maka Ali berjalan sedikit lalu berhenti dan berkata:”Wahai Rosululloh, untuk apa kuperangi orang-orang itu?” Beliau menjawab:”Perangilah mereka sampai mereka bersaksi bahwasanya tidak ada ilah kecuali Alloh dan bahwasanya Muhammad itu utusan Alloh. Jika mereka melakukan hal tersebut maka darah dan harta mereka telah terjaga darimu kecuali yang menjadi haknya dan hisab mereka terserah kepada Alloh.”(Muslim, Fadlo’ilush Shohabah 34, Musnad Imam Ahmad IV/439).
Maka hanya dengan menerima syahadatain harta dan nyawa itu menjadi terjaga, kecuali memang yang sudah menjadi haknya. Dan diantara haknya adalah tidak melaksanakan sholat dan zakat setelah masuk Islam sebagaiman yang difahami oleh para sahabat ra.
Dan diantara dalil yang menunjukkan atas wajibnya memerangi kelompok yang tidak mau melaksanakan sholat dan zakat adalah firman Alloh:
فإن تابوا وأقاموا الصلاة وأتوا الزكاة فخلوا سبيلهم
“Jika mereka bertaubat, melaksanakan sholay dan menunaikan zakat, maka biarkanlah mereka.” (At-Taubah:5)
فإن تابوا وأقاموا الصلاة وأتوا الزكاة فإخوانكم في الدين
“Jika mereka bertaubat, melaksanakan sholay dan menunaikan zakat, maka mereka adalah saudara kalian dalam agama.” (At-Taubah:11)
و قاتلوهم حتى لا تكون فتنة ويكون كله الدين لله
“Dan perangilah mereka sampai tidak ada fitnah dan agama itu seluruhnya hanyalah untuk Alloh.” (Al-Antal:39)
وما أمروا إلا ليعبدوا الله مخلصين له الدين حنفاء ويقيموا الصلاة ويؤتوا الزكاة وذلك الجين القيمة
“Dan mereka tidaklah diperintahkan kecuali hanya untuk beribadah kepada Alloh dengan memurnikan agama hanya untuk-Nyadengan lurus, melaksanakan sholat dan menunaikan zakat dan itula agama yang lurus.”(Al-Bayyinah:5).
Disebutkan dalam hadits bahwasanya Nabi saw. jika mau menyerang sebuah kaum, beliau tidak menyerangnya kecuali setelah datang waktu subuh, jika beliau mendengar adzan beliau urungkan dan jika tidak beliau menyergap mereka. Padahal masih mengandung kemungkinan mereka itu orang Islam. Dan beliau memberi wasiyat kepada pasukan-pasukan yang hendak diberangkatkan:”Jika kalian mendengar adzan atau melihat masjid maka janganlah kalian membunuh seorangpun. Dan beliau pernah mengutus ‘Uyaynah bin Hisn kepada sebuah kaum dari Banil Ambar lalu beliau menyergap mereka karena belau tidak mendengar adzan, kemudian mereka mengaku telah masuk Islam sebelum itu. Dan Rosululloh pernah mengirim surat kepada penduduk ‘Ammaan yang berbunyi; ”Dari Muhammad kepada penduduk ‘Amman. Salam sejahtera kepada kalian, amma ba’du. Bersaksilah kalian bahwasanya tidak ada ilah kecuali Alloh dan aku adalah utusan Alloh, tunaikanlah zakat dan dirikanlah masjid, kalau tidak, aku akan menyerang kalian.” Diriwayatkan oleh Al-Bazzaar, Ath-Thobroni dan yang lain.
Ini semuanya menunjukkan bahwasanya orang-orang yang masuk Islam itu diuji atas keislamannya, apakah mereka mau menegakkan sholat dan menunaikan zakat, kalu tidak maka tidak ada halangangan untuk memerangi mereka. Dan dalam masalah ini telah terjadi diskusi antara Abu Bakar dan Umar ra.sebagaimana yang tersebut dalam kitab Shohihain dari Abu Huroiroh ra. beliau berkata:” Ketika Rosululloh saw. telah wafat, Abu Bakar menjadi kholifah dan orang-orang Arab kembali kafir, Umar berkata kepada Abu Bakar:”Bagaimana kau bisa perangi mereka padahal Rosululloh pernah bersabda:” “ Saya diperintahkan untuk mememrangi manusia sampai mengucapkan Lailaha Illallah, maka barang siapa yang mengucapkannya harat dan jiwanya terjaga dariku kecuali memang karena haknya dan hisabnya terserah kepada Allah.” Maka Abu Bakar mengatakan;”Demi Alloh aku akan memerngi orang-orang yang memisahkan antar sholat dan zakat. Sesungguhnya zakat itu adalah hak harta, demi Alloh jika mereka tidak mau membayar zakat unta atau kambing yang pernah mereka bayatkan kepada Rosululloh, aku pasti akan perangi mereka.” Lalu Umar berkata:”Demi Alloh, aku melihat bahwasanya Alloh telah melapangkan dada Abu Bakar untuk memerangi mereka, maka aku tahu bahwasanya hal itu adalah benar.” Abu Bakar memerangi mereka dengan berdasarkan sabda Rosul: ”kecuali haknya.” Hal ini menunjukkan bahwasanya memerangi orang yang telah mengucapkan dua kalimat syahadat adalah boleh. Dan diantara haknya adalah menunaikan hak kewajiban harta.
Dan Umar ra. Menyangka bahwasanya hanya dengan mengucapkan dua kalimat syahadat saja bisa mencegah seseorang untuk masuk neraka di akherat kelak kare berpagang dengan berpegang dengan keumuman lafadz yang tersebut dalam hadits, padahal tidak demikian. Lalu Umar sepakat dengan pendapat Abu Bakar ra. (Jami’ul ‘Ulum, hal. 80-81).
Dan hukum orang yang meninggalkan seluruh hukum Islam adalah diperangi sebagaimana mereka juga diperangi jika mereka meninggalkan sholat dan zakat. Ibnu Syihab meriwayatkan dari Handzolah bin Ali bin Al-Asqo’, bahwasanya Abu Bakar ra. Mengutus Kholid ibnul Walid ra. Dan memerintahkannya untuk memerangi manusia jika mereka meninggalkan lima perkara. Maka barangsiapa meninggalkan salah satu dari lima perkara tersebut perangilah mereka sebagaimana halnya jika mereka meninggalkan lima perkara semuanya. Yaitu; dua kalimat syahadat, sholat, Zakat dan Shoum romadlon.

3

Dan Sa’id bin Jubar berkata bahwasanya Umar ibnul Khothob mengatakan: ”Seandainya orang-orang itu tidak melaksanakan haji, pasti akan kuperangi sebagaimana mereka juga akan aku perangi jika mereka tidak melaksanakan sholat dan zakat.” Inilah pembahasan tentang memerangi kelompok yang tidak mau melaksanakan bagian dari kewajiban-kewajiban tersebut.” (Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, hal. 82).
An-Nawawi berkata:”Dalam hadits tersebut menunjukkan atas wajibnya memerangi orang-orang yang tidak mau melaksanakan zakat atau sholat atau kewajiban Islam yang lain, baik banyak maupun sedikit, dasarnya adalah perkataan beliau (Abu Bakar) :”Jika mereka tidak mau membayarkan zakat unta atau kambing.”
Imam Malik berkata:”Menurut kami, setiap orang yang tidak mau melaksanakan suatu kewajiban dari kewajiban Alloh, dan kaum muslimin tidak bisa memaksanya, maka kaum muslimin wajib memeranginya sampai bisa memaksanya untuk melaksanakannya.” (Muslim bisyarhin Nawawi I/212)
Asy-Syaukani berkata:”Dan orang yang meninggalkan rukun-rukun Islam atau sebagiannya, apabila ia terus dalam keadaan demikian, maka hukumnya wajib memeranginya sesuai dengan kemampuan. Dan begitu pulalah seharusnya hukumnya menurut syari’ah bagi setiap orang yang melakukan sesuatu yang diharamkan atau meninggalkan kewajiban.” (Ar-Roudlotun Niddiyah I/184, cet. Darut Turots).
Ibnu Taimiyah berkata:”Dan kelompok manapun yang mengaku Islam dan tidak mau melaksanakan bagian dari syari’at yang telah jelas dan mutawatir, maka hukumnya wajib untuk memerangi mereka atas sebagaimana kesepakatan kaum muslimin, sehingga agama itu selurunya hanya milik Alloh. Sebagimana Abu Bakar dan seluruh sahabat ra. Memerangi orang-orang yang tidak mau membayar zakat. Dan telah disebutkan dalam hadits dari Rosululloh saw. Dari banyak jalan bahwasanya beliau memerintahkan untuk memerangi khowarij. Dalam kitab Shohihain disebutkan sebuah riwayat dari Ali bin Abi Tholib ra. Beliau berkata bahwasanya Rosululloh saw. Bersabda:
سيخرج قوم في أخر الزمان حداث الأسنان سفهاء الأحلام يقولون من قول خير البرية لا يتجاوز إيمانهم حناجرهم يمرقون من الدين كما يمرق السهم من الرمية فأينما لقيتموهم فاقتلوهم فإن في قتلهم أجرا لمن قتلهم يوم القيامة
“Akan keluar pada masa akhir zaman orang-orang yang masih muda umurnya, bodoh pemikirannya. Mereka berkata dengan sebaik-baik perkataan manusia. Iman mereka tidak melebihi kerongkongan mereka. Mereka keluar dari Islam sebagaimana anak panah keluar dari busurnya. Maka bunuhlah mereka dimana saja kalian menjumpai mereka karena orang yang membunuh mereka akan mendapat pahala pada hari qiyamat.”
Dan telah ditetapkan dalam Al-Qur’an, As-Sunnah dan Ijma’ul Ummah, bahwasanya orang yang keluar dari syari’at Islam itu diperangi meskipun ia mengucapkan dua kalimat syahadat.
Dan para ulama’ berselisih pendapat tentang kelompok yang meninggalkan sunnah yang rutin, seperti dua roka’at sholat fajar, apakah mereka boleh diperangi?, menjadi dua pendapat (antara boleh dan tidak). Adapun tentang kelompok yang meninggalkan kewajiban dan hal-hal yang haram yang sudah jelas dan terkenal, maka mereka diperangi dengan tidak ada perselisihan sampai mereka mau menjalankan nya kembali, melaksanakan sholat, menunaikan zakat, shoum romadlon dan naik haji serta mninggalkan hal-hal yang haram seperti menikahi saudara perempuan, makan makanan yang menjijikkan dan mendlolimi harta dan nyawa kaum muslimin. Dan memerangi mereka ini hukumnya wajib untuk memulainya setelah sampai dakwah Nabi saw. tentang apa-apa yang menjadi penyebab mereka diperangi. Dan jika mereka menyerang lebih dulu maka kewajiban lebih ditekankan lagi sebagaimana yang telah kami bahas pada masalah para mumtani’in seperti penyerang dan begal. Dan kewajiban jihad terhadap orang kafir dan orang-orang yang tidak mau melaksanakan sebagian dari syari’at Islam, sebagaimana orang-orang yang tidak mau membayar zakat, khowarij dan orang-orang semacam mereka baik secara offensiv maupun defensiv. Jika ofensiv maka hukumnya adalah fardlu kifayah, jika sebagian telah melaksanakannya maka yang lain tidak terkena kewajiban lagi, dan mereka yang melaksanakan mendapatkan keutamaan sebagaimana firman Alloh:
لاَ يَسْتَوِى الْقَاعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ غَيْرُ أُوْلِى الضَّرَرِ وَالْمُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ فَضَّلَ اللهُ الْمُجَاهِدِينَ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ عَلَى الْقَاعِدِينَ دَرَجَةً وَكُلاًّ وَعَدَ اللهُ الْحُسْنَى وَفَضَّلَ اللهُ الْمُجَاهِدِينَ عَلَى الْقَاعِدِينَ أَجْرًا عَظِيمًا {95}
Namun jika musuh mau menyerang kaum muslimin, maka jihad hukumnya wajib bagi mereka yang menjadi sasaran dan yang tidak menjadi sasaran untuk membantu mereka, sebagaimana firman Alloh:
إِنَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللهِ وَالَّذِينَ ءَاوَوْا وَّنَصَرُوا أُوْلَئِكَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ وَالَّذِينَ ءَمَنُوا وَلَمْ يُهَاجِرُوا مَّالَكُم مِّن وَّلاَيَتِهِم مِّن شَيٍْءٍ حَتَّى يُهَاجِرُوا وَإِنِ اسْتَنْصُرُوكُمْ فِي الدِّينِ فَعَلَيْكُمُ النَّصْرُ إِلاَّ عَلَى قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُم مِّيثَاقٌ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ {72}
Dan sebagaiman Rosululloh juga memerintahkan untuk menolong orang muslim baik ia seorang yang digaji pemerintah untuk berperang maupun bukan. Ini adalah wajib sesuai dengan kemungkinan bagisetiap orang dengan hartanya, nyawanya, banyak, sedikit, berjalan maupun berkendaraan ………..(As-Siyasah As-Sar’iyah 125-129).
Kewajiban pemerintah adalah memerintahkan untuk melaksanakan sholat wajib bagi semua orang yang mampu dan menghukum orang yang meninggalkannya sebagaimana ijma’ umat islam atas hal itu.
Dan jika yang tidak mau melaksanakan itu sebuah kelompok, mereka diperangi karena meninggalkan sholat. Begitu pula jika meninggalkan zakat, shoum dan yang lainnya serta menghalalkan hal-hal yang telah diharamkan secara jelas dan ijma’, seperti menikahi mahrom, membikin kerusakan di muka bumi dan yang lainnya. Maka setiap kelompok yang tidak mau melaksanakan suatu syari’at dari syari’at Islam yang sudah jelas dan mutawatir harus diperangi sehingga agama itu seluruhnya hanya milik Alloh, hal ini adalah merupaka kesepakatan seluruh ulama’.” (As-Siyasah Asy-Syar’iyah) Para ulama’ berselisih pendapat tentang kelompok yang tidak melaksanakan sunnah yang rutin, namun jika tidak melaksanakan kewajiban-kewajiban dan larangan-larangan yang sudah jelas dan terkenal maka mereka diperangi sebagaimana kesepakatan kaum muslimin.
Asy-Syairozi mengatakan ketika membahas tentang adzan dan iqomat:
Bab Adzan; “Adzan dan iqomat disyari’atkan untuk sholat lima waktu. Dan keduanya adalah sunah meskipun sebagian dari sahabat kita ada yang mengatakan fardlu kifayah. Dan jika penduduk sebuah kampung itu sepakat untuk meninggalkannya, maka mereka diperangi karena ia adalah bagian dari syi’ar Islam yang tidak boleh ditinggalkan”.

4

An-Nawawi ketika menjelaskan perkataan Asy-Syairozi diatas mengatakan:”Sahabat-sahabat kita mengatakan, jika hukumnya adalah fardlu kifayah, dan penduduk sebuah kampung itu meninggalkannya dan mereka telah dimintan untuk melaksanakan namun tidak mau melaksanakan maka wajib hukumnya memerangi mereka sebagaimana wajibnya memerangi mereka jika mereka meninggalkan fardlu kifayah yang lain. Dan jika kita katakan hukumnya adalah sunnah maka apakah mereka diperangi jika mereka meninggalkannya. Dalam hal ini ada dua pendapat yang masyhur dalam kitab-kitab ‘Iroqiyyin dan sedikit dari khurosaniyyin yang membahasnya, yaitu; mereka tidak diperangi sebagaimana orang yang meninggalkan sholat sunah dluhur, shubuh dan yang lain.Pendapat kedua mereka diperangi karena adzan adalah syi’ar yang nyata sedangkan sholat sunah dluhur tidak. (Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab III/74)
Abu Bakar ibnul ‘Arobi mengatakan:” Alloh berfirman:
فَإِن لَّمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِّنَ اللهِ وَرَسُولِهِ
“Dan jika kalian tidak mau meninggalkan riba maka ijinkanlah peperangan dari Alloh dan Rosul-Nya.”(Al-Baqoroh;279).
Kalau ada yang mengatakan bahwasanya peperangan tersebut adalah bagi orang yang menghalalkan riba, maka kami katakan:’Ya benar dan juga bagi orang yang melaksanakannya.’ Sesungguhnya umat Islam telah sepakat untuk memerangi orang yang melakukan maksiyat sebagaimana jika penduduk sebuah kampung bersepakat untuk melakukan riba dan juga apabila mereka sepakat untuk meninggalkan sholat jum’at dan sholat jama’ah.” (Ahkamul Qu’an karangan Ibnul ‘Arobi II/596).
Orang-orang yang tidak melaksanaklan syari’at itu ada dua keadaan ;
1. Mereka menolak dengan demikian mereka adalah orang-orang murtad.
Jika mereka adalah sebuah kelompok yang memiliki kekuatan, maka mereka diperangi sebagaimana orang-orang murtad. Dan jika dia tertangkap seorang diri, maka dia dibunuh.
Jika mereka berada diperkampungan kaum muslimin, maka mereka dipisah-pisahkan setelah mereka bertaubat dan mereka dipaksa melaksanakan syariat Islam sebagaimana kaum muslimin yang lain.
2. Mereka mengakui atas kewajiban melaksanakannya.
Jika mereka adalah sebuah kelompok yang memiliki kekuatan, mereka hingga mereka mau melaksanakan syari’at Islam yang wajib seluruhnya.
Sedangkan orang yang tertangkap dari mereka tidak dibunuh, akan tetapi ia dikasih ‘iqob sebagaimana yang diperintahkan Alloh dan Rosul-Nya.
Ibnu Huwaiz Mandad berkata:”Jika penduduk sebuah kampung melakukan riba dan menghalalkannya maka mereka murtad dan mereka hukumnya sebagaimana orang-orang murtad. Dan jika mereka melakukannya namun tidak menghalalkannya, Imam boleh memerangi mereka. Tidakkah anda melihat bahwasanya Alloh telah mengijinkan hal itu, Alloh berfirman:
فَإِن لَّمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِّنَ اللهِ وَرَسُولِهِ
“Dan jika kalian tidak mau meninggalkan riba maka ijinkanlah peperangan dari Alloh dan Rosul-Nya.”(Al-Baqoroh;279)(Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an: III/364).
Orang-orang yang keluar dari pokok-pokok syari’at yang berbentuk keyakinan seperti khowarij atau berupa amalan seperti orang-orang yang tidak mau mengeluarkan zakat, mereka tidak sebagaimana bughot yang memberontak terhadap imam yang syah, dengan demikian maka peperangan melawan merekapun lain dengan perang melawan bughot.
Memerangi kelompok yang keluar dari sebagian syari’at Islam baik berupa keyakinan maupun berupa amalan, lebih diutamakan dari pada memerangi orang-orang musyrik dan ahli kitab yang tidak memerangi kita.
Ibnu Taimiyah pernah ditanya tentang seebuah kelompok dari rakyat sebuah negeri yang bepaham An-Nushoiriyyah. Lalu mereka bersepakat untuk mengikuti seseorang, diantara mereka ada yang mengatakan bahwa dia ini ilaah, diantara mereka ada yang berpendapat bahwasanya dia ini nabi yang diutus dan diantara mereka ada yang berpendapat bahwasanya dia ini adalah Muhammad bin Al-Hasan, maksudnya adalah Al-Mahdi. Dan mereka secara terang tetangan menyatakan keluar dari ketaatan dan mereka bertekat untuk memerangi orang yang mampu berperang di antara mereka. Maka apakan wajib hukumnya memerangi mereka dan apakah anak-anak dan harta mereka menjadi halal?
Beliau menjawab:”Al-Hamdulillah. Mereka wajib diperangi sampai mereka mau melaksanakan syari’at-syari’at Islam. Sesungguhnya An-Nushoiriyyah adalah termasuk orang-orang yang sangat besar kekafirannya meskipun mereka tidak mengikuti seorang dajjal seperti ini. Mereka dalah seburuk-buruk orang yang murtad. Mereka yang bisa berperang diperangi. Harta mereka dijadikan ghonimah. Sedangkan tentang anak-anak mereka apakah dijadikan budak masih diperselisihkan. Akan tetapi menurut kebanyakan ulama’ mereka dijadikan budak. Dan inilah yang terdapat dalam sejarah Abu Bakar dalam memerangi orang-orang murtad. Begutu pula para ulama’ berselisih pendapat tentang menjadikan perempuan mereka yang murtad sebagai budak. Sebagian mengatakan mereka dijadikan budak sebagaimana perkataan Abu Hanifah, dan sebagian mengatakan tidak dijadikan budak, sebagaimana perkataan asy-Syafi’I dan Ahmad. Sedangkan yang terdapat dikalangan sahabat adalah pendapat yang pertama, yaitu wanita-wanita murtad dari kalangan mereka yang murtad dijadikan budak Sesungguhnya Ali bin Abi Tholib menjadikan Al-Hanafiyyah, ibunya Muhammad ibnul Hanafiyyah termasuk orang-orang yang menjadi tawanan dari kalangan Bani Hanifah yang murtad yang diperangi oleh Abu Bakar dan para sahabat ketika Kholid ibnul Walid diutus untuk memerangi mereka. Adapun jika mereka tidak menampakkan penolakan terhadap syari’at dan tidak pula mengikuti si pendusta yang dianggap sebagai iamam Mahdi yang ditunggu-tunggu ini, merekapun sesungguhnya juga tetap diperangi, akan tetapi mereka diperangi sebagaiman khowarij yang diperangi oleh Ali bin Abi Tholib ra. Atas perintah Rosul saw. Mereka diperangi sebagaimana orang-orang murtad yang diperangi oleh Abu Bakar ra. Selama mereka tidak mau melaksanakan syari’at. Namun Anak-anak mereka tidak dijadikan ghonimah dan harta mereka tidak dijadikan ghonimah selama tidak digunakan untuk berperang. Adapun yang digunakan untuk memerangi kaum muslimin seperti kuda, senjata dan yang lain, mka para ulam’ berselisih pendapat tentang masalah ini. Disebutkan dalam riwayat bahwasanya Ali bin Abi Tholib merampas apa saja yang berada pada pasukan khowarij. Maka jika waliyul amri menghalalkan harta yang berada pada pasukan mereka, maka hal ini boleh. Hal ini selama mereka tidak mau menjalankan syri’at. Dan jika mereka tertangkap maka persatuan mereka harus dipecah, sarana kejahatan mereka dihancurkan, mereka dipaksa menjalankan syri’at Islam dan orang yang tetap dalam kemurtadannya dibunuh. Adapun orang yang menampakkan keislaman namun menyimpan kekafiran, yaitu munafiq, yang dinamakan oleh para fuqoha’ dengan zindiq, menurut kebanyakan fuqohq’ mereka dibunuh meskipun mereka bertaubat sebagaimana madzhab Abu Hanifah dan Asy-Syafi’i. Dan mereka yang menjadi penyeru kepada kesesatan, dan kejahatannya itu tidak bisa ditahan kecuali dengan membunuhnya, makaia dibunuh juga, meskipun ia memperlihatkan taubat dan meskipun ia ditak dihukumi sebagai orang kafir, seperti pemimpin-pemimpin rofidloh yang menyesatkan orang. Sebagaimana umat Islam telah membunuh Ghoilan Al-Qodari, Ja’d bin Dirham dan penyeru-penyeru semacam mereka. Maka Dajjal semacam ini secara mutlak dibunuh. Wallohu A’lam. (Al-Fatawa Al-Kubro IV/215 masalah ke 409)
Ibnu Taimiyah berkata ketika membahas tentang perang melawan An-Nushairiyah:”….. tidak diragukan lagi bahwasanya memerangi dan menegakkan hukum hudud kepada mereka termasuk ibadah yang paling agung dan kewajiban yang paling utama dan jihad melawan mereka adalah lebih utama dari pada orang-orang musyrik dan ahlul kitab yang tidak memerangi umat Islam, karena jihad melawan mereka ini merupakan penjagaan terhadap negeri Islam yang telah dikuasai. Sedangkan jihad melawan orang-orang musyrik dan ahlu kitab yang tidak memerangi kita adalah merupakan tambahan terhadap idzharuddin, dan menjaga yang pokok itu lebih didahulukan dari pada yang cabang.” (Al-Fatawa Al-Kubro IV/215 masalah ke 409).
https://www.facebook.com/groups/302751143143570/permalink/373261742759176/  

Jihad : Pertarungan Sepanjang Masa Tinggikan Kalimat Allah Ta'ala

Oleh : Abu Asybal Usamah

وَ كَأَيّن مَِنْ نَبِي قََاتَلَ مَعَهُ رِبِّيُّو ن كَثِير فما وَهَنوا لِمَا أصَابَهُم في سبيل الله و ما ضعفوا و ما استكانوا و الله يحب الصابرين

“Dan berapa banyak Nabi bersama kawanan setia berperang, mereka tidak sedih atas apa yang menimpa mereka di jalan Allah dan tidak pula lemah serta menyerah” (Qs Ali Imron 146).

Pergolakan anatara yang haq dan yang bathil adalah sunnatullah

Allah telah mengadakan sesuatu di dunia ini secara berpasangan. Ada yang saling melengkapi, membutuhkan, berlwanan dan bergesekan. Allah Ta’ala menciptakan pria dan wanita, malam dan siang, air dan api, panas dan dingin. Semuanya berpasanngan. Begitu juga dengan Al-Haq dan Al-Bathil. Kedua unsur ini saling bertolak belakang dan akan saling bergesekan sampai kapan pun. Para pengemban kedua pun senantiasa berada pada alur yang sama dengan apa yang diemban. Bertabrakan dan bergesekan. Karena kedua memiliki unsur asasi yang berbeda dan saling bertolak belakang ibarat kutub utara dan selatan. Jika salah satu bisa menyatu dengan lain, dapat dipastikan bahwa unsur dari keduanya telah luntur hingga bisa melebur. Syaithan adalah gembong dari pengemban panji kebathilan bersama pengikutnya, sedangkan para Rasul adalah pengemban panji Al haq berserta pengikutnya. Para Rasul ‘alaihimussalam diperinthakan untuk menegakkan kebenaran dimuka bumi ini dengan menyembah Allah semata, tunduk dibawah titah Nya seutuhnya. Sedangkan Syaithan berusaha merobohkan Al haq agar orang mempersekutan Allah ‘Azza wa jalla dengan segala bentuk dan cara. Allah Ta’ala berfirman :

“Dan demikianlah kami jadikan musuh bagi setiap Nabi, dari kalangan jin dan manusia yang sebagian mereka membisikkan perkataan yang sia-sia ” (QS Al An’am 112)

“Dari Saburah bin Abi Fakih berkata aku mendengar Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “seungguhnya syaithan menghalang-halangi jalan masuk Islam seraya berkata, kamu masuk Islam lalu meninggalkan agamamu dan agama bapak juga kakakemu, maka ia mengabaikannya dan masuk Islam, kemudian syaithan menghalang-halangi di jalan hijrah seraya berkata, kamu hijrah lalu meninggalkan kampungmu , perumpamaan hijrah seperti penunggang kuda sepanjang masa, lalu dia mengabaikanya dan berhijrah, kemudian ia menghalang-halangi di jalan jihad seraya berkata kamu melawan keinginan dan mengorbankan hartamu, kemudian kamu berperang lalu mati hingga istrimu dinikahi lagi dan hartamu dibagi-bagikan. Maka ia abaikan lalu berjihad. Rasulullah shollallallahu ‘alaihi wasallam kemudian berkata , maka barangsiapa diantara kalian yang melakukan demikian kemudian ia mati atau terbunuh, tenggelam, jatuh dari kendaraan, maka Allah berkewajiban memasukannya ke surga” (HR Muslim).

Beginilah jalan yang ditempuh para Rasul

Pergesekan itu akan senantiasa didapati dalam berbagai bentuknya. Baik cara yang halus hingga cara yang ekstrem yaitu perang. Membela yang haq meninggikan kalimatullah. Rasulullah SAW bersabda :

“Barang siapa yang berperang untuk meninggikan kalimat Allah, maka ia di jalan Allah” (HR Muslim)

Namun sekarang meninggikan kalimat Allah, membela agama Allah adalah sesuatu yang tabu sehingga mereka menjahukan sensitifitas agama ini dari hati kaum mukminin. Sedangkan mereka yang menabuh genderang perang lalu mengangkat panji selain Dinullah maka itu bukan fisabilillah. Komunisme, nasionalisme, sosialisme dan paham-paham yang lain, mereka bersusah payah untuk menegakkannnya, bahkan sampai perang pun mereka lakukan agar bisa menegakkan prinsip mereka. Padahal itu adalah fi sabilisysyaithan karena bukan Lillahi Ta’ala. Hal semacam ini merupakan tabi’at dari Dinullah/Dinul haq yang bertentangan dengan bathil.

“Biarkan (mereka berkata demikian), kami akan kuasakan yang Haq di atas bathil” (QS Al Anbiya’ 18)

Maka ketika Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam mengalami kekalahan dan pukulan berat pada perang Uhud, para sahabat merasa sedih dan terpukul bahkan mereka menganggap bahwa tidak ada hari lagi setelah itu karena Rasulullah telah dikabarkan terbunuh. Pukulan yang berat. Tapi Allah memahamkan mereka tentang kaum sebelum mereka, yang berjuang bersama Nabi mereka. Melewati ujian yang berat, Meskipun Nabi mereka terbunuh namun perjuangan tetap berlanjut. Allah Ta’ala berfirman :

“Dan berapa banyak Nabi bersama kawanan setia berperang, mereka tidak sedih atas apa yang menimpa mereka di jalan Allah (Nabi mereka terbunuh) dan tidak pula lemah serta menyerah” (QS Ali ‘Imron : 146)

Jihad, pertarungan sepanjang masa meninggikan kalimat Allah

Ayat di atas cukup memeberikan kita gambaran tentang jalan yang ditempuh para Nabi. Dan jalan itu terus akan dilewati oleh generasi yang teguh di atas prinsip para Rasul. Jalan berduri yang panjang menuju surga Allah.

“apakah kalian mengira akan masuk surgasedangkan Allah belum tau siapa diantara kalian yang berjihad dan yang sabar” (QS Al i‘Imran 142)

Semua akan terus berlangsung hingga panji kalimat Allah berkibar, Dinullah tegak dan Islam memimpin menyebarkan rahmat keseluruh alam.

“Dan perangilah mereka di jalan Allah hingga tidak ada lagi fitnah (kekufuran dan kezaliman) dan din (kepatuhan) ini hanya untuk Allah ” (QS Al Anfal 39)

Berapa banyak peperangan yang dilewati oleh Rasulullah SAW dan para sahabat ridhwanullahi ‘alaihim untuk menegakkan kalimat Allah, namun mereka tetap tegar meskipun terkadang angin memiringkan ranting keimanan mereka. Karena mereka paham bahwa orang kafir tak akan henti-hentinya membuat makar untuk memerangi Islam.

“Yahudi dan Nashrani tidak akan pernah ridha hingga kalian mengikuti millah mereka” (Qs Al-Baqoroh 120).

...jika ada yang mengatakan bahwa yang Haq akan bersatu dengan bathil berarti dia telah mengingkari sunnatullah yang berlaku dalam kitabullah...

Maka, jika ada yang mengatakan bahwa yang haq akan bersatu dengan bathil berarti dia telah mengingkari sunnatullah yang berlaku dalam kitabullah. Hal ini telah dijelaskan dalam Riwayat dari Salamah Bin Nufail Al Kindy, beliau berkata, : ketika kami duduk disisi Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam tiba-tiba datang seorang kepada beliau lalu berkata, : “ Wahai Rasulallah, kuda perang telah ditambatkan, senjata telah ditaruh dan orang - orang mengira sudah tidak ada perang, perang telah usai ” Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam menimpali, : “ mereka telah berdusta, sekarang lah waktu perang tiba, sesungguhnya akan senantiasa ada segolongan dari ummatku yang bereperang fie sabilillah, tidak membahayakan bagi mereka orang yang menyelisihi mereka, Allah membelokkan hati suatu kaum lalu memeberi rezki mereka ( kelompok yang dijanjikan ) dari kaum tersebut hingga datang hari kiamat. Dan perang tak akan usai hingga keluar Ya’juj dan Ma’juj ( kiamat ). ” ( Hadits Riwayat. An - Nasa’i ).

Oleh karena itu, bagi seorang muslim hendaklah ia melihat jalan para Rasul dan pengikutnya, mengambil I’tibar dan melanjutkan perjuangan Rasulullah SAW dengan jihad fisabilillah.

Top of Form
Unlike · · Follow Post · 10 minutes ago
  •  
  • You and 3 others like this.
  •  
Nur Jannah
‎" PROVOKATOR JIHAD "

Allah Subhanahu Wa Ta 'ala Katakan, : " Maka berperanglah kamu pada jalan Allah, tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri. Kobarkanlah semangat Para Mukminin (untuk berperang). Mudah-mudahan Allah menolak serangan orang-orang kafir itu. Allah Amatlah besar Kekuatan dan Amat keras siksaan-Nya”. ( An-Nisa : 84 )

JADI BUKAN JASUS YANG HARUS DITAKUTIN ALLAH. INSYA ALLAH. SI JASUS INI AKAN MENEMUI KEHINANANNYA DI DUNIA DAN AKHERAT.DAN INGATLAH BAHWA TIPU DAYA MUSUH ITU LEMAH.DISINI LATIHAN KEBERANIAN MENGATASI KEDURJANAANNYA KAUM DAJJAL LA'NATULLOH 'ALAIHIM.

Kita Adalah Ummat Mukmin Yang Tidak Akan Gentar Dengan Syahidnya Pahlawan Atau Tertangkapnya Orang - Orang Yang Merdeka, Maka Rahimnya Akan Senantiasa Subur, Yang Setiap Detik Akan Melahirkan Pahlawan Dan Komandan Yang Gagah Berani. Pada Waktu Perang Mu’tah Ja’far Mati Syahid Dan Terpotong Kedua Tangannya Untuk Mempertahankan Bendera Yang Kemudian Diambil Oleh Zaid, Lalu Zaid Pun Mati Syahid Kemudian Diambil Oleh Ibnu Rowahah Maka Beliau Pun Mati Syahid, Lalu Diangkat Oleh Kholid. Alangkah Indahnya Perkataan Orang Yang Mengatakan, : “ Walaupun Usamah Bin Ladin Telah Terbunuh Namun Mentari Jihad Tidak Akan Pernah Padam “.

Kami Ingin Para Khotib Hadir Di Medan Perang, Dan Para Ahli Sya’ir Hadir Di Medan Perang, Lalu Dimanakah Hasan Dan Tholhah ? Padahal Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam Telah Bersabda :

لصوت أبي طلحة في الجيش أحب إلى من ألف رجل

“ Sungguh Suara Abu Tholhah Yang Berkumandang Di Tengah - Tengah Pasukan Itu Lebih Aku Sukai Dari Pada Seribu Lelaki “. Kami Menghendaki Hadirnya Para Khotib Yang Fakih Di Medan Perang, Yaitu Orang - Orang Yang Dapat Melemahkan Kepahlawanan Musuh, Dan Dapat Menyalakan Bara Api Dan Semangat Ummat, Dapat Menyalakan Ghiroh Dan Pengorbanan Ummat, Sebagaimana Juga Kami Menghendakinya Kepada Para Ahli Sya’ir Yang Fasih, Yaitu Orang - Orang Yang Dapat Menyalakan Bara Api Semangat Dan Dapat Mengobarkan Kehebatannya. Maka Mereka Dapat Menggertak Kebesaran Orang Kafir Dan Dapat Menimbulkan Ketakutan Di Dalam Hati Orang Kafir. Aduhai Seandainya Ummat Ini Mau Berjihad Semuanya…….!!!!

" HUKUM MENONTON SINETRON UMAR BIN KHATTAB RADHIYALLAAHU 'ANHU "

Fenomena Sinetron Umar Bin Khattab Pertanyaan :

Adakah fatwa ulama terkait sinetron Umar bin Khattab yang ditayangkan di televisi?

Dari: Aji

Jawaban:

Alhamdulillahi Rabbil ‘alami ash-shalatu was salamu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa ash habihi ajma’in

Permasalahan sinetron Umar bin Khattab tentu saja yang dimaksud itu bukan Umar, akan tetapi tentang pemikirannya. Sebelum membahas tentang hukum permasalahan ini, saya ingin mengingatkan bahwasnya setiap permasalahan itu ada manfaat dan ada madharatnya. Ketika dipilihnya seorang figur dengan tema-tema tertentu, pastinya ada manfaat yang bisa dipetik darinya.

Akan tetapi ketika kita memandang permasalahan ini, harus dipandang secara umum. Ditimbang kadar kerusakannya dan dilihat juga sebesar apa manfaatnya. Apabila manfaatnya lebih besar, maka kita dahulukan manfaat atau kemaslahatan ini. Sebaliknya, apabila kerusakan atau mafsadatnya yang ditimbulkan lebih besar, maka kita dahulukan menghindari kerusakan. Demikian juga apabila manfaat dan mafsadatnya seimbang, maka menurut para ulama, kita harus mengedepankan menghindari kerusakan (dengan tidak melakukan perbuatan tersebut).

Kerusakan pertama:

Permasalahan memvisualisasikan para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, seperti Umar dan yang lainnya, apabila seseorang merenungkan, maka mafsadatnya atau kerusakannya jauh lebih besar dibandingkan manfaatnya. Dan kerusakan terparahnya adalah terkait dengan informasi yang disebarkan oleh sinetron ini. Secara umum, informasi yang disebarkan oleh sinetron ini adalah informasi yang tidah shahih. Ini kerusakan yang pertama.

Kerusakan yang kedua:

Sinetron ini bisa jadi sebuah pengantar untuk mengadakan sinetron-sinetron serupa. Padahal metode pembelajaran melalui sinetron ini adalah metode Barat. Bisa jadi kedepannya orang-orang akan memfilmkan para nabi, seperti yang dilakukan orang-orang Barat. Mereka memvisualisasikan Nabi Isa, Nabi Musa, dan Nabi Muhammad. Oleh karena itu, ketika kita membuka pintu untuk yang demikian, maka pintu sinetron kenabian pun akan terbuka pula. Bisa jadi seseorang memvisualisasikan nabi-nabi yang lain, kemudian baru divisualisasikanlah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kerusakan ketiga:

Adegan-adegan dalam sinetron tersebut. Apabila seseorang menceritakan tentang Umar, tentunya akan bercerita kehidupannya di masa jahiliyah dan masa Islam. Bisa kita dapati adanya adegan Umar atau orang-orang yang bersujud kepada patung, wal ‘iyadzubillah, dan adanya script yang menuntut seseorang mengucapkan kalimat kufur, bahkan ada yang mencaci dan mencela Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, seperti yang dilakukan orang-orang kafir Quraisy.

Apabila pemeran dalam film ini adalah seorang muslim, maka dia kafir dengan mengucapkan kalimat tersebut walaupun itu hanya sebuah sandiwara. Apabila pemerannya bukan seorang muslim, maka bagaimana kita ridha seseorang mengatakan yang jelek terhadap Nabi atau terhadap agama Allah Tabaraka wa Ta’ala.

Kerusakan keempat:

Tentu saja terdapat maksiat-maksiat, seperti tampilnya wanita-wanita yang membuka aurat, adanya suara musik, muncul pemikiran-pemikiran yang keliru, mencukur janggut, berdusta, hianat, atau sifat-sifat yang tampak yang diperankan oleh pemeran sahabat-sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Yang demikian ini pernah terjadi. Saya pernah mendengar seseorang yang berargumentasi tentang masalah janggut dengan melihat tipisnya janggut pemeran Amr bin Ash dalam film, maka ia menganggap demikianlah sunahnya janggut. Ini baru dengan melihat laki-laki yang memerankan Amr bin Ash. Ia tidak mengatakan, “Aku telah melihat Amr bin Ash (yang sesungguhnya)” ini baru pemeran. Bagaimana apabila dengan melihat aktor dan artis tersebut orang terpikir, kira-kira demikianlah ini Umar, ini Amr bin Ash, ini Aisyah, atau Fathimah, atau selain mereka dari kalangan sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian bagaimana kalau dalam film lain aktor dan artis ini memerankan orang-orang yang meminum khamr, bermain perempuan dan lain-lain?!

Oleh karena itu, tidak dibenarkan dan tidak boleh sinetron yang demikian. Para ulama berpendapat visualisasi sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan perendahan terhadap kedudukan mereka.

Disadur dari ceramah Syaikh Utsman bin Muhammad al-Khomis

Untuk Kalian Wahai Penggembos dan Pencacat

Oleh : Al-Ustadz Urwah El-Qudsy Rahimahullah

Sesungguhnya sikap sinis dan tuduhan-tuduhan serta fitnah-fitnah yang kalian lancarkan terhadap mujahidin itu tidak sama sekali dapat memadhorotkan jihad dan mujahidin. Bahkan Allah akan mendatangkan para pembelanya untuk berdiri di kalangan mujahidin. Karena Allah berfirman:
 “Jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih dan digantinya (kamu) dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan dapat memberi kemudharatan kepada-Nya sedikitpun. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS. At Taubah: 39)
 “Dan jika kalian berpaling niscaya Dia akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain; dan mereka tidak akan seperti kamu ini”. (QS. Muhammad: 38)
Sesungguhnya penggembosan dan cercaan yang kalian lakukan terhadap mujahidin hari ini tidak akan mengundur kemenangan mujahidin. Juga tidak dapat mengajukan kekalahan mujahidin sedikit pun. Karena Rosulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
وَاعْلَمْ أَنَّ اْلأُمَّةَ لَوِ اجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ يَنْفَعُوكَ بِشَيْئٍ لمَ ْيَنْفَعُوكَ إِلاَّ بِشَيْئٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ لَكَ. وَإِنِ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوكَ لَنْ يَضُرُّوكَ بِشَيْئٍ إِلاَّ بِشَيْئ ٍقَدْ كَتَبَهُ اللهُ عَلَيْكَ. رُفِعَتِ اْلأَقْلاَمُ وَجَفَّتِ الصُّحُفُ
“Ketahuilah bahwa seandainya seluruh ummat ini berkumpul untuk memberikan sesuatu yang bermanfaat bagimu, maka mereka tidak akan bisa memberimu manfaat kecuali sesuatu yang telah ditetapkan Allah kepadamu. dan seandainya seluruh ummat ini berkumpul untuk memberikan sesuatu yang merugikan kamu, maka mereka tidak akan bisa merugikanmu kecuali dengan sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah terhadapmu. Pena-pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah mengering tintanya”. (HR. Tirmidzi).
Wahai para pembela mujahidin….. wahai para pendukung mujahidin ….. wahai orang-orang yang ingin berjihad bergabung dengan para mujahidin …..
Teguhkanlah hatimu, kuatkanlah azammu, tak usah kau hiraukan suara penggembos dan pencacat. Biarkan anjing menggonggong, kafilah tetap berlalu.
Manusia itu akan berkumpul sesuai dengan kecondongan hati dan imannya. Jika hatinya cinta kepada jihad dan mujahidin maka ia pasti akan dapat berjihad dan bertemu dengan mujahidin. Jika tidak dapat bertemu di dunia pasti bertemu di Jannah kelak. Jika hatinya benci kepada jihad dan mujahidin, maka ia akan dijauhkan dari jihad dan mujahidin dan akan dikumpulkan bersama para Qo’idun, Mukhodzilun dan Murjifun.
Kumpulan kambing akan berkumpul dengan kambing. Kumpulan singa akan berkumpul dengan singa. Tidak mungkin kambing dapat berkumpul dalam kumpulan singa. Itu mustahil….. itu ajaib …..
Ingatlah wahai saudaraku para pembela mujahidin, para pendukung mujahidin ….. Bahwa sekarang banyak para ustadz dan ulama, dan atau para pemimpin yang dengan menggunakan nama besarnya karena ia pernah berjihad di Afghanistan, Philipina, Ambon dan Poso, ia menyihir para pengukitnya untuk tidak berjihad. Ia bersikap bak seoarang mujahid dan pendukung jihad, akan tetapi di belakang ia tusuk para mujahidin dengan mulut berbisanya yang mematikan.
Dengan menggunakan kebesaran namanya di tengah-tengah pengikutnya ia pojokkan mujahidin, ia cela mujahidin, walau pun dalam kata-katanya ia sering mengatakan: “Kita tidak boleh mencela mereka, dan jika mereka datang meminta bantuan maka kita bantu”. Walau pun kenyataannya bohong belaka.
Para ustadz, ulama dan pemimpin seperti ini tidak ubahnya seperti PELAWAK, yang kerjanya menyenangkan orang yang menontonnya. Di depan para mujahidin ia akan mengatakan bahwa dia membela, mencintai dan mendukung mujahidin. Bahkan dia merasa bagian dari mujahidin. Namun ketika bertemu dengan orang-orang yang tidak setuju dengan jihad dan mujahidin maka ia berceloteh yang difahami oleh orang-orang yang tidak senang dengan jihad itu bahwa “Para mujahidin itu bukan orang-orang yang disiplin, isti’jal, tidak sabar, dan lain sebagainya”.
Dengan menggunakan tingginya jabatan dan banyaknya pengikut ia katakan: “Tidak mungkin di dalam suatu wilayah terdapat dua Tandzim Jihad, dan “Jihad itu harus melalui Tandzim yang terpimpin”. Ia maksudkan bahwa tandzim jihad selain tandzimnya adalah menjadi pelemah tandzim jihad yang sudah ada. Padahal jika kita teliti, sungguh perkataan ini tidak ada sama sekali didukung oleh nash syar’ie dan waqi’.
Jika perkataan ustadz ini benar, maka tidak mungkin di Afghanistan terdapat tandzim-tandzim jihad selain Tholiban. Tidak akan mungkin ada tholiban dan Al Qoidah di dalam satu wilayah. Sesungguhnya tandzim-tandzim jihad yang ada hanyalah menjadi sarana memudahkan di dalam mengkoordinasi mujahidin dan program jihad. Di lapangan mereka saling Mu’awanah dan Munashoroh. Sebagaimana Tholiban memberikan bantuan dan pertolongannya kepada Al Qoidah. Jika di Afghanistan menerapkan faham ustadz yang mengatakan: “Tidak mungkin di dalam suatu wilayah terdapat dua Tandzim Jihad”, niscaya Tholiban memaksa Al Qo’idah untuk melebur ke dalam satu tandzim, yaitu Imaroh Islamiyah Tholiban.
Walau pun demikian, al-Qo’idah hormat dan setia terhadap Imaroh Islamiyah Thaliban. Namun secara administratif dan koordinasi di lapangan mereka berjalan sendiri-sendiri sesuai protap tandzim. Dan terjalin hubungan baik di lapangan antar kedua tandzim ini. Mereka saling Mu’awanah dan Munashoroh. Tidak saling menyalahkan dan melemahkan.
Jika Tholiban berfikiran bahwa “Gara-gara usamah menyerang WTC, dengan itu Afghanistan diserang Amerika”. Niscaya Syekh Mulla Umar hafidzohullah tidak mungkin menerima syekh Usamah bin Ladin dan para pengikutnya di Afghanisnistan. Namun syekh Mulla Umar sadar bahwa Amerika menyerang Afghanistan bukan karena ada Usamah, akan tetapi karena Islam.
Andai para ustadz dan pemimpin jama’ah di negeri ini sadar, bahwa Pemerintah murtad ini mengejar, menangkap, memenjara dan membunuh para mujahidin adalah bukan karena ada Bom Bali, dan aksi Bom-Bom lainnya. Akan tetapi karena Islam yang dibela, kehormatan kaum muslimin yang dibela. Niscaya tidak akan pernah keluar kata-kata cacian dan cemoohan terhadap mujahidin.
Namun jika masih tetap ada yang menggembosi, mencemooh, mencacat dan mencela. Maka saya sampaikan firman Allah Ta’ala:
 “Katakanlah: “Tidak ada yang kalian tunggu-tunggu bagi kami, kecuali salah satu dari dua kebaikan[1]. Dan kami menunggu-nunggu bagi kalian bahwa Allah akan menimpakan kepadamu azab (yang besar) dari sisi-Nya. Sebab itu tunggulah, Sesungguhnya kami menunggu-nunggu bersamamu.” (QS. At Taubah: 52).
Kita buktikan kelak siapa yang benar di antara kita. Jika kita sama-sama ikhlas di dalam berjuang untuk Iqomatud Dien maka pasti kita akan bertemu dan bersatu. Walau pun untuk kali ini kita tidak bisa bersatu. Namun jika memang ada niatan jahat dan hasad di dalam dada, maka sesungguhnya Amal kita yang akan menjawab semuanya.

Ikhwah fillah …..
Sudah wajar kebaikan itu akan dicela dan dicerca. Rosulullah shollallahu ‘alaihi wasallam pun tidak kelewatan di cela dan dihina. Sejak beliau menerangkan dakwah Tauhid, maka beliau dianggap Tukang Sihir yang gila, dikatakan pemecah belah. Dls
Sekarang ketika kita mentahridh (mengobarkan semangat) jihad kaum muslimin kita dikatakan Provokator, Penggrogot, Teroris, dls. Maka jika karena kita mengobarkan semangat berjihad kita dikatakan provokator, dan jika kita berjihad dikatakan Teroris, maka katakanlah bahwa “Kita adalah Teroris”. Karena Allah Ta’ala berfirman:
 “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan / menteror musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)”. (QS. Al Anfal: 60).


Ikhwah fillah …..
Hendaknya kita yakin dengan janji dan pertolongan Allah, jika memang apa yang kita lakukan ini benar. Walau pun para Mukhodzilun menggembosi. Walau pun para Murjifun mencaci maki.
Kita akan bersabar dan akan tetap berjalan di atas jalan ini, walau pun tubuh kita terkoyak, walau pun raga kita tercabik-cabik. Kita hanya bisa berharap kepada Allah
حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلِ
Demikian sesingkat Risalah dan Nida’at yang dapat saya sampaikan. Semoga bermanfaat buat kita semua. Amien
Tidak ada niat saya kecuali hanya kebaikan. Dan tidak ada yang dapat memberikan Taufiq kecuali hanya Allah.



[1] . yaitu mendapat kemenangan atau mati syahid

(Dikutip dari Risalah dan Nidaat beliau, sesaat sebelum beliau menemui kesyahidannya -menurut perkiraan kami- bersama Ustadz Abu Muawwidz)
http://www.shoutussalam.com/read/jihady/13309/untuk-kalian-wahai-penggembos-dan-pencacat/

APA BENAR BAHWA JIHAD AKBAR ADALAH MELAWAN HAWA NAFSU ?

Ada Satu Hal Yang Harus Kita Perhatikan Betul, Yaitu Jihad Melawan Hawa Nafsu Bukanlah Jihad Yang Terbesar, Sebagaimana Yang Di Klaim Oleh Kaum “ Tasawwuf ” Dan Orang - Orang “ Yang Mengaku Berilmu ”  Yang Mengajak Dan Menarik Manusia Kepada Keyakinan Tersebut, Padahal Tujuan Utama Mereka Adalah Untuk Memalingkan Manusia Dari Berjihad Sehingga Enggan Dan Tidak Mau Berjihad.

Adapun Yang Menjadi Rujukan Mereka Mengenai Hal Ini, Yaitu Yang Mereka Yakini Sebagai Sebuah Hadits Yang Berbunyi,  : ”  Kita Telah Kembali Dari Jihad Kecil Menuju Jihad Akbar…. ”  Merupakan Hadits Dho’if Dan Tidak Benar.

Al-Baihaqi, Al-Iroqi, As-Suyuthi, Albani Serta Ulama - Ulama Lainnya Menilai Hadits Ini Adalah Dho’if.

Amirul Mukminin Fil Hadits, Al Hafidz Ibnu Hajar Mengatakan Di Dalam Kitab Tasdiidul Qous, Bahwa Hadits Tersebut Masyhur Dibicarakan, Padahal Itu Bukanlah Hadits. Yang Benar Adalah Kata - Kata Dan Ucapan Ibrahim Bin ‘Ablah, Seorang Tabi’ut Tabi’in ( Generasi Ke Tiga Dalam Islam Setelah Generasi Shahabat, Tabi’in Baru Kemudian Tabi’ut Tabi’in ).

Bukti Yang Paling Nyata Dan Jelas Yang Menunjukkan Bahwa Hadits Ini Tidak Benar Adalah Bahwa Yang Mengucapkan ( Seandainya Itu Hadits ) Adalah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Yang Selalu Mereka Nisbatkan Hadits Ini Kepada Beliau, Sama Sekali Tidak Duduk Berpangku Tangan Dan Berleha - Leha Dari Berperang. Selama Tinggal Di Madienah, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Berperang Sebanyak 27 Kali, Dengan Keterangan Sebagai Berikut, :

عَنْ أَبِي إِسْحَا قَ قَالَ سَأَلْتُ زَيْدَابْنَ أَرْقَمَ كَمْ غَزَوْتَ مَعَ رَسُوْ لِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ , قَالَ سَبْعَ عَشْرَةَ وَقَالَ: حَدَّثَنِي زَيْدُبْنُ أَرْقَمَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ غَزَا تِسْعَ عَشْرَةَ وَ أَنَّهُ حَجَّ بَعْدَ مَا هَاجَرَ حَجَّةً وَاحِدَةً حَجَّةَ الْوَدَاعِ

" Dari Abu Ishak, Ia Berkata, : " Aku Bertanya Kepada Zaid Bin Arqam, : “ Berapa Kali Engkau Ikut Perang Bersama Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam ? "  Zaid Menjawab, :  “ Tujuh Belas Kali. Selanjutnya Zaid Bin Arqam Bercerita Kepadaku Bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam  Telah Berperang Sebanyak Sembilan Belas Kali Dan Bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam  Menunaikan Satu Kali Haji Setelah Hijrah, Yaitu Haji Wada ’.

عَنْ سَلَمَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : غَزَوْتُ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ سَبْعَ غَزَوَاتٍ وَخَرَجْتُ فِيْمَا يَبْعَثُ مِنَ الْبُعُوْثِ تِسْعَ غَزَوَاتٍ مَرَّةً عَلَيْنَا أَبُوْ بَكْرٍ وَمَرَّ ةً عَلَيْنَا أُسَامَةُ ابْنُ زَيْدٍ
“ Dari Salamah, Ia Berkata, : " Aku Pernah Ikut Berperang Bersama Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam  Sebanyak Tujuh Kali, Serta Pernah Ikut Serta Dalam Pasukan Perang Yang Diutus Beliau Sembilan Kali. Terkadang Kami Dipimpin Oleh Abu Bakar Dan Terkadang Juga Dipimpin Oleh Usamah Bin Zaid ”

1.   Ghozwah, Yaitu Perang Yang Dipimpin Langsung Oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam  Sebanyak Sembilan Belas Kali.
2.   Sariyah, Yaitu Pasukan Yang Diperintah Langsung Oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, Tetapi Beliau Tidak Ikut Dalam Pasukan Tersebut Sebanyak Delapan Kali.

Itulah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam . Beliau Selama 10 Tahun Hidup Di Madienah Berperang Secara Langsung Di Kancah Peperangan, Yang Terkenal Diantaranya Adalah : Perang Badar, Perang Uhud, Perang Khandak, Perang Bani Quroizhoh, Perang Khaibar, Perang Hunain, Perang Tabuk Dan Lainnya. Demikian Juga Dengan Para Shahabat Yang Juga Merupakan Murid - Murid Dan Sekaligus Pengikut Beliau Yang Paling Setia, Mereka Terdidik Dengan Jihad Yang Sambung Menyambung Yang Tidak Putus Sampai Mereka Semua Bertemu Dengan Rabb-nya. Hidup Mereka Selalu Berada Di Kancah Peperangan Dan Hidup Mereka Selalu Berada Diujung Kematian Dan Bayangan Pedang. Mereka Tidak Pernah Lengah, Istirahat Apalagi Berhenti Dari Urusan Jihad ( Perang ).

Bahkan Dalam Hadits Tersebut Di Atas Menyatakan Bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Selama Tinggal Dan Bermukim Di Madienah, Beliau Hanya Melakukan Ibadah Haji Sekali Saja, Yaitu Haji Wada’. Justru Beliau Melaksanakan Jihad Dan Peperangan Secara Langsung Yang Beliau Terjuni Sebanyak 19 ( Sembilanbelas ) Kali.

Seandainya Yang Mereka Katakan Benar Tentang Jihad Dalam Artian Berperang Melawan Orang - Orang Kafir Merupakan Jihad Kecil, Tentu Mereka Yang Mengaku Sebagai Orang - Orang Yang Berilmu Tersebut Akan Mencontoh Apa Yang Telah Dilakukan Oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam. Pasti Mereka Akan Memulai Latihan Dengan Menanggung Hal Yang Mereka Anggap Kecil - Kecil Dulu, Baru Kemudan Hal Yang Besar, Lalu Yang Lebih Besar Lagi. Sehingga Meningkat Dari Yang Terendah Sampai Yang Tertinggi.

Jadi, Mulailah Dari Hal Yang Dianggap Kecil Tadi, Baru Yang Besar !!

Memang, Para Ulama Pun Tetap Mengakui Bahwa Melawan Hawa Nafsu Masih Merupakan Jihad, Tapi Bukan Berarti Kita Meninggalkan Jihad Dalam Arti Yang Sesungguhnya.
Memerangi Hawa Nafsu Memang Sangat Penting, Tapi Lebih Penting Lagi Memerangi Orang Kafir Yang Memerangi Islam. Jangan Sampai Kita Terlena Oleh Hal - Hal Yang Sifatnya Untuk Kepentingan Pribadi, Mengabaikan Kepentingan Ummat.
Kalau Kita Sibuk Memerangi Hawa Nafsu, Hanya Berdiam Diri Di Rumah Atau Di Masjid Atau Di Majlis - Majlis Ilmu Dan Dzikir, Lalu Siapa Yang Akan Memerangi Orang - Orang Kafir Yang Menghancurkan Islam. Jika Islam Hancur, Lalu Siapa Yang Salah???

Hadits Dho’if Tadi Juga Menyelisihi Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala,  :

لا يَسْتَوِي الْقَاعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ غَيْرُ أُولِي الضَّرَرِ وَالْمُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ عَلَى الْقَاعِدِينَ دَرَجَةً وَكُلا وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنَى وَفَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ عَلَى الْقَاعِدِينَ أَجْرًا عَظِيمًا

“. Tidaklah Sama Antara Mukmin Yang Duduk ( Yang Tidak Ikut Berperang ) Yang Tidak Mempunyai 'Uzur Dengan Orang - Orang Yang Berjihad Di Jalan Allah Dengan Harta Mereka Dan Jiwanya. Allah Melebihkan Orang - Orang Yang Berjihad Dengan Harta Dan Jiwanya Atas Orang - Orang Yang Duduk Satu Derajat.  Kepada Masing - Masing Mereka Allah Menjanjikan Pahala Yang Baik     ( Surga ) Dan Allah Melebihkan Orang - Orang Yang Berjihad Atas Orang Yang Duduk Dengan Pahala Yang Besar, ”  ( QS. An-Nisa ayat 95 )

Menyebut Perang Melawan Orang Kafir Sebagai Jihad Kecil Merupakan Suatu Pernyataan Yang Tidak Ada Satupun Dalil Yang Mendukungnya, Baik Dalil Dari Al-Qur’an Ataupun As-Sunnah. Jadi Pernyataan Tersebut Merupakan Pernyataan Yang Batil, Mengada - Ada Dan Hanya Merupakan Alasan Orang - Orang Yang Tidak Mau Berjihad. Itu Hanyalah Alasan Orang - Orang Yang Takut Terhadap Kematian Dan Lebih Mementingkan Urusan Dunia Dibandieng Dengan Urusan Dien Ini. Mereka Lebih Mencintai Kenikmatan Dunia Dibandieng Janji Allah Tentang Kenikmatan Jannah.

Walaupun Mereka Beralasan Dengan Berjuta Argumentasi Untuk Mendukung Pembenaran Ucapan Mereka, Pada Intinya Adalah Mereka Lebih Mencintai Kenikmatan Dan Kehidupan Dunia Dibandieng Dengan Kehidupan Dan Kenikmatan Akhirat, Sebagaimana Yang Diungkapkan Oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam  :

وَعَنْ ثَوْبَانَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ : «يُوْشِكُ اْلأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى اْلأَكَلَةُ إِلىَ قَصْعَتِهَا»، فَقَالَ قَائِلٌ: وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ؟ قَالَ: «بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيْرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزِعَنَّ اللهُ مِنْ صُدُوْرِ عَدُوِّكُمُ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللهُ فِيْ قُلُوْبِكُمُ اْلوَهْنَ»، فَقَالَ قَائِلٌ: يَا رَسُوْلَ اللهِ وَمَا اْلوَهْنُ؟ قَالَ: «حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَا هِيَةُ الْمَوْتِ» أَخْرَجَهُ أَبُوْ دَاوُدَ.
وَفِيْ رِوَايَةٍ لِأَحْمَدَ: «حُبُّكُمُ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَتُكُمُ الْقِتَالَ».
“  Dan Dari Tsauban Berkata, : Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Bersabda, :  “   Sebentar Lagi Bangsa - Bangsa Akan Mengeroyok Kalian Sebagaimana Orang - Orang Makan Mengelilingi Nampannya. ”   Ada Seseorang Bertanya,  : “ Apakah Karena Sedikitnya Jumlah Kami Ketika Itu? ”   Beliau Bersabda, :  “ Bahkan Ketika Itu Kalian Banyak, Akan Tetapi Kalian Seperti Buih Lautan. Sungguh Allah Akan Mencabut Rasa Takut Dari Dada Musuh - Musuh Kalian Terhadap Kalian Dan Allah Benar - Benar Akan Mencampakkan Sifat Wahn Di Dalam Hati - Hati Kalian. ”   Ada Seseorang Bertanya, :  “ Wahai Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, Apakah Wahn Itu? ”   Beliau Bersabda,  :  “  Cinta Dunia Dan Benci Mati. ” ( Dikeluarkan Abu Dawud ).

Dalam Riwayat Ahmad, :  “…Kecintaan Kalian Kepada Dunia, Dan Ketidak Sukaan Kalian Kepada Perang. ”
Hal Ini Pulalah Yang Difahami Oleh Abu Bakar As-Shiddiq Yang Merupakan Shahabat Yang Paling Utama, Sehingga Ketika Beliau Diangkat Sebagai Khalifah, Beliau Mengucapkan Kalimat Seperti Yang Tercantum Di Bawah Ini  :

وَبَعْدَ أَنْ بَايَعَ اْلمُسْلِمُوْنَ أَبَا بَكْرٍ الصِّدِّيْقِ بِاْلخِلاَفَةِ تَكَلَّمَ أَبُوْ بَكْرٍ فَحَمِدَ اللهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ بِالَّذِيْ هُوَ أَهْلُهُ ثُمَّ قَالَ: أَمَّا بَعْدُ أَيُّهَا النَّاسُ فَإِنِّي قَدْ وُلِّيْتُ عَلَيْكُمْ وَلَسْتُ بِخَيْرِكُمْ فَإِنْ أَحْسَنْتُ فَأَعِيْنُوْنِيْ، وَإِنْ أَسَأْتُ فَقَوِّمُوْنِيْ، اَلصِّدْقُ أَمَانَةٌ وَاْلكَذِبُ خِيَانَةٌ، وَالضَّعِيْفُ فِيْكُمْ قَوِيٌّ عِنْدِيْ حَتَّى أُرْجِعَ عَلَيْهِ حَقَّهُ إِنْ شَاءَ اللهُ، وَاْلقَوِيُّ فِيْكُمْ ضَعِيْفٌ حَتَّى آخُذَ اْلحَقَّ مِنْهُ إِنْ شَاءَ اللهُ، لاَ يَدَعُ قَوْمٌ اْلجِهَادَ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ إِلاَّ خَذَلَهُمُ اللهُ بِالذُّلِّ، وَلاَ تَشِيْعُ اْلفَاحِشَةُ فِي قَوْمٍ إِلاَّ عَمَّهُمُ اللهُ بِاْلبَلاَءِ، أَطِيْعُوْنِيْ مَا أَطَعْتُ اللهَ وَرَسُوْلَهُ، فَإِذَا عَصَيْتُ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَلاَ طَاعَةَ لِيْ عَلَيْكُمْ» رَوَاهُ ابْنُ إِسْحَاقَ، قَالَ ابْنُ كَثِيْرٍ: وَهَذَا إِسْنَادٌ صَحِيْحٌ.
“ Dan Setelah Kaum Muslimin Mengambil Sumpah ( Baiat ) Dari Abû Bakar Ash-Shiddiq Untuk Menjabat Sebagai Khalifah, Abû Bakar Berpidato. Maka Ia Memuji Allah Dan Menyanjung-Nya Sesuai Yang Pantas Bagi-Nya, Setelah Itu Ia Berkata,  :
“  Amma Ba‘du…Wahai Ummat Manusia,  Aku Telah Diangkat Sebagai Pemimpin Kalian Padahal Aku Bukanlah Yang Terbaik Di Antara Kalian.  Jika Aku Berbuat Baik,  Bantulah Aku.  Jika Aku Berbuat Buruk,  Luruskanlah Aku.  Kejujuran Adalah Amanah.  Dusta Adalah Pengkhianatan.  Orang Lemah Di Antara Kalian Adalah Kuat Bagiku Sampai Aku Kembalikan Hak Yang Menjadi Miliknya,  Insyâ Allah.  Orang Kuat Di Antara Kalian Adalah Lemah Bagiku,  Sampai Aku Mengambil Hak Yang Harus Ia Tunaikan,  Insya Allah.  Tidaklah Suatu Kaum Meninggalkan Jihad Di Jalan Allah Melainkan Allah Akan Mentelantarkan Mereka Dengan Kehinaan.  Dan Tidaklah Perbuatan Seronok Merajalela Pada Suatu Kaum Melainkan Allah Akan Meratakan Musibah Kepada Mereka.  Taatilah Aku Selama Aku Mentaati Allah Dan Rasul-Nya,  Jika Aku Bermaksiat Kepada Allah Dan Rasul-Nya Maka Tidak Ada Kewajiban Taat Bagi Kalian Kepadaku. ”                  ( Diriwayatkan Oleh Abu Ishaq, Ibnu Katsir Berkata, : " Ini Isnad-nya Shohih " ).
Itulah Ucapan Abu Bakar As-Shiddiq.  Beliau Menyatakan Bahwa Apabila Suatu Kaum Meninggalkan Jihad, Maka Allah Akan Menelantarkan Mereka Dengan Kehinaan.  Ini Merupakan Penjelasan Dari Hadits,  :

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ ا لله ُ عَنْهُمَا قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ يَقُوْلُ: «إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِاْلعِيْنَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ اْلبَقَرِ وَرَضِيْتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمُ اْلجِهَادَ سَلَّطَ اللهُ عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لاَيَنْزِعُهُ عَنْكُمْ حَتَّى تَرْجِعُوْا إِلَى دِيْنِكُمْ» أَخْرَجَهُ أَحْمَدُ وَأَبُوْ دَاوُدَ
“ Dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu 'Anhu Berkata, : " Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam  Bersabda, :  “ Jika Kalian Berjual Beli Dengan Sistem ‘Inah ( Sejenis Riba, pen. ),  Kalian Memegang Ekor - Ekor Sapi,  Kalian Senang Dengan Cocok Tanam,  Kemudian Kalian Meninggalkan Jihad,  Allah Akan Timpakan Kehinaan Kepada Kalian Yang Kehinaan Itu Tidak Akan Dia Cabut Dari Kalian Sampai Kalian Kembali Kepada Agama Kalian. ”  ( Dikeluarkan Oleh Abu Dawud Dan Tirmizi )

Jadi Intinya Orang Yang Tidak Mau Dan Enggan Berjihad Dengan Alasan Apapun Juga, Hal Itu Disebabkan Karena Kecintaan Mereka Terhadap Dunia Dan Kebencian Mereka Terhadap Akhirat.
Ini Merupakan Ciri Dan Sifat Dari Orang Yang Tidak Beriman Kepada Allah Dan Juga Tidak Beriman Kepada Hari Akhirat. Padahal Hal Ini Merupakan Bagian Dari Rukun Iman. Apabila Rukun Iman Yang Enam Ada Dalam Dirinya Secara Utuh, Maka Dia Disebut Sebagi Orang Yang Beriman. Tapi Apabila Hilang Satu Saja Dari Dirinya Atau Bahkan Lebih Dari Satu, Maka Telah Hilang Keimanan Dari Dirinya Dan Dia Tidak Berhak Disebut Sebagai Orang Yang Beriman.

Lagi Pula, Orang Yang Berjihad Melawan Hawa Nafsunya Dengan Sungguh - Sungguh Sampai Berhasil Menaklukkannya, Pasti Akan Bersegera Untuk Melaksanakan Perintah Allah ‘Azza Wa Jalla Untuk Segera Memerangi Orang - Orang Kafir. Sedangkan Orang Yang Tidak Mau Ikut Memerangi Orang - Orang Kafir, Pada Dasarnya Mereka Bukanlah Orang Yang Berjihad Melawan Hawa Nafsu Dalam Rangka Melaksanakan Perintah Allah.
Mereka Hanya Mencari - Cari Alasan Dan Berkilah.

Maka Jelaslah, Barangsiapa Berdalih Dengan Alasan Bahwa Jihad Terbesar Adalah Memerangi Hawa Nafsu Untuk Membenarkan Sikap Berpangku Tangan Mereka Dari Memerangi Orang - Orang Kafir, Merupakan Kilah Syetan Yang Ujung - Ujungnya Akan Memalingkan Kaum Muslimin Untuk Tidak Berjihad Melawan Musuh - Musuh Mereka Dari Kalangan Orang - Orang Kafir Dan Musyrik.

Pada Dasarnya Mereka Adalah Orang - Orang Yang Apabila Urusan Dunia Mereka Diusik, Mereka Akan Bangkit Dengan Segera, Tetapi Apabila Mereka Melihat Agama Ini Hancur Akibat Serangan Orang - Orang Kafir, Hati Dan Badan Mereka Samasekali Tidak Akan Tergerak Untuk Membela Agama. Mereka Pada Hakikatnya Adalah Orang - Orang Yang Dayus, Yaitu Orang Yang Sudah Tidak Mempunyai Lagi Ghirah ( Rasa Cemburu ) Terhadap Dien Ini.

Ummat Telah Ditimpa Penyakit  " Orang - Orang Menyimpang "  Yang Telah Dikunci Mati Hatinya. Mereka Mengatakan ---Baik Dengan Lisan Maupun Sikap--- Perkataan Keji, Menyesatkan Dan Bertolak Belakang Dengan Kedua Wahyu Maupun Fitrah Yang Sehat. Mereka Mengatakan ;  Tidak Ada Jihad…Yang Ada Hanyalah Dakwah.
Mereka Menihilkan Kewajiban Jihad Dengan Alasan - Alasan Sepele Dan Permainan Logika;  Yang Sebenarnya Sama Sekali Tidak Berdasar Akal Yang Sehat ( Logis )!  Mereka Membutakan Diri Dari Dalil - Dalil Syariat.
Mereka Menyelewengkan Makna Dalil - Dalil Syariat, Supaya Sesuai Dengan Hawa Nafsu Mereka Yang Membuang Jihad Dari Kamus Rasio Mereka. Mereka Menyelewengkan Istilah Jihad, Maka Muncul Istilah Jihad Pena, Jihad Dakwah Dan Jihad Dialog, Bahkan Istilah Jihad Budaya Yang Tidak Dikenal Dalam Istilah Para Pendahulu Ummat Ini.

Istilah - Istilah Ini Benar, Seandainya Diletakkan Pada Tempatnya. Sayang, Semuanya Digunakan Untuk Membuang  " Perang ".  Mereka Tidak Mempunyai Hujah Yang Jelas.  Pendapat Mereka Gugur,  Bertabrakan Dengan Nash - Nash Yang Sharih ( Tegas ),  Fitrah Yang Lurus Dan Akal Sehat.  Ada Lagi Kelompok Ganjil Lainnya,  Mereka Membuat Teori - Teori Jihad,  Padahal Mereka Sendiri Tidak Berjihad ( Qa'idun ).

Mereka Mengklasifikasikan Jihad Dan Mujahidien,  Sementara Mereka Dalam Buaian Istri - Istri Mereka.  Mereka Berada Diatas Kasur Dan Sofa Yang Empuk.
Mereka Berkata,  ;  “ Tidak Ada Jihad Hari Ini,  Ummat Islam Lemah,  Ummat Islam Dalam Kondisi Dhu’afa.  Kondisi Ummat Sama Persis Dengan Fase Makkah, Maka Wajib Menahan Diri,  Mencukupkan Diri Dengan Sabar Dan Dakwah.
Jihad Membuat Hasil - Hasil Dakwah Kita Selama Belasan Tahun Sirna Begitu Saja.  Maslahat Menuntut Kita Menunda Jihad.
Seluruh Arrgumentasi Mereka Tegak Di Atas Dasar Logika Semata, Tidak Mampu Bertahan Bila Dihadapkan Dengan Nash - Nash Yang Sharih Dan Fitrah Yang Lurus.

Nabi Shallallahu  'Alaihi Wa Sallam Memberitahu Kita,  Akan Adanya Sekelompok Ummat Islam Yang Senantiasa Menang Dan Berjihad Di Jalan Allah.  Beliau Memberitahu Kita,  Bahwa Jihad Akan Senantiasa Berlangsung Sampai Hari Kiamat.
Beliau Memberitahu Kita,  Bahwa Kelemahan Dan Kehinaan Yang Menimpa Kita Saat Ini...Adalah Disebabkan Karena Meninggalkan Jihad,  Mencintai Dunia Dan Takut Mati.  Bagaimana Kita Mengharapkan ‘Izzah Dan Kekuatan Dengan Meninggalkan Jihad ?
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ يَقُوْلُ: «إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِاْلعِيْنَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ اْلبَقَرِ وَرَضِيْتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمُ اْلجِهَادَ سَلَّطَ اللهُ عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لاَيَنْزِعُهُ عَنْكُمْ حَتَّى تَرْجِعُوْا إِلَى دِيْنِكُمْ» أَخْرَجَهُ أَحْمَدُ وَأَبُوْ دَاوُدَ
“ Dari Ibnu ‘Umar h Berkata, : " Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Bersabda, :  “ Jika Kalian Berjual Beli Dengan Sistem ‘Inah ( Sejenis Riba, pen. ), Kalian Memegang Ekor - Ekor Sapi,  Kalian Senang Dengan Cocok Tanam, Kemudian Kalian Meninggalkan Jihad,  Allah Akan Timpakan Kehinaan Kepada Kalian Yang Kehinaan Itu Tidak Akan Dia Cabut Dari Kalian Sampai Kalian Kembali Kepada Agama Kalian. ”  ( Dikeluarkan Oleh Abu Dawud Dan Tirmizi )

Fase Makkah Yang Selalu Mereka Suarakan Di Telinga Kita Ini,  Benarkah Menimpa Keseluruhan Ummat Islam ???

Bukankah Beliau Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Menyatakan Akan Adanya Sekelompok Ummat Islam Yang Senantiasa Berjihad Di Jalan Allah Dan Meraih Kemenangan.

لاَ تَزَالُ طَائِفَةّ مِنْ أُمَتِي يُقَاتِلُوْنَ عَلَى الْحَقِ ظَاهِرِيْنَ إِلَى يَوْمِ اْلِقيَامَةِ
“ Akan Senantiasa Ada Satu Kelompok Dari Ummatku Yang Berperang Di Atas Kebenaran Mereka Senantiasa Dzohir Sampai Hari Kiamat. ”
Perhatikan Sabda Beliau, :  " Berperang ",  Yang Merupakan Penegasan Dari Beliau,  Bahwa Sesungguhnya Akan Ada Ummat Beliau Yang Berperang Sampai Hari Kiamat Untuk Membela Kebenaran ( Islam ).
Dari Yazid Bin al-Asham Ia Berkata,  : " Saya Mendengar Mu'awiyah Bin Abi Sufyan Menyebutkan Sebuah Hadits Yang Ia Dengar Dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam,  Yang Belum Saya Dengar.  Ia Mendengar Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Dari Atas Mimbar Bersabda,  :  "  Barang Siapa Yang Allah Kehendaki Pada Dirinya Kebaikan,  Allah Akan Menjadikannya Paham Agama. Dan Akan Senantiasa Ada Sekelompok Ummat Islam Yang Berperang Di Atas Kebenaran.  Mereka Meraih Kemenangan Atas Orang - Orang Yang Memusuhi Mereka,  Sampai Hari Kiamat. "
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Bersabda, :

لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي قَا ئِمَةً بِأَمْرِاللهِ لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ اَوْ خَالَفَهُمْ حَتَّى يَأْ تِيَ أَمْرُاللهِ وَهُمْ ظَاهِرُوْنَ عَلَى النَّاسِ

"Akan Senantiasa Ada Sekelompok Ummatku Yang Menegakkan Perintah Allah. Tidak Membahayakan Mereka Orang - Orang Yang Mencela Atau Menyelisihinya Sampai Datang Keputusan Allah Dan Mereka Tetap Nampak Diatas Ummat Ini. " ( Hadits Riwayat. muslim )
Perhatikan,  Nash Yang Menunjukkan  " perang ".  Bahkan,  Ditambahkan  ; Orang - Orang Yang Menyelisihi Tidak Akan Mampu Membahayakan Kelompok Yang Berperang Tersebut.  Seluruh Hadits Di Atas, Diriwayatkan Oleh Imam Muslim Dalam Shahihnya.

Bukankah Orang Yang Berperang,  Berhak Menganggap Dirinya Termasuk Dalam Kelompok Yang Berperang Dan Tidak Termasuk Dalam Kategori Fase Makkah ?
Kenapa Dari Fase Makkah,  Hanya Diambil Hukum  " Menahan Diri Tidak Berperang "   Semata,   Sementara Hukum - Hukum Lain Semisal  ;  Tidak Beramar Ma'ruf Nahi Munkar,  Sholat Dua Raka'at,  Tidak Shaum,  Tidak Zakat, Dan Hukum - Hukum Lain Yang Sangat Terkenal ;  Tidak Diambil ?  Kenapa Tidak Adanya Hukum Hudud,  Halalnya Khamr,  Dan Hukum - Hukum Lainnya Tidak Diambil ? Jika Menurut Mereka Hukum Syariat Telah Sempurna…Kenapa Jihad Dikeluarkan ( Dikecualikan ) Dari Kesempurnaan Syariat ?

عَنْ سَلَمَةَ بْنِ نُفَيْلٍ اَلْكِنْدِي قَا لَ : كُنْتُ جَالِسًا عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ فَقَالَ رَجُلٌ : يَا رَسُوْلَ اللهِ, أَذَالَ النَّاسُ الْخَيْلَ وَوَضَعُوالسِّلاَحَ, وَقَالُوْ: لاَ جِهَادَ, قَدْ وَضَعَتِ الْحَرْبُ اَوْزَارَهَا! فَأَقْبَلَ رَسُوْلُ اللهِ بِوَجْهِهِ وَقَالَ كَذَّبُوْا ! ألآنَ! ألآ نَ! جَاءَ لْقِتَالُ.وَلاَ يَزَالُ مِنْ اُمَّتِي أُمَّةٌ يُقَاتِلُوْنَ عَلَى الْحَقِّ وَيُزِيْغُ اللهُ لَهُمْ قُلُوْبَ أَقْوَامِ وَيَرْزُقُهُمْ مِنْهُمْ حَتَّى تَقُوْمَ السَّاعَةُ وَحَتَّى يَأْ تِيَ وَعْدُاللهِ. وَلْخَيْلُ مَعْقُوْدَ ةٌ فِي نَوَاصِيْهَا الْخَيْرُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
“ Dari Salamah Bin Nufail Al- Kindi Ia Berkata, :  “ Saya Duduk Di Sisi Nabi , Maka Seorang Laki - Laki Berkata, :  “ Ya Rasulullah,  Manusia  Telah  Meninggalkan Kuda  Perang  Dan  Meletakkan  Senjata,  Mereka  Mengatakan,  :  “  Tidak  Ada Jihad  Lagi,  Perang  Telah  Selesai ”.   Maka  Rasulullah  Menghadapkan Wajahnya  Dan  Berkata, :  “ Mereka Berdusta!!!  Sekarang!  Sekarang!  Perang Telah  Tiba.  Akan  Senantisa  Ada  Dari  Ummatku,  Ummat  ( Golongan )  Yang Berperang  Di  Atas  Kebenaran.  Allah  Menyesatkan  Hati - Hati  Sebagian Manusia  Dan  Memberi  Rizki  Ummat  Tersebut  Dari  Hamba - Hambanya  Yang Tersesat  ( Ghonimah ).  Begitulah  Sampai  Datangnya  Hari  Kiamat  Dan  Sampai  Datangnya  Janji  Allah.  Dan  Pada  Ubun - Ubun  Kuda  Akan  Senantiasa Tertambat  Kebaikan  Sampai  Hari  Kiamat ”.   ( Hadits Riwayat.  Nasa-I,  Shohih Sunan Nasa-I 3333,  Silsilah Al-Hadits  Shohihah No. 1991 )

Lihat Dan Perhatikan Hadits Di Atas.  Dalam Hadits Tersebut Jelas Sekali,  Bahwa Ketika Ada Seorang Laki - Laki Yang Mengatakan,  :  “ Ya Rasulullah,  Manusia Telah Meninggalkan Kuda Perang Dan Meletakkan Senjata, Mereka Mengatakan , :  “  Tidak  Ada  Jihad  Lagi,  Perang  Telah  Selesai ”.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam  Sangat  Marah,  Dan  Mengatakan Bahwa  Mereka  Adalah  Pendusta!  Jadi  Orang  Yang  Mengatakan  Tidak  Ada Jihad,  Kemudian  Mereka  Meninggalkan  Kuda  Perang  Dan  Meletakkan Senjata,  Rasul  Menyebut  Mereka  Sebagai  Pendusta.

Kemudian Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam  Menyatakan  Bahwa Sekarang !  Sekarang !  Perang  Telah  Tiba.  Itulah  Pernyataan  Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam.  Barangsiapa  Menyelisihi  Ucapan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam,  Apakah  Dia  Pantas  Mengaku  Sebagai  Ummat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam ?

 Rasulullah Shallallahu 'Alahi Wa Sallam Bersabda,  :  "  Demi  Dzat  Yang  Jiwa Muhammad  Ada  Di TanganNya,  Aku  Sangat  Ingin  Berperang  Di Jalan  Allah Dan  Terbunuh,  Kemudian Berperang  Lagi  Dan  Terbunuh,  Kemudian  Berperang  Lagi  Dan  Terbunuh.  "   (  Hadits  Riwayat  Bukhari  Dan  Muslim  ).

Syaikh Abdul Akhir Hammad Berkata, :  “  Memang  Jihad  Dalam  Islam Mencakup  Jihad  Melawan  Syetan,  Hawa  Nafsu  Dan  Godaan  Dunia.  Akan Tetapi  Yang  Paling  Tinggi  Adalah  Memeragi  Musuh - Musuh  Allah  Dengan Pedang  Dan  Tombak.  Dan  Inilah  Puncak  Ketinggian  Islam,  Dan  Ini  Pula Lah Yang  Dimaksud  Dengan  Jihad  Kalau  Diungkapkan  Secara  Mutlak  ( Berdiri Sendiri ). ”

Jadi,  Segala  Bentuk  Jihad, Baik  Jihad  Melawan  Hawa  Nafsu,  Syetan  Atau Godaan  Dunia  Disyari’atkan  Dalam  Islam,  Bahkan  Segala  Bentuk  Jerih  Payah  Dalam  Rangka  Beribadah  Kepada  Allah  Adalah  Bagian  Dari  Jihad, Namun  Bukan  Yang  Dimaksud  Pada  Ayat - Ayat  Dan  Hadits - Hadits  Yang Menerangkan  Jihad  Secara  Mutlak,  Baik  Hukum - Hukum  Yang  Berlaku Padanya  Maupun  Keutamaan - Keutamaannya.

  •  
  •  
=====================================================

Kedudukan Hadits Jihad yang Paling Besar adalah Memerangi Hawa Nafsu
Posted on 21/01/2012 by Fadhl Ihsan

Tanya:
Hadits tentang jihad yang paling besar adalah jihad melawan hawa nafsu. Apakah hadits itu shohih ?

Aswin
Karawang Jawa Barat

Jawab:
Berkata Ibnu Rajab dalam Jami’ul ‘Ulum Wal Hikam hal. 369 (Tahqiq Thoriq bin ‘Iwadhullah) : “Ini diriwayatkan secara marfu’ dari hadits Jabir dengan sanad yang lemah, dan lafazhnya :
قَدِمْتُمْ مِنَ الْجِهَادِ الْأَصْغَرِ إِلَى الْجِهَادِ الْأَكْبَرِ قَالُوْا وَمَا الْجِهَادُ الْأَكْبَرُ قَالَ مُجَاهَدَةُ الْعَبْدِ لِهَوَاهُ
“Kalian datang dari jihad kecil menuju jihad besar. (Mereka) berkata : “Apakah jihad besar itu ?”. beliau menjawab : “Jihadnya seorang hamba melawan hawa nafsunya”.”
Dan Syaikh Al-Albany rahimahullah menyebutkan hadits di atas dalam Silsilah Ahadits Adh-Dha’ifah no. 2460 dan memberikan vonis terhadap hadits tersebut sebagai hadits “Mungkar”. Dan dari uraian beliau diketahui bahwa hadits ini dikeluarkan oleh Abu Bakr Asy-Syafi’iy dalam Al-Fawa`id Al-Muntaqoh, Al-Baihaqy dalam Az-Zuhd, Al-Khatib dalam Tarikh-nya dan Ibnul Jauzy dalam Dzammul Hawa, dan juga dipahami bahwa selain dari Ibnu Rajab, hadits ini juga dilemahkan oleh Al-Baihaqy, Al-’Iraqy dalam Takhrijul Ihya` dan Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Takhrijul Kasysyaf.
Adapun yang laris dikalangan banyak penceramah dan khatib jum’at bahwa Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam mengucapkan hadits di atas pada perang Tabuk dengan lafazh :
رَجَعْنَا مِنَ الْجِهَادِ الْأَصْغَرِ إِلَى الْجِهَادِ الْأَكْبَرِ جِهَادُِ النَّفْسِ
“Kita telah kembali dari jihad kecil menuju jihad besar (yaitu) melawan diri sendiri”.
Kata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al-Fatawa 11/197 : “La ashla lahu (hadits tidak asalnya), dan tidak seorangpun dari Ahlul Ma’rifah (orang-orang yang punya pengetahuan) terhadap ucapan-ucapan Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam dan perbuatannya yang meriwayatkannya. Dan jihad (melawan) orang kafir adalah termasuk amalan yang paling agung bahkan ia seutama-utama yang seorang insan bertathawu’ (beribadah sunnah) dengannya…”.
Hal yang serupa dikemukakan oleh Syaikh Muhammad ‘Amr bin ‘Abdul Lathif dalam Tabyidh Ash-Shohifah Bi Ushul Al-Ahadits Adh-Dho’ifah hal 76 hadits no. 25.
Dan asal hadits di atas adalah ucapan Ibrahim bin Abi ‘Ublah sebagaimana dalam biografi beliau dari kitab Tahdzibul Kamal karya Al-Hafizh Al-Mizzy dan Siyar A’lam An-Nubala` karya Al-Hafizh Adz-Dzahaby. Berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Tasdidul Qaus sebagaimana dalam Kasyful Khafa` 1/434-435/1362 karya Al-Ajluny : “Ia (hadits ini) adalah masyhur pada lisan-lisan manusia dan ia adalah dari ucapan Ibrahim bin Abi ‘Ublah dalam Al-Kuna karya An-Nasa`i”.
Dan Syaikh Muhammad ‘Amr bin ‘Abdul Lathif menyebutkan bahwa perkataan Ibrahim bin Abi ‘Ublah diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asakir dari jalan An-Nasa`i dan beliau menghasankan sanadnya. Wallahu Ta’ala A’lam.

[Dinukil dari majalah An-Nashihah edisi 7, rubrik: Masalah anda]