Senin, 18 Juni 2012


KERACUAN DAN KESESATAN
 PANCASILA

“Pancasila sebagai filsafat negara itu bagi kami adalah kabur dan tak bisa berkata apa-apa kepada jiwa Ummat Islam yang sudah mempunyai dan sudah memiliki satu ideologi yang tegas, terang, dan lengkap, dan hidup dalam kalbu rakyat Indonesia sebagai tuntutan hidup dan sumber kekuatan lahir dan bathin, yakni Islam. Dari ideologi Islam ke Pancasila bagi Ummat Islam adalah iBarat melompat dari bumi tempat berpijak ke ruang hampa, Vacuum, tak berhawa”.
 Dr. Muhammad Natsir1

I. PENDAHULUAN

Islam sebagai ideologi universal telah menempatkan dirinya pada kedudukan teratas dari ideologi-ideologi lainnya di dunia ini. Ini disebabkan karena konsepsi Islam yang fitri (sesuai dengan fitrah manusia) dan tetap up to date sepanjang zaman, tidak pernah mengalami perubahan-perubahan dalam konsepsinya. Tidak seperti komunisme, sosialisme, kapitalisme ataupun liberalisme dan semua isme-isme manusiawi lainnya yang telah gagal dalam misinya, karena ajaran-ajarannya yang tidak sesuai dengan harkat kemanusiaan2. Kehancuran dan kerusakan di muka bumi yang sudah meluas, tidak lain disebabkan oleh kegagalan sistem manusiawi tersebut dalam menjalankan misinya. Dengan mengatasnamakan kemajuan, mereka telah mengembangkan pengetahuan tanpa tujuan yang jelas dan akhirnya akan mendatangkan malapetaka bagi manusia dan lingkungannya. Dengan gagalnya isme-isme ini dengan segala krisis dan pfroblematika yang ditimbulkannya kepada manyarakat moderen, maka hanya Islam-lah sistem, ideologi, falsafah maupun way of live yang dapat mengatasi nestapa manusia abad moderen ini. Karena dalam sejarahnya Islam telah terbukti melahirkan manusia-manusia unggul dan agung yang belum tertandingi sampai saat ini3.
 Tapi sangat disayangkan, pada saat ini justru ummat Islam di penjuru dunia mengalami berbagai bentuk krisis yang sangat kronis, dan krisis yang paling utama adalah krisis aqidah (keyakinan). Aqidah adalah salah satu ajaran Islam yang paling mendasar, karena aqidah inilah seseorang dikatakan Muslim atau kafir, di terima atau di tolak amalannya oleh Allah Azza wa Jalla. Hal ini terjadi akibat kesalahan ummat Islam yang telah jauh meninggalkan konsepsi-konsepsi Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Mereka lebih bangga mengulas filsafat-filsafat jahiliyah dari Barat, daripada ayat-ayat Allah dan sabda Rasulullah Saw.. Generasi muda Islam didikan Barat sangat memprihatinkan, mereka tidak segan-segan mengkrompomikan konsepsi-konsepsi Islam yang diturunkan Allah dengan konsepsi-konsepsi jahiliyah ciptaan orang-orang kafir dari Barat maupun Timur, hal ini dilakukan hanya untuk menguatkan dan mempertahankan ide-ide sesat mereka. Dikompromikannya konsepsi Islam dengan konsepsi jahiliyah bukannya berakibat baik, namun hal ini adalah kehancuran total bagi Islam dan ummatnya, karena Islam adalah Dien yang sempurna, tidak membutuhkan tambahan-tambahan konsep-konsep jahiliyah sesat. Para didikan Barat ini, seorang Muslim namun berfikiran kafir, menjadi corong yang menjajakan ide-ide kafir di negeri asal mereka kepada masyarakat awam yang terbiasa dengan sistem Islam4.
 Satu-satunya yang dapat menyelamatkan ummat Islam dewasa ini dari kesesatannya adalah kembali kepada Al Qur’an dan sunah Rasulullah, menyeleksi semua konsep dengannya. Rasulullah Saw. bersabda: “Aku tinggalkan kamu dua perkara, jika kamu berpegang teguh kepada keduanya,maka kamu tidak akan sesat untuk selama-lamanya,yaitu Kitabullah (Al Qur’an) dan sunah Rasulullah”. (HR. Bukhori Muslim).
 Khususnya di Indonesia, pada saat ini Islam sedang mengalami suatu cobaan yang demikian berat dan hebatnya, antara kepentingan Allah dan Rasul-Nya dengan penguasa Indonesia yang menjadikan Pancasila sebagai dasar negara dan pedoman hidup rakyat Nusantara. Hal ini menyangkut masalah aqidah ummat Islam. Banyak pertentangan yang terjadi dikalangan Ulama, karena keinginan penguasa. Ulama yang menjadi figur dan ikutan dalam tatanan masyarakat Indonesia, ada yang pro dan ada yang kontra. Islam melarang keras ummatnya untuk bertaqlid buta pada seorang Ulama yang belum tentu benar, karena Rasulullah mengatakan ada pula Ulama yang syu’ (brengsek). Hanya kepada Al Qur’an dan Sunahlah seseorang Muslim harus tunduk.
 Untuk itulah dalam rangka meluruskan aqidah ummat Islam khususnya yang berada di Nusantara, apakah Pancasila bertentangan atau tidak dengan Islam, maka perlu suatu analisa mendalam berdasarkan pada Al Qur’an dan Al-Sunnah, seandainya tidak bertentangan, ummat Islam menerimanya dengan tulus dan ikhlas, jika ternyata bertentangan, harus dibuang jauh-jauh dan berusaha dengan sekuat tenaga untuk mempertahankan Islam sampai titik darah penghabisan.

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”. (Ali Imran: 102)
 Mempertahankan eksestensi Islam adalah kewajiban seluruh ummat manusia yang telah berikrar sebagai seorang Muslim, dimanapun ia berada. Ummat Islam wajib bangkit mempertahankan agamanya dan bangun untuk menyingkap kabut jahiliyah yang berada di depan mereka.

II. Islam dan Pancasila: Sebuah Analisa

1. Pendahuluan

Islam adalah suatu aturan hidup yang mengatur segala aspek kehidupan, baik secara individual maupun collective (masyarakat). Untuk menyatakan suatu benar ataupun salah, seorang yang telah menyatakan dirinya sebagai Muslim, tidak sewajarnyalah meninggalkan konsep yang telah tesirat dalam Al Qur’an dan sunah, karena inilah dasar obyektif untuk menyatakan kesalahan dan kebenaran suatu konsepsi. Al Qur’an diturunkan Allah adalah untuk membedakan antara yang haq dan yang bathil. Allah berfirman:

“(beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur”. (Al Baqarah: 185)

Seorang yang telah menyatakan dirinya sebagai seorang Muslim, dia wajib tunduk dan patuh kepada Allah dan Rasul-Nya, tidak diizinkan sama sekali mencampur adukan antara yang haq dengan yang bathil. Allah berfirman:

“Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui”. (Al Baqarah: 42)

Seorang Muslim harus mengakui secara mutlaq, bahwa kebenaran itu datangnya hanya dari sisi Allah Yang Maha Perkasa saja dan tidak ragu-ragu dalam hal ini. Allah berfirman:

“Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu”. (Al Baqarah: 147)

Untuk menguji keyakinan hamba-Nya, Allah memberikan kebebasan untuk memilih jalan yang dikehendakinya, apakah ia memilih golongan iman atau golongan kafir. Kedua golongan ini tidak pernah bertemu selamanya, karena berbeda awal dan tujuannya, kedua golongan ini akan bertemu di medan laga untuk mempertahankan masing-masing ideologi yang dianutnya. Allah berfirman :

“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui”. (Al Baqarah: 256) “Allah pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”. (Al Baqarah: 257)

“Syaitan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah; mereka itulah golongan syaitan. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan syaitan itulah golongan yang merugi”. (Al Mujadilah: 19)

“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Meraka Itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung”. (Al Mujadilah: 22)

Setelah memperhatikan ketiga ayat diatas, dapatlah kita simpulkan bahwa di dunia ini ada dua golongan yang tidak pernah bersatu selamanya, yaitu golongan Allah dan golongan Syaiton. Di dalam kitabnya yang masyhur Ibn Thaymiyah membaginya menjadi Auliya’ Allah dan Auliya’ Syaithan (Al-Farq Baina Auliya Allah wa Auliya al-Syaithon).

Golongan Allah yang disebut sebagai orang-orang beriman, berwali hanya kepada Allah semata, menyerahkan semua hidup dan matinya untuk Dia, mentaati semua perintah-Nya dengan tulus dan ikhlas. Bentuk sistemnya adalah tunggal, yaitu Islam dengan segala aspeknya yang telah sempurna, bersumber pada wahyu Illahi yaitu Al Qur’an dan sunah Rasulullah. Sistem yang dianut kelompok iman ini bersifat universal dan mutlak kebenarannya, sesuai dengan segala perkembangan zaman dan waktu, tidak pernah menjadi perubahan-perubahan mendasar dalam ajarannya, karena ajaran Islam ini sesuai dengan fitrah dan kebutuhan manusia dulu dan sekarang, ini akan melahirkan suatu keseimbangan, kebaikan didunia ini. Tujuan akhir dari golongan ini adalah ridho Allah dengan mendapatkan Jannah dengan segala macam kenikmatannya, itulah janji Allah kepada hamba-Nya yang taat dan patuh kepada-Nya.

Sedangkan golongan Syaiton (kafir) adalah sebaliknya, ia berwali kepada Thaghut5 yang terdiri dari jin dan manusia, ia taat dan patuh kepada semua yang diperintahkannya, tidak terkecuali perintah itu salah atau benar, ia mengharapkan sesuatu darinya, padahal thaghut ini tidak mempunyai kekuatan sedikitpun untuk berbuat mudharat dan manfaat kepada manusia, tanpa seizin Allah Yang Maha Perkasa. Bentuk sistemnya beraneka ragam, terutama yang telah memisahkan peranan Allah SWT. dalam kehidupan dunia (sekuler) seperti Komunisme, kapitalisme, marxisme6, nasionalisme, liberalisme dan macam-macam isme-isme sejenis lainnya. Dasar daripada sistem-sistem ini adalah ro’yu atawa filsafat hasil berfikir orang-orang yang ingkar kepada Allah yang berasal dari Barat maupun dari Timur, semua fikiran yang dihasilkannya adalah jahiliyah, karena tidak berdasarkan pada wahyu dan petunjuk Illahi, diotak atik oleh akal yang sangat terbatas kemampuannya, sistem ini tidak konstan, selalu berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan zaman (relatif). Teori yang didukung hari ini mungkin besok akan dijungkir balikkan oleh pendukungnya sendiri, kebenarannya masih diragukan dikalangan penganut-penganutnya. Karena berdasarkan persangkaan semata, sistem ini mengakibatkan kerusakan dimuka bumi ini, satu sistem dengan sistem yang lainnya saling serang menyerang dengan ganasnya. Tujuan akhir dari golongan ini adalah An-nar (neraka), inilah ancaman Allah kepada golongan yang ingkar kepada perintah-perintah-Nya, dan selalu mengikuti hawa nafsunya yang rendah.

2. Kedudukan Pancasila Dalam Pandangan Islam
 Sehubungan dengan kedudukan Pancasila dalam Islam, banyak terjadi perbedaan pendapat dikalangan kaum Muslimin. Ada yang berpendapat bahwa Pancasila adalah bagian yang tidak terpisahkan dari Islam karena ajaran-ajarannya mencerminkan ajaran Islam. Pendapat ini utamanya dianut oleh kalangan neo-moderenis Islam seperti Nurcholish Madjid, Abdurrahman Wahid, Ulil Abshar Abdala, dan lainnya yang menyamakan Pancasila dengan Piagam Madinah. Namun disatu fihak ada yang menyatakan bahwa Pancasila yang dijadikan sebagai dasar berbangsa dan bernegara di Indonesia bertentangan dengan ajaran Islam sehingga tidak dapat diterima kaum Muslimin. Bahkan Pancasila telah menimbulkan krisis keyakinan dan dapat menghantarkan kepada perbuatan syirik dan murtad sebagaimana dikemukakan kalangan fundamentalis Islam. Bertolak dari kontraversi di atas, diperlukan sebuah analisa yang jujur dan adil tentang Pancasila menurut ajaran Islam, baik landasan filsafatnya maupun materi-materi yang terkandung serta pelaksanaanya di Indonesia.
 Berangkat dari paradigma terdahulu, terutama uraian dan skema diatas, dimanakah kedudukan Pancasila, apakah dikelompok iman ataukah dikelompok kafir? Dan untuk menyatakan benar dan salahnya Pancasila, diperlukan sebuah analisa mendalam tidak cukup hanya dari satu segi saja, melainkan harus dari beberapa segi, diantaranya adalah:

1. Segi Historis (Kronologis)

2. Segi Yuridis

3. Segi Materil

4. Segi Fungsional.

1. Segi Historis (Kronologis)

Sejarah, salah satu bukti autentik yang tidak bisa dikelabui oleh siapapun, karena ia merupakan peristiwa yang telah tejadi pada masa lalu yang dicatat oleh para ahli. Sementara waktu sejarah boleh ditutup-tutupi, namun suatu saat pasti akan terlihat mana yang benar dan mana yang salah.
 Pada permulaan pembentukan Pancasila tersebutlah BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang bertugas untuk mengkoordinir kemerdekaan Indonesia yang dibuat oleh pemerintah Jepang dengan ketuanya DR. Rajiman. Disana dibahas dasar negara Indonesia, apakah negara berdasarkan Islam, Komunisme, nasionalisme, atau lainnya untuk tidak menyulitkan dibentuklah tim yang disebut panitia sembilan bertugas untuk merumuskan dasar negara. Saat itu terkenallah Abi Kusno Cokrosuyoso cs dari kelompok Islam dan Soekarno cs dari kelompok nasionalis serta A. Maramis dari kelompok Kristen. Terjadilah adu argumentasi yang cukup tegang, terutama dari pihak Islam dengan pihak nasionalis yang hendak menjadikan ideologinya masing-masing sebagai dasar negara.

Setelah bersidang beberapa lama, panitia sembilan telah berhasil merumuskan dasar negara Indonesia, dan pada tanggal 22 Juni 1945 BPUPKI mengesahkannya dengan nama Piagam Jakarta yang mencantumkan kewajiban bagi ummat Islam untuk menjalankan syariatnya. Tetapi Soekarno berargumentasi lain, di berujar bahwa pihak Islam menerima dengan ragu-ragu rumusan Piagam Jakarta yang dikatakan sebagai dasar negara sementara, sambil memberikan catatan: Nanti setelah merdeka akan dibahas lagi dalam Konstituante. Pada tanggal 18 Agustus 1945, sehari setelah kemerdekaan, dengan alasan yang dicari-cari, Piagam Jakarta diganti dengan dihapuskannya kewajiban menjalankan syariat Islam. Dengan kesabaran sekali lagi, kaum Muslimin memberikan toleransi demi keutuhan dan kemerdekaan bangsa Indonesia yang baru berumur sehari. Setelah merdeka dan diadakan pemilihan umum yang bebas pada tahun 1955, dan terbentuknya konstituante yang membahas kembali dasar negara, namun secara sepihak kelompok nasionalis yang diwakili Soekarno membubarkan Konstituante ketika dasar negara yang sesuai dengan Islam hampir disepakati dan diganti dengan Pancasila dan UUD 45.

Setelah melihatnya jalan terbentuknya Pancasila, dapat kita ambil suatu kesimpulan, bahwa diterimanya Pancasila sebagai dasar negara oleh wakil-wakil Islam karena keterpaksaan, hanya untuk sementara waktu saja, yang penting Indonesia merdeka dari cengkraman penjajah kafir berkat kelihaian kelompok nasionalis dengan semua janji-janji muluknya. Mereka (wakil-wakil Islam) lebih kecewa lagi setelah tujuh kata dalam Pancasila yang berbunyi: “dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluknya” dihapuskan, maka sesuai pasal yang berbau Islam pun dihapuskan, seperti Presiden beragama Islam dan lain sebagainya, dengan demikian hilanglah warna Islam dalam Pancasila dan berbeda dengan Piagam Jakarta yang telah disepakati kelompok Islam dalam BPUPKI. Karena para perumus Pancasila yang terkandung dalam Piagam Jakarta sudah dibatalkan secara sepihak oleh kalangan nasionalis, maka secara otomatis semua perjanjian yang terkandung batal demi hukum.

Penghianatan dari kelompok nasionalis sekuler belum berakhir sampai disana, dengan angkuh dan sombongnya Soekarno mencela dan mencaci dasar Islam, yang katanya kolot, tidak sesuai dengan negara moderen, hal ini disampaikannya ketika mengadakan kunjungan ke daerah, sehingga saat itu Soekarno mendapat kritikan dari para Ulama9. Wakil-wakil Islam yang terlibat dalam pembentukan Pancasila merasa menyesal atas keputusan yang diambilnya, karena hal ini mengakibatkan tertindasnya ummat Islam.

Sebagai seorang Muslim yang hidup di Indonesia, dapatkah kita menerima suatu perjanjian terpaksa, bahkan menimbulkan suatu penyesalan yang besar ???

Seorang Muslim diperbolehkan mengadakan suatu konsensus dengan kaum kafir apabila itu tidak bertentangan dengan firman Allah dan ajaran Rasul-Nya, dan tidak menimbulkan kemudhorotan bagi masyarakat Islam, jika sebaliknya maka diperintahkan untuk memutuskan perjanjian itu bahkan diperintahkan untuk memerangi mereka beserta pemimpin-pemimpinnya, sebagaimana Allah berfirman:

“Jika mereka merusak sumpah (janji) nya sesudah mereka berjanji, dan mereka mencerca agamamu, maka perangilah pemimpin-pemimpin orang-orang kafir itu, karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang (yang tidak dapat dipegang) janjinya, agar supaya mereka berhenti”. (At Taubah: 12)

Dalam pembentukan Pancasila, disana terdapat wakil-wakil dari Islam yang membawakan missi Islam dan wakil-wakil nasionalis yang membawakan missinya juga. Mereka bersama-sama berkumpul untuk meciptakan suatu collective ideologi (ideologi bersama) bagi bangsa Indonesia.

Apakah diizinkan dalam Islam, seorang Islam dan non Islam membuat suatu ideologi bersama dengan meninggalkan konsepsi yang telah ditetapkan Islam, meninggalkan hukum Islam, ekonomi Islam dan pendidikan Islam. Meninggalkan sistem Islam Kaffah, menggantikannya dengan sistem kafir non Islam, seperti hukum warisan Belanda, ekonomi ala kapitalis, pendidikan sekuler memisahkan Dinul Islam dengan negara dan lain sebagainya. Bagaimana menurut Islam, dapatkah dibenarkan cara-cara seperti ini (mengadakan kompromi dengan meninggalkan konsep yang ada). Allah berfirman:

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: “Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)”, serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir)”. (An Nisa: 150) “Merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan”. (An Nisa: 151)

“Kemudian kamu (Bani Israil) membunuh dirimu (saudaramu sebangsa) dan mengusir segolongan daripada kamu dari kampung halamannya, kamu bantu membantu terhadap mereka dengan membuat dosa dan permusuhan; tetapi jika mereka datang kepadamu sebagai tawanan, kamu tebus mereka, padahal mengusir mereka itu (juga) terlarang bagimu. Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat11 ”. (Al-Baqarah: 85)

Dalam konsepsi Islam tidak ada istilah yang membolehkan seorang kafir (ingkar) kepada yang sebagaian dan iman (percaya) pada sebagian, kalau sudah berikrar sebagai Muslim, maka konsekuensinya harus menjalankan semua perintah yang telah diperintahkan Allah dengan tanpa reserve, ikrar kepada yang sebagian berarti ikrar yang secara keseluruhan, Islam adalah suatu sistem kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya. Maka cara-cara yang ditempuh oleh wakil-wakil Islam dalam pembentukan Pancasila tidak diperkenankan sama sekali oleh Islam, hal ini karena menerima kompromi dan meninggalkan konsep-konsep Islam yang ada.

Jelaslah sudah, dari segi historis (kronologis) ini Pancasila tidak dapat diterima sama sekali oleh kaum Muslimin di Indonesia, karena sepanjang sejarahnya, sejak pertama kali dibentuk sudah ada niat jahat terhadap ummat Islam. Kejahatan pertama adalah penghapusan tujuh kata yang mengandung intipati kehidupan Islami, kejahatan kedua ketika Soekarno secara sepihak mengembalikan Pancasila dan UUD ‘45 sebagai dasar negara dengan dektritnya yang akhirnya menjadikan Soekarno sebagai tiran. Kejahatan selanjutnya di zaman pemerintahan Soeharto dilarang membicarakan dasar negara, Pancasila disakralkan dan siapapun yang mengutak-atiknya akan dicap sebagai subversi. Puncaknya Pancasila dijadikan sebagai Asas Tunggal yang mengatur seluruh sistem hidup bernegara dan berbangsa. Sampai kapankah ummat Islam yang memiliki keagungan dan kebesaran agama ini ditipu dan dikhianati terus. Bukankah kini sudah berpuluh-puluh tahun ummat Islam mengalami penderitaan dan kesengsaraan serta kehinaan di Indonesia akibat Pancasila yang selalu ditotelirnya. Maka sudah saatnya kini, kaum Muslimin dipermainkan, mereka harus bersikap, penipuan yang dilancarkan oleh musuh-musuh Islam harus disambut dengan tegas, non koperatif. Allah berfirman:

“Hai nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka ialah jahannam, dan itu adalah tempat kembali yang seburuk-buruknya.” (At Taubah: 73)

Untuk menguatkan argumen-argumen ini, dapat ditelaah dalam: Piagam Jakarta, Endang Syaefuddin A. 7 bahan pokok Indoktrinisasi, Deppen RI (Orla). Dibawah bendera Revolusi, Soekarno. Riwayat hidup Agus Salim dan riwayat hidup Wahid Hasyim, masing-masing oleh Depag RI (Orla).

2. Segi Yuridis

Pancasila adalah salah satu konsensus bersama antara ummat Islam dengan lainnya di Indonesia, satu sama lainnya harus konsekuen, menepatinya dan tidak boleh dilanggar. Pada zaman Rasulullah hal ini ada contohnya, seperti Piagam Madinah (Deklarasi Madinah) ataupun Perjanjian Hudaibiyah (perjanjian Rasulullah dengan kaum kafir di Makkah). Itulah yang dijadikan argumen oleh pendukung-pendukung Pancasila untuk tetap mempertahankan eksistensi Pancasila di Indonesia, yang akan menina-bobokan ummat Islam agar tidak mengganti Pancasila dengan ideologi Islam.
 Apakah dapat disamakan Pancasila dengan Piagam Madinah? Marilah kita analisa melalui Islam. Al Qur’an al-Karim telah memberikan statemen pada ummat Islam tentang syarat-syarat perjanjian dalam Islam harus memenuhi kriteria dibawah ini: (buka surat At Taubah ayat 1-15).

1. Perjanjian tidak boleh bertentangan dengan Al Qur’an dan sunah Rasulullah.
 2. Perjanjian punya jangka waktu, kapan berlaku dan berakhir.
 3. Kedua belah pihak yang berjanji harus menepati semua isi perjanjian dengan konsekuen.
 4. Tidak menimbulkan kemudhorotan bagi keduanya.
 5. Perjanjian batal jika salah satu yang berjanji menyeleweng (tidak menepati janjinya).
 6. Yang mengadakan perjanjian dengan ummat Islam tidak boleh memihak pada musuh Islam lainnya.
 7. Jika salah satu menyalahi perjanjian, harus diperangi.

Marilah kita analisa poin-poin diatas dengan Pancasila yang dikatakan sebagai perjanjian:

1. Materi-materi dalam Pancasila banyak sekali bertentangan dengan prinsip- prinsip Islam. (Pembahasan akan lebih sempurna pada analisa dari segi materil).

2. Perjanjian Pancasila tidak mempunyai jangka waktu berakhirnya, abadi, bahkan dipertahankan sedemikian rupa oleh para pengawal setia Pancasila, yang mau mengganti Pancasila dicap subversi diancam hukum mati.

3. Penyelewengan-penyelewengan sangat banyak dilakukan oleh pihak nasionalis, dari penghapusan tujuh kata dalam Piagam Jakarta yang baru disepakati, disusupi ideologi komunis pada zaman Soekarno (Nasakom), dibubarkannya konstituante ketika Masyumi memegang kendali politik dan akan membahas dasar Islam yang hampir tercipta dibantu oleh Militer, merubah sistem demokrasi Pancasila menjadi demokrasi terpimpin dibawah kekuasaan Diktator Soekarno14, akan membubarkan partai Islam yang ada15, menjadikan TNI sebagai tulang punggung pembela Pancasila dengan Sapta Marganya16, dalam pemerintahan orde baru, fungsi Pancasila jauh telah menyimpang dari relnya semula dengan adanya Pancasila sebagai Azas Tunggal17, dan masih banyak lagi penyelewengan yang dilakukan pihak nasionalis/penguasa terhadap ummat Islam.

4. Pancasila menimbulkan banyak mudhorat bagi ummat Islam, karena tidak dapat menjalankan Islam Kaffah (Al Baqarah: 208), Islam Kaffah adalah penerapan sistem Islam disegala bidang, ipoleksosbudhankam yang berlandaskan pada Islam. Dengan tidak menggunakan sistem Islam ini, ummat Islam menderita kerugian besar, sebab semua amalannya adalah sia-sia dihadapan Allah.

5. Karena pihak nasionalis menyeleweng, maka ummat Islam harus memutuskan perjanjian itu, tidak terikat lagi dengannya, ummat Islam harus menggantikannya (Pancasila) dengan sistem Islam.

6. Ternyata pihak-pihak nasionalis dengan hebatnya membantu musuh-musuh Islam, terutama militan kristen yang menjalankan missinya untuk mengkristenkan ummat Islam yang masih awam dipelosok-pelosok desa, dengan memberikan bantuan ekonomi lalu mengajak masuk keagama kristen, hal ini tidak pernah digubris oleh penguasa karena ada hubungan dengan negeri-negeri kristen diBarat. Dengan wewenangnya, pejabat-pejabat kristen selalu memojokan ummat Islam dengan alasan sebagai kelompok fundamentalis, radikalis dan teroris yang akan mendirikan negara Islam.

7. Pengikut-pengikut dan pendukung harus diperangi oleh ummat Islam, Allah sangat menghina orang-orang yang tak mau memerangi orang yang memutuskan perjanjian, (At Taubah: 13).

Setelah menganalisa poin-poin diatas, perjanjian ummat Islam dengan lainnya di Indonesia ini adalah batal dan tak dapat dibenarkan sama sekali oleh Islam, karena tidak memenuhi kriteria yang telah digariskan oleh Al Qur’an dan Sunnah.

Pancasila dan Piagam Madinah

Setelah Rasulullah Saw. tiba di Madinah ketika hijrah dari Makkah, pertama kali yang dilakukannya setelah mengkoordinir kekuatan Islam di Madinah adalah mengadakan perjanjian dengan suku-suku Yahudi maupun Nashrani yang tinggal di Madinah, hal inilah yang dipakai argumentasi oleh kelompok pendukung Pancasila untuk menipu ummat Islam di Indonesia.
 Kalau kita telaah lebih jauh isi perjanjian itu, ada beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain:
 1. Ummat Islam dan lainnya berjanji untuk hidup rukun dan damai (koeksistensi)
 2. Jika terjadi perselisihan diantara kedua golongan yang berjanji, maka yang akan menjadi hakim adalah Rasulullah.
 3. Pemegang pimpinan tertinggi berada pada ummat Islam dibawah pimpinan Rasulullah.
 4. Saling tolong menolong jika ada yang menyerbu Madinah.
 5. Jika ada yang berkhianat, maka harus diusir dan diperangi.
 6. Pihak yang berjanji tidak boleh membantu musuh golongan lain.
 7. Dan seterusnya.
 Perjanjian Madinah adalah salah satu perjanjian gemilang yang berakhir dengan kemenangan mutlak berada pada pihak Islam, terbukti dengan pengusiran suku-suku Yahudi dari Madinah akibat penghianatan mereka kepada kaum Muslimin19.
 Bagaimana dengan Pancasila, samakah dengan Piagam Madinah?
 Piagam Madinah adalah perjanjian ummat Islam dengan kaum kafir, dimana yang memegang kekuasaan tertinggi berada pada ummat Islam, dalam artian ummat Islam bebas menjalankan semua ajaran agamanya, baik dalam bidang hukum, undang-undang, ekonomi, pendidikan, politik, militer, budaya dan lainnya. Namun bagaimana dengan Pancasila, sangat bertentangan, karena ummat Islam bukan pengendali (pengontrol), tapi yang dikendalikan oleh pihak nasionalis penguasa, sehingga ummat Islam tidak bebas menjalankan semua ajarannya, lebih menyedihkan lagi melihat situasi pada masa Orba dibawah pimpinan Soeharto dimana fungsi Islam tidak lebih hanya sebagai stempel untuk mengelabui ummat Islam dan masih dipertahankan oleh rezim-rezim sesudahnya.
 Dalam Piagam Madinah tercantum pasal yang berisi pemegang perjanjian tidak boleh membantu musuh masing-masing, tapi bagaimana dengan pengikut Pancasila? Dizaman Orla mereka membantu Komunis yang hendak menghancurkan Islam, sedangkan dizaman Orba mereka membantu Kristen dan kelompok-kelompok anti Islam, bahkan Pemerintahan Orba sendiri adalah pemerintah yang anti Islam dan membela musuh-musuh Islam. Bahkan mereka yang akan menegakkan syari’at Islam yang telah diputuskan dalam BPUPKI dalam Piagam Jakarta yang menjiwai Pancasila di cap sebagai penghianat dan pemberontak. Dan hari ini di Pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono (SBY) pun lagi-lagi ummat Islam terkena fitnah dari musuh-musuh Islam, fitnah sebagai teroris.
 Menurut Piagam Madinah, kalau musuh Islam telah membantu golongan lain yang juga musuh Islam, baik secara terang-terangan m

aupun sembunyi-sembunyi, sudah sewajarnyalah mereka diperangi dan diusir dari bumi Indonesia, sebagaimana pengusiran terhadap suku-suku Yahudi di Madinah ketika melanggar Piagam Madinah untuk membantu musuh Islam.

Perjanjian Hudaibiyah dan Pancasila

Perjanjian Hudaibiyah adalah perjanjian antara Rasulullah Saw. dengan kafir Quraisy. Perjanjian ini adalah perjanjian antara dua negara yang sama-sama berdaulat, Madinah dibawah pimpinan Muhammad Rasulullah dan Makkah dibawah pimpinan Abu Sofyan cs. Kaum Muslimin dinegara Madinah bebas menjalankan segala ajaran Islam dengan tidak ada gangguan sedikitpun dari pihak musuh, memiliki tentara yang siap membela dan mempertahankan negara Madinah dari serangan musuh dibawah Panglima gagah perkasa Muhammad Rasulullah20.

Adanya perjanjian ini disebabkan karena kafir Quraisy tidak sanggup lagi menahan serangan tentara Islam yang gagah perkasa lagi berani untuk menyatakan kekalahan mereka, kafir Quraisy dengan utusannya Suhail bin Amr mengadakan perjanjian dengan Rasulullah yang isinya antara lain:

1. Tidak mengangkat senjata selama 10 tahun.
 2. Saling membela kepentingan bersama.
 3. Orang Madinah yang ke Makkah tidak boleh kembali lagi ke Madinah, sedangkan orang Makkah yang ke Madinah boleh kembali ke Mekkah lagi.
 4. Orang-orang Arab lainnya bebas bersekutu dengan Rasulullah.
 5. Dan seterusnya.

Sepintas kelihatannya memang merugikan Islam, ternyata dengan adanya perjanjian ini, ummat Islam Madinah dapat melaksanakan da’wah Islammiyah dengan bebas dan leluasa di Makkah dan negeri-negeri sekitarnya, inilah kemenangan besar bagi ummat Islam saat itu, Allah mengabadikannya dalam surat Al Fath.

Bagaimana dengan Pancasila?

Pancasila bukan perjanjian antara dua negara, tapi masyarakat dalam satu negara. Penandatanganan Pancasila bukan pemimpin yang diakui oleh ummat Islam, sebagaimana kedudukan Rasulullah saat perjanjian Hudaibiyah. Setelah adanya perjanjian Pancasila, ummat Islam Indonesia tidak bebas menjalankan da’wah Islamiyah, penangkapan-penangkapan dari dulu hingga sekarang masih dijalankan oleh pihak nasionalis yang berkuasa terhadap Ulama-Ulama Islam yang konsekuen terhadap Al Qur’an dan Sunnah, seperti Asy Syahid Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, KH. Isa Anshori, M. Natsir, HAMKA dan lainnya pada masa Orla (Soekarno). Pada masa Orba (Soeharto) penangkapan juga terjadi terhadap mereka (aktivis Islam) yang berani memberi peringatan kepada pemerintah, seperti A. Qadir Djailani, Toni Ardhi, Abdullah Sungkar, AM. Fatwa, Syarifuddin Parawiranegara dan lainnya. Dan pada pemerintahan SBY juga tidak berbeda, aktivis da’wah seperti Abu Bakar Ba’asyir, Agus Dwikarna, Habib Riziq dan lainnya di tuding teroris. Padahal pada waktu terjadinya perjanjian Hudaibiyah, ummat Islam di Madinah lancar mengadakan aktifitas da’wah Islamiyah, tanpa ada yang berani menghalanginya.

Ummat Islam di Indonesia, tidak memiliki tentara dan panglima yang siap membela eksistensi Islam, sebagaimana ummat Islam di Madinah. Pancasila adalah perjanjian ummat Islam dengan lainnya dalam hal dasar (ideologi) negara Indonesia, sedangkan Hudaibiyah adalah perjanjian keamanan bersama.

Setelah kita menganalisa perbandingan antara perjanjian Hudaibiyah dengan Pancasila terdapat perbedaan-perbedaan yang sangat menyolok, maka Pancasila tidak dapat disamakan sama sekali dengan perjanjian Hudaibiyah yang telah dilakukan Rasulullah, seandainya ada yang mengatakan sama, jelas ia bohong belaka.

Secara Yuridis, Pancasila tidak dapat diterima sama sekali oleh pihak Islam, karena jelas sangat bertentangan dengan konsepsi-konsepsi dalam Al Qur’an maupun dalam Sunnah Rasulullah. Ummat Islam yang konsekuen pada Al Qur’an dan Sunnah, tidak sepatutnya mencari alasan yang bertentangan untuk mempertahankan Pancasila, apalagi hal ini menyangkut Sunnah Rasulullah Saw., barang siapa berdusta, mencari-cari alasan, atas nama Rasulullah, maka bersiaplah menghadapi keganasan neraka kelak.

Rasulullah Saw. bersabda: Barang siapa yang berdusta atas namaku (Sunnahku) maka bersiap-siaplah untuk mendapatkan tempat duduk dineraka (Al Hadist).

3. Segi Materil

Pancasila yang dikatakan sebagai ideologi bangsa Indonesia adalah bersumber pada filsafat-filsafat Barat maupun filsafat-filsafat Timur. M. Yamin berkata tentang ini: “Pancasila sebagai hasil penggalian Bung Karno ini sesuai pula dengan pandangan tinjauan hidup Neo Hegelian”.

Serta perhatikan pidato Bung Karno dihadapan BPUPKI, antara lain mengatakan, inspirasi-inspirasi tentang Pancasila ia peroleh dari pemikir-pemikir Sosialis Cina.

Jadi kandungan Pancasila adalah sebagian besar diambil dari filsafat-filsafat Barat maupun filsafat-filsafat Timur (sosialis komunis) serta dimasukkan beberapa ajaran Islam, kemudian jadilah ia sebagai collective ideologi (ideologi bersama) bagi bangsa Indonesia.

Itulah sebabnya, seorang Muslim perlu menganalisa secara mendalam kandungan Pancasila, apakah bertentangan atau tidak dengan Islam, agar aqidah ummat Islam tidak tercampur baur yang mengakibatkannya musyrik kepada Allah Azza wa Jalla.

Sebagaimana kita ketahui Pancasila terdiri dari lima sila yaitu:

1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
 2. Kemanusian yang adil dan beradab.
 3. Persatuan Indonesia.
 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sila 1: Ketuhanan Yang Maha Esa

Konsep ketuhanan dalam Pancasila tidak jelas maknanya, karena ditafsirkan menurut agama dan kepercayaan masing-masing individu bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai macam ragam agama dan kepercayaannya itu. Penafsiran Ketuhanan Yang Maha Esa menurut Islam sangat berbeda dengan penafsiran menurut Kristen ataupun lainnya. Dalam Pancasila terdapat banyak Tuhan, yaitu Tuhannya orang-orang Islam, Tuhannya orang Kristen, Tuhannya orang Hindu, Tuhannya orang Budha dan lainnya, jadi Tuhan-Tuhan manusia Indonesia berkumpul dalam Pancasila sebagai wadah tunggal, sebagai collective ideologi (aqidah bersama).

Bagaimana konsep Ketuhanan dalam Islam samakah dengan Pancasila?
 Allah berfirman:

“Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan dia yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi25 Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha besar”. (Al Baqarah: 255)

“Katakanlah: “Dia-lah Allah, yang Maha Esa”. (Al Ikhlas : 1)

Sebagaimana tercantum dalam surat Al Baqarah ayat 255, missi Islam adalah untuk menegakkan kalimah LA ILAHA ILLA ALLAH, tidak ada Illah kecuali hanya Allah saja. Jadi konsepsi dalam Islam hanya ada satu Illah saja, yaitu Allah Azza wa Jalla. Selainnya tidak!!! Tidak ada tuhan Yesus, tidak ada Sang Yhang Whidi, tidak ada Tao, tidak ada tuhan-tuhan lainnya. Yang ada hanya Allah Azza wa Jalla.

Bagaimana konsep Pancasila dengan Islam tentang Tuhan ini, sama atau tidak?

Pancasila mengakui adanya tuhan-tuhan selain Allah, sedangkan Islam melarangnya (Musyrik/Kafir). Allah berfirman:

“Sesungguhnya kafirlah orang0orang yang mengatakan: “Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga”, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih”. (Al Maidah: 73)

Jadi disini jelaslah bertentangan konsep Islam dengan Pancasila. Akibat adanya kesatuan Tuhan dalam Pancasila dianggapnya semua agama adalah baik dan benar, inilah kemusyrikan yang nyata, jelas-jelas melanggar konsep Allah dan Rasul-Nya. Allah berfirman:

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab26 kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya”. (Ali Imran: 19)

Jadi jelaslah sila pertama dari Pancasila ini sangat bertentangan dengan Islam, karena dapat membuat seorang Muslim menjadi musyrik kepada Allah.

Sila ke 2: Kemanusian yang adil dan beradab

Dalam kontek Pancasila, sesuatu perbuatan dianggap adil dan beradab apabila sesuai dengan sifat manusiawi (kemanusian).

“Jadi kemanusian yang adil dan beradab adalah kesadaran sikap dan perbuatan manusia yang didasarkan kepada potensi budi nurani manusia dalam hubungan dengan norma-norma dan kebudayaan umumnya baik terhadap diri pribadi, sesama manusia maupun terhadap alam dan hewan”.

Jelaslah menurut Pancasila, segala sesuatu yang tidak sesuai dengan kodrat manusiawi (nafsu) tidak dapat diterima dan dibenarkan sama sekali, padahal manusia yang tidak dilandasi dengan keimanan yang kuat maka cenderung mengikuti hawa nafsu yang sesat. Dalam Pancasila banyak hal-hal yang mengikuti hawa nafsu manusia bukan yang diturunkan Allah, misalnya:

- Hukum potong tangan bagi pencuri dan rajam bagi penzina adalah tidak manusiawi, jadi hal ini tidak dapat diterima oleh Pancasila, sedangkan hal ini adalah wahyu Allah yang harus dilaksanakan oleh setiap Muslim, jika ia tidak melaksanakannya maka ia telah KAFIR (Al Maidah: 44).

Dalam kontek Pancasila penzina adalah orang yang mempunyai suami dan istri lalu melakukan hubungan dengan orang lain, dikatakan berzina apabila mendapat tuntutan dari salah satunya, sedangkan muda mudi yang berhubungan tidak dianggap berzina, asalkan suka sama suka, tidak dihukum sama sekali. Sedangkan menurut Islam mereka adalah penzina semua yang harus dihukum. Bertolak belakang betul konsep adil dan beradab menurut Islam dan Pancasila.

- Presiden sebagai kepala negara dan pemegang kekuasaan tertinggi negara dapat membebaskan seseorang dari tuntutan hukuman (hak Grasi, Rehabilitasi dsbnya), ini adalah adil menurut harkat kemanusiaan, sedangkan menurut Islam siapapun tidak berhak membebaskan seseorang dari hukuman yang telah ditentukan, walau Nabi sekalipun, sebab ini adalah hak tunggal yang hanya dimiliki oleh Allah saja.

- Ekonomi Pancasila ala kapitalis, hak perorangan, yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin, tanpa mempunyai kewajiban sedikitpun untuk mengeluarkan hartanya, yang dalam Islam dikenal dengan Zakat, inikah kemanusian yang adil?

- Dan seterusnya.

Sila kedua ini sudah jelas sangat bertentangan dengan konsep Islam, karena sifat manusia tidaklah terlepas dengan nafsu yang selalu condong kearah maksiat, itulah sebabnya Islam tidak mengizinkan seseorang untuk mengikuti harkat kemanusiaan yang berdasarkan pada hawa nafsu belaka, seorang manusia harus tunduk dibawah kehenda wahyu yang diturunkan Allah. Allah berfirman:

“Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. “Kami mendengar, dan kami patuh”. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (An Nur: 51)

“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (Al Ahzab: 36)

Itulah konsep Islam, otak/fikir, hawa nafsu harus tunduk dibawah ketentuan Allah dan Rasul-Nya.

Sila ke 3: Persatuan Indonesia

Pancasila menyebutkan, seorang warga negara Indonesia harus bersatu padu dalam segala hal, mengutamakan kepentingan negara dan bangsa dari pada kepentingan pribadi ataupun golongan (termasuk kepentingan agama sekalipun).

Bolehkah ummat Islam bersatu padu dengan orang-orang kafir dalam segala hal?

Allah berfirman:

“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.” (Al Fath :29)

“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu jadikan bapa-bapa dan saudara-saudaramu menjadi wali (mu), jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan dan siapa di antara kamu yang menjadikan mereka wali, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (At Taubah: 23)

“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Meraka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung.” (Al Mujadilah: 22)

“Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka ialah jahannam. Dan itu adalah tempat kembali yang seburuk-buruknya.“ (At Taubah: 73)

Jihad, Mazhab Hanafi mengartikannya:

Lughoh: Menggunakan sesuatu secara maksimal baik berupa perkataan maupun perbuatan.

Syari’ah: Membunuh orang-orang kafir, memancung kepala mereka, mengambil harta mereka dan meruntuhkan rumah-rumah berhala (ibadah) mereka guna menegakkan Islam.

Buka Al Qur’an lagi: Al Maidah: 54, An Nisa: 144, Ali Imran: 28, Al Maidah: 51 dan 57.

Dengan tegas dan jelas Allah Azza wa Jalla melarang kaum Muslimin untuk bersatu dengan orang-orang kafir, apabila dalam menjalankan ibadah kepada Allah, Islam tidak mengenal toleransi beragama (beribadah bersama-sama), ummat Islam hanya diperintahkan bersatu, hanya berdasarkan taqwa kepada Allah, yaitu dengan sesama Muslim bukan sama orang kafir yang membenci Islam.

Pancasila dapat menimbulkan sifat nasionalisme, dan demikianlah tujuan Pancasila

“Dengan Persatuan Indonesia harus pula dikembangkan semangat cinta tanah air dan bangsa (nasionalisme) serta semangat pengabdian dan pengorbanan kepada tanah air dan bangsa (Patriotisme), yang hakekatnya bersumber pada kesadaran senasib dan seperjuangan dalam menghadapi tantangan hidup”.

Dengan tegas dan jelas dikatakan Pancasila bertujuan untuk menciptakan sikap nasionalisme ini dapat menimbulkan kebanggaan raas, merasa lebih tinggi dan baik dari bangsa lain, serta memandang rendah mereka, Islam memandang mulia dan tidaknya seseorang bukan tergantung dari ras, melainkan taqwanya kepada Allah semata.

Islam diturunkan untuk menghapuskan nasionalisme dan mempersatukan ummat manusia seluruh dunia dibawah naungan Al Qur’an dan Sunnah. Allah berfirman:
 “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.”Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (Al Baqarah: 30)

Khilafah adalah sistem pemerintahan dalam Islam, manusia sebagai wakil Allah untuk menjalankan semua yang diturunkan-Nya, semua peraturan-peraturan dan perundang-undangan tidak boleh keluar/menyimpang dari wahyu Allah, daerah kekuasaannya meliputi seluruh Alam ini.

Sayyid Quthub mengatakan: Masyarakat Islam ialah suatu masyarakat yang Universal, yakni tidak Rasial, tidak nasional dan tidak pula terbatas didalam lingkungan batas-batas geografis. Dia terbuka untuk seluruh anak manusia tanpa memandang jenis, warna kulit atau bahasa, bahkan juga tidak memandang agama dan keyakinan atau Aqidah31.
 Menyerukan sikap Nasionalime adalah hal yang dilarang dalam Islam, Rasulullah bersabda:

Bukan tergolong ummatku yang menyerukan Ashobiyyah, bukan tergolong ummatku yang berperang atas dasar Ashobiyyah, bukan tergolong ummatku yang mati atas dasar ashobiyyah. (HR. Abu Dawud)

Selanjutnya Sayyid Quthub berkata: Sebagai tindak lanjut dari penghapusan dinding-dinding raas, bahasa dan warna kulit, maka Islam meniadakan pula batas geografi antara berbagai bangsa, yang menciptakan perasaan Nasional sempit dan yang menjadi sumber bagi persaingan sengit antara nation-nation yang berbeda –beda. Persaingan inilah yang melahirkan sistem penjajahan yang intipatinya ialah eksploitasi bangsa atas bangsa, jenis atas jenis dan tanah air atas tanah air.

Persatuan Indonesia ini juga akan melahirkn sikap patriotisme, mengabdi dan rela mengorbankan diri demi untuk kepentingan negara dan bangsa. Inilah perbuatan musyrik yang dianjurkan Pancasila. Seorang Muslim diperintahkan beribadah (mengabdi) dan berkorban semata-mata karena Allah saja. Allah berfirman:

“Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (Al An’am: 162) “Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”. (Al An’am: 163)

Sa’id Hawa mengatakan, salah satu yang mengakibatkan batalnya syahadat adalah terlalu cinta pada tanah air, berjuang karenanya semata.

Sila ke 4: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan

Pancasila menyebutkan, seluruh rakyat Indonesia harus tunduk dan patuh kepada semua peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh dewan perwakilan yang berdasarkan pada rasio sehat. Jadi kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan berarti, bahwa rakyat dalam menjalankan kekuasaannya memakai sistem perwakilan sedang putusan-putusan harus berdasarkan kepentingan rakyat, yang diambil melalui musyawarah yang dipimpin oleh rasio yang sehat serta dijalankan dengan penuh rasa tanggung jawab.

Dalam sistem Pancasila, pemegang kekuasaan tertinggi adalah rakyat yang diatur/diwakilkan melalui perwakilan (MPR/DPR). Hal ini sangat bertentangan dengan sistem dalam Islam, ketaatan harus hanya kepada Allah semata dan wajib mengikuti undang-undang-Nya serta haram meninggalkan peraturan ini dan mengikuti undang-undang buatan manusia-manusia lainnya. Allah berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (An-Nisa:59)

“Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah).” (Al Maidah: 55)

“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya35. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya).” (Al A’raf: 3)

“Kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.” (Al Jaatsiyah: 18 )

Pemimpin tertinggi ummat Islam adalah Allah, Rasul-Nya kemudian orang-orang yang beriman yang tunduk dan patuh kepada wahyu yang diturunkan Allah, bukan orang yang mengikuti rasio sehat yang tak terlepas dengan kemauan nafsu. Seorang Muslim harus tunduk dan patuh hanya kepada perintah Allah dan Rasul-Nya, diperkenankan taat kepada manusia asalkan ia beriman dan tidak mengajak kepada maksiat terhadap Allah.

Konsep demokrasi dalam Pancasila bersumber dari kebiasaan nenek moyang bangsa Indonesia yang animisme, Hindu maupun Budha. “Demokrasi Pancasila demokrasi yang telah dipraktekkan oleh bangsa Indonesia sejak dahulu kala (oleh nenek moyang) dan masih dijumpai sampai sekarang”.

Demokrasi Pancasila berdasarkan dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat yang dilaksanakan sepenuhnya oleh dewan perwakilan. Sistem demokrasi Pancasila ini terlihat dalam MPR maupun DPR yang terdiri dari beberapa golongan agama dan kepercayaan, ada wakil Islam, Kristen, Hindu, Budha, Komunis, Kejawen dan lain sebagainya, menjadi satu dalam MPR/DPR yang membuat peraturan-peraturan maupun hukum. Sedangkan Islam menghendaki Syuro (Ali Imran: 159) yang terdiri hanya dari wakil Islam, Islam yang taat saja, bukan dari berbagai golongan.

Rasulullah berkata: Kumpulkanlah para ahli ibadat yang bijaksana diantara ummatku dan musyawaratkanlah urusanmu itu diantara kamu, dan janganlah membuat keputusan dengan satu pendapat saja37. Demikianlah dalam Islam, semua keputusan yang diambil tidak boleh sama sekali bertentangan dengan Al Qur’an maupun As Sunnah.
 Demokrasi Pancasila, MPR/DPR, banyak menelurkan keputusan-keputusan yang bertentangan dengan Islam, seperti UU tentang perkawinan dan lainnya. Seorang Muslim tidak diizinkan sama sekali menjadi anggota parlemen yang selalu memojokan Islam. Allah berfirman:

“Dan sungguh Allah telah menurunkan kekuatan kepada kamu di dalam Al Quran bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena Sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam jahannam.” (An Nisa: 140)

Demikianlah ketentuan Islam, ini adalah sistem politik dalam Islam, politik non cooperatif. Apalagi kalau kita melihat MPR/DPR sekarang di Indonesia ini, wakil-wakil Islam hanya mencari kursi saja, tidak membawa ideologi Islam sejati, padahal ketika berkampaye selalu menggunakan ayat-ayat Al Qur’an, namun setelah menarik simpati ummat Islam, dan dipilih, mereka lupa sama sekali dengan ayat Allah yang dibacakannya. MPR/DPR sekarang tidak lebih sebagai parlemen/Majelis untuk memojokan ummat Islam, kaki tangan penguasa. Padahal jika ummat Islam menelaah perjuangan Rasulullah Saw., Beliau (Rasulullah Saw.) tidak pernah mau duduk bersama Abu Jahal (di darut nadwah), sekalipun Abu Jahal menawarkan kepada Rasulullah Saw. untuk bergantian memerintah Makkah.

Jadi jelaslah sudah, Musyawarah menurut Pancasila dan Islam adalah bertentangan, Islam bersumber pada wahyu Allah Yang Maha Sempurna, sedangkan Pancasila bersumber dari filsafat, hasil pemikiran otak manusia yang lemah, apalagi digali dari sumber-sumber kafir Barat dan ditambah lagi dengan sumber-sumber Indonesia tempo doeloe, animisme.

Sila ke 5: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Sila kelima dari Pancasila ini pada hakekatnya adalah manifestasi daripada rasa nasionalisme, yang jelas-jelas bertentangan dengan Islam. (lihat pembahasan sila ke III). Konsep keadilan sosial dalam Islam sangat berbeda dengan konsep dalam Pancasila. Konsep keadilan sosial dalam Islam sepenuhnya bersumber dari rasa Taqwa kepada Allah semata, semua bentuk keadilan sosial tidak boleh menyimpang dari konsep Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah, tujuan keadilan dalam Islam untuk menciptakan kebahagian bagi seluruh ummat manusia didunia ini, tidak terbatas pada teritorial suatu daerah ataupun bangsa saja.

Sedangkan konsep keadilan sosial dalam Pancasila bersumber dari sifat-sifat manusiawi, segala sesuatu dipandang baik dan buruk diukur dengan karsa dan rasa manusia, bukan pada wahyu yang diturunkan Allah. Seperti perzinaan (pelacuran) hal ini diizinkan oleh manusia Pancasila (terbukti dengan dilokallisasikannya komplek-komplek WTS oleh Pemerintah), demi untuk tersalurnya kebutuhan nafsu manusia, hal ini dipandang sebagai kebutuhan pokok manusia.

Sedangkan hukum potong tangan bagi pencuri, rajam bagi penzina, poligami dan lainnya ditinggalkan dengan naluri kemanusiaan (biadab).
 Keadilan sosial dalam Pancasila terbatas untuk rakyat yang berdomisili di Indonesia, diprioritaskan terutama untuk bangsa Indonesia, walaupun orang itu kafir. Sedangkan Islam selalu memberikan perioritas pertama pada pemeluknya walau dimanapun tempatnya, Islam tidak terbatas pada teritorial.

Jelaslah pertentangan sila kelima ini dengan Islam, perbedaannya dari tujuan maupun awalnya, Islam menghendaki terciptanya keadilan sosial bagi seluruh dunia, sedangkan Pancasila terbatas pada wilayah Indonesia.

Setelah kita menganalisa isi (kandungan) dari Pancasila secara menyeluruh, kesimpulan terakhir yang kita peroleh adalah; Semua kandungan Pancasila adalah bertentangan dengan Islam. Demikian pula secara fundamental sistem Pancasila berdasarkan sistem jahil, maka secara otomatis semua produknya adalah jahili. Ummat Islam selama ini ditipu oleh Ulama-Ulama (syu’) Pancasilais, dengan menempelkan ayat-ayat Allah pada butir-butir Pancasila, padahal semua itu adalah taktik untuk menenangkan ummat Islam, agar dikatakan Pancasila tidak bertentangan dengan Islam, mereka inilah yang disitir oleh Allah sebagai anjing, karena dia tahu ayat namun dijualnya dengan murah. Allah berfirman:

“Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat) nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.” (Al Araf: 176)

Ummat Islam harus waspada dan hati-hati dengan perbuatan semacam ini, walau bagaimanapun yang haq itu tak akan tercampur dengan yang bathil, yang haq pasti haq karena bersumber dari yang haq pula, dan sebaliknya. Seandainya yang bathil ada persamaan dengan yang haq, maka hal itu adalah bathil, walau kelihatannya haq. Demikian juga dengan Pancasila, walaupun disusupi ayat-ayat Al -Qur’an, pasti dia akan tetap bathil, karena dasarnya adalah sudah bathil.

5. Segi Fungsionil

Pada awal terbentuknya Pancasila, disepakati fungsi dari Pancasila adalah sebagai dasar negara Indonesia merdeka, atau istilah Soekarno weltanschauung38. Akhir-akhir ini fungsi Pancasila telah jauh menyimpang dari rel semula, apalagi setelah disusupi oleh kepercayaan-kepercayaan mistik jawa kuno (kejawen). Fungsi Pancasila pada masa orde lama dengan masa orde baru jauh berbeda, dengan demikian dapat diambil suatu kesimpulan bahwa Pancasila dapat diubah-ubah sesuai kemauan penguasa, hal ini terbukti baik dalam pemerintahan Soekarno maupun Soeharto. Untuk membuktikan penyimpangan-penyimpangan ini, maka kita perlu mengadakan suatu analisa mendalam.

Fungsi Pancasila zaman orde baru:

1. Sebagai Azas Tunggal dalam bernegara, berbangsa dan bermasyarakat.
 2. Sebagai falsafah, ideologi dan Pandangan Hidup (way of life).
 3. Sebagai sumber dari segala sumber hukum.
 4. Sebagai ukuran baik dan buruknya perbuatan seseorang (moral/etika).
 5. Dan seterusnya.

“MARILAH KITA ANALISA FUNGSI-FUNGSI PANCASILA DIATAS MENURUT ISLAM !!!”

1. Sebagai Azas Tunggal
 Dijadikannya Pancasila sebagai azas tunggal bagai rakyat Indonesia, berarti semua langkah dan geraknya harus sesuai dengan Pancasila, baik itu kehidupan berpolitik, bermasyarakat (pergaulan), berekonomi, berpendidikan dan lainnya, bahkan dalam tata cara menjalankan ajaran agamanya, sedikitpun tidak boleh bertentangan dengan Pancasila, dialah pengatur.

Islam adalah Dien yang supra lengkap, ia mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, dari tata cara hidup sebagai individu sampai tata cara hidup bermasyarakat, kalau Pancasila dijadikan Azas Tunggal, lalu Islam sebagai apa? Apakah hanya sebagai stempel saja, ataukah hanya sebagai teori-teori ideal tanpa adanya suatu pengamalan? Dengan dijadikannya Pancasila sebagai Azas Tunggal, maka ia telah menyingkirkan Islam dari Indonesia, menggantikan semua fungsi-fungsinya. Ummat Islam tidak bisa menjalankan hukumnya, ekonominya, pendidikannya, politiknya dan lainnya yang sesuai dengan Islam, berarti ini adalah suatu kekalahhan total buat ummat Islam Indonesia, karena selalu mendapatkan julukan fasik, zholim, kafir (QS. Al Maaidah: 44, 45, 47) dan lain sebagainya dari Allah. Disebabkan ia tidak menjalankan syari’ah yang diturunkan Allah.

Dijadikannya Pancasila sebagai Azas Tunggal, hal ini sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip dalam Aqidah Islam, dalam Islam semua aktifitas seorang Muslim adalah semata-mata berdasarkan Allah (keridhoan-Nya, Dia telah mengatur, memberikan Syari’ah, peraturan-peraturan dalam kehidupan ini). Allah berfirman:

“Katakanlah: sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan Semesta Alam.” (Al An’am: 162) “Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”. (Al An’am: 163)

Kalau ada orang Muslim, mengerjakan sesuatu bukan karena Allah semata, maka ia telah syirik, menyekutukan Allah. Karena ketika ia shalat selalu mengucapkan seluruh aspek kehidupannya hanya untuk Allah, namun dilain waktu, ia berbuat bukan semata-mata karena Allah. Demikian juga halnya, jika seorang Muslim melakukan suatu pekerjaan semata-mata berdasarkan Pancasila bukan karena Allah, maka ia dikatagorikan telah musyrik kepada Allah.

Dijadikannya Pancasila sebagai satu-satunya azas oleh penguasa Orde Baru sungguh sangat bertentangan dengan maksud diciptakan Pancasila itu sendiri. Soekarno melarang salah satu kekuatan Orpol ataupun Ormas untuk berazaskan Pancasila, karena ia mengatakan selanjutnya Pancasila milik kita bersama, PNI yang beraliran nasionalis/memperjuangkan tegaknya Pancasila tetap berdasarkan/berazaskan Marhaen bukan pada Pancasila.

Jelaslah, dijadikannya Pancasila sebagai satu-satunya azas oleh penguasa Orde Baru dibawah rezim Soeharto adalah sangat bertentangan, baik dengan Islam sebagai Dien yang supra lengkap maupun dengan maksud diciptakannya Pancasila.

2. Sebagai falsafah, ideologi dan Pandangan Hidup (way of live)

Pancasila sebagai falsafah, ideologi dan pandangan hidup (way of live) bangsa Indonesia, berarti semua langkah dan dasar perbuatan orang-orang Indonesia harus sesuai dengan Pancasila. Kedudukan Pancasila yang demikian ini dapat menempatkan dirinya sebagai agama baru dalam masyarakat Indonesia, karena agama sendiri adalah sesuatu yang mengatur kehidupan manusia, bahkan Pancasila mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari semua agama di Indonesia.
 Seorang Muslim, harus mengakui tanpa adanya keraguan sedikitpun, bahwa Islam adalah Dien mereka satu-satunya, dan inilah yang paling benar. Allah berfirman:

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya”. (Ali Imran: 19)

“Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nya-lah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allah-lah mereka dikembalikan”. (Ali Imran: 83)

“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi”. (Ali Imran: 85)

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada dien Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) Dien yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (Ar Rum: 30)

Maududi berkata tentang Dien ini: Dien dapat diartikan sebagai: hukum, undang-undang, peraturan, batas-batas ajaran, syari’ah dan jalan fikiran, ideologi atau teori dan praktek yang mengikat hidup manusia (way of live). Selanjutnya ia berkata: Dienullah (Islam) mencakup semua peraturan hidup yang sempurna dan multi komplek, baik dari aspek I’tikad, Syari’at, Akhlaq, Muamalah maupun aspek kehidupan lainnya.

Jadi Dien (falsafah, ideologi dan Pandangan Hidup) yang benar adalah hanya Islam, lainnya adalah bathil. Dienul Islam adalah merupakan suatu sistem menyeluruh yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, Dienul Islam adalah Dien yang datangnya dari Allah sebagai aturan dalam kehidupan manusia dibumi ini, seorang yang telah menyatakan dirinya sebagai seorang Muslim sudah seharusnyalah tidak mencari Dien (falsafah, ideologi, dan Pandangan Hidup) diluar Islam, karena hanya Islamlah satu-satunya Dien yang dapat menyelamatkan kehidupan ummat manusia dipermukaan bumi ini. Adapun jika seorang Muslim mencari Dien selain dari Islam, maka ia tidak berhak lagi disebut sebagai seorang Muslim.

Pancasila adalah kecil dan tak ada artinya jika dibandingkan dengan Islam sebagai Dien, karena Islam telah mengatur segala aspek kehidupan manusia, sedangkan Pancasila tidak !!! Cendikiawan terkemuka didunia ini tidak pernah mengatakan Pancasila adalah falsafah apalagi pandangan hidup (way of live), karena ketidakjelasan ajaran yang dibawakannya, bermakna kosong, mereka hanya mengakui Islam, marxisme, Materialisme, Komunisme, liberalisme beserta aliran-alirannya. Sebagai ideologi, falsafah, maupun pandangan hidup.

Seorang Muslim di Indonesia, sudah seharusnyalah tidak mengakui Pancasila yang kerdil dan bermakna kosong itu sebagai falsafah, ideologi maupun pandangan hidup baginya, tapi harus meyakini, Islamlah satu-satunya yang benar. Islam telah membuktikan hal ini, hampir 15 abad diturunkan namun ia tetap sesuai dengan zaman dan tempat maupun didunia ini, tidak pernah mengalami perubahan sejak diturunkannya hingga kini, tidak seperti lainnya, selalu mengalami perubahan-perubahan. Itulah ketinggian Islam yang fitri.

3. Sebagai Sumber dari Segala sumber Hukum

Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, berarti seluruh hukum dan perundang-undangan di Indonesia tidak boleh menyimpang dari Pancasila, semua hukum dan perundang-undangan harus digali bersumber pada Pancasila.

Dengan adanya fungsi Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum, ini berarti seseorang dapat membuat hukum selain dari hukum yang telah ditetapkan oleh Allah, menurut Islam ini adalah syirik, kerena satu-satunya yang berhak membuat hukum hanyalah Allah semata.

Allah berfirman:

“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu dia bersemayam di atas ‘Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam”. (Al A’raf: 54)

“Katakanlah: “Sesungguhnya Aku berada di atas hujjah yang nyata (Al Quran) dari Tuhanku, sedang kamu mendustakannya. Tidak ada padaku apa (azab) yang kamu minta supaya disegerakan kedatangannya. Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan dia pemberi keputusan yang paling baik”. (Al An’am: 57)

“Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (Yusuf: 40)

Sumber dari segala sumber hukum menurut Islam adalah Allah semata, Dia-lah yang berhak menciptakan dan mengambil keputusan tentang sesuatu hukum, selainnya tidak berhak sama sekali. Allah memerintahkan kepada mereka yang mengakui dirinya beriman kepada Allah dan Rasul-Nya agar memutuskan semua perkara dengan hukum yang telah diturunkan Allah, jika mereka tidak berhukum dengan yang diturunkan Allah, maka jelas ia kafir, zholim dan fasiq. Allah berfirman:

“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik”. (Al Maidah: 49)

“Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, maka putusannya (terserah) kepada Allah. (Yang mempunyai sifat-sifat demikian) itulah Allah Tuhanku. Kepada-Nya lah aku bertawakkal dan kepada-Nyalah aku kembali”. (Asy Syura: 10)

“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh Nabi-Nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir”. (Al Maidah: 44) “Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada kisasnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak kisas) nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim”. (Al Maidah: 45)

“Dan hendaklah orang-orang pengikut Injil, memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah didalamnya43. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik44”. (Al Maidah: 47)

Segala sumber dari segala sumber hukum dipermukaan bumi ini hanya wahyu yang diturunkan Allah, inilah konsepsi Islam, seseorang diperbolehkan membuat hukum, keputusan dan peraturan apabila tidak menyimpang dari hukum yang telah ditetapkan Allah namun jika berdasarkan pada rasio dan nafsu belaka jelas hal ini tidak dapat diterima sama sekali oleh Islam.

Menyatakan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum adalah musyrik, benar-benar musyrik yang nyata!!! Jika seorang Muslim Indonesia mengakuinya, janganlah sebut dirinya lagi sebagai orang Islam lagi, karena jika ia menyatakannya dengan penuh kesadaran dan pengetahuan, maka jelas akan mengeluarkannya dari aqidah Islam.

4. Sebagai moral/etika, ukuran baik dan buruknya perbuatan

Pancasila dipandang sebagai ukuran suatu perbuatan, apakah perbuatan itu baik atau buruk. Dalam Pancasila sudah tersusun mana perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang buruk, seperti mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan golongan (agama) ini dianggap baik. Sedangkan membela kepentingan Islam dianggap ekstrim ataw melakukan tindak kan terorisme.

Dengan adanya fungsi Pancasila sebagai pembeda, berarti ia sudah menyabot tugas Islam pada ummatnya. Ukuran baik dan buruk menurut Pancasila adalah tergantung dengan (berdasarkan pada) akal manusia (rasio), karena pada hakekatnya Pancasila adalah merupakan perenungan jiwa yang sangat dalam.

Sedangkan Islam mengukur sesuatu perbuatan, baik dan buruknya berdasarkan pada wahyu Allah, Al Qur’an dan Sunah. Allah berfirman:

“(beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur”. (Al Baqarah: 185)

“Al Quran Ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang meyakini”. (Al Jaatsiyah: 20)

Suatu ketika Aisyah ra. ditanyakan tentang akhlaq Rasulullah Saw., maka ia mejawab: Akhlaq Rasulullah adalah Al Qur’an (Al Hadist). Al Qur’an diturunkan sebagai pembeda antara perbuatan yang baik dan perbuatan yang buruk, dan contoh akhlaq/moral yang paling baik adalah pribadi Nabi Muhammad Saw. yang didasarkan pada wahyu Allah ini. Allah berfirman:

“Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung”. (Al Qalam: 4)

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. (Al Ahzab: 21)

Konsep Islam tentang akhlaq ini sepenuhnya bersumber pada Al Qur’an dan Sunah, sedangkan moral Pancasila bersumber dari hawa nafsu yang selalu condong kepada keburukan/maksiat. Allah berfirman:

“Dan Aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha penyanyang”. (Yusuf: 53)

Akhir-akhir ini banyak terjadi kerusakan moral pada bangsa Indonesia akibat Pendidikan moral Pancasila yang merusak, moral Pancasila mengajak manusia Indonesia menjadi binatang. Pendidikan moral Pancasila telah merusak dan mengajak ummat Islam Indonesia untuk musyrik kepada Allah, dengan ajaran-ajaran sesatnya, menyatakan semua agama baik dan benar, beribadah bersama-sama (toleransi beragama) dan lainnya.

Banyaknya kerusakan moral pada bangsa Indonesia akibat moral Pancasila yang hanya menggunakan sangsi hukum (pengadilan) bagi pelanggarnya, sedangkan hukum yang digunakan dan diadopsi merupakan peninggalan kolonial Belanda yang dapat diputar balikan. Diberi uang, habis perkara. Di Indonesia ini seseorang takut melaksanakan perbuatan tercela (jelek) karena terdorong oleh rasa takut pada hukum (KUHP) dunia saja. Sedangkan Islam hukum dunia dan akherat kelak. Itulah perbedaan menyolok pada kedua sistem diatas, Islam dan Pancasila.

III. KESIMPULAN

Setelah kita menganalisa Pancasila secara panjang lebar dari berbagai aspek dari segi Historis, Yuridis, Materil dan Fungsinya, menurut pandangan ajaran Islam yang bersumber dari Al Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya, maka kesimpulan akhir yang diperoleh adalah: PANCASILA BERTENTANGAN DENGAN ISLAM, BAIK SECARA TEORITIS MAUPUN PELAKSNAAN SEPANJANG SEJARAHNYA.

Pertentangan ini terutama disebabkan karena Pancasila adalah kumpulan dari berbagai ajaran, baik dari Islam, agama-agama (selain Islam), filsafat, doktrin, isme-isme dan sejenisnya yang dijadikan sebagai ideologi kompromistis yang diharamkan Islam. Karena Islam adalah ajaran supra lengkap, yang tidak perlu mendapat tambahan dari sistem selainnya dalam membangun pengikutnya sebagai masyarakat utama. Pancasila sendiri diterima wakil-wakil Islam dengan pertimbangan sementara dan sangat terburu-buru dengan berprasangka baik. Namun dalam perjalanannya setelah beberapa puluh tahun lahirnya Pancasila, ajaran-ajaran yang terkandung di dalamnya telah mengakibatkan kerugian dan penderitaan ummat Islam yang menjadi mayoritas bangsa Indonesia.

Seorang yang mengaku dirinya Islam dan beriman, belum tentu dianggap Islam maupun beriman seratus persen sebelum menjalankan atau mengamalkan ajaran Islam secara kaffah, secara keseluruhan. Pengikut dan pendukung Pancasila, apalagi menerimanya sebagai ideologi, falsafah, way of life, maka ia telah ingkar dengan ajaran Islam. Kalau secara sadar, ia mengetahui itu bertentangan dengan ajaran Islam namun mengikuti dan mendukungnya (Pancasila) maka ia adalah DZOLIM, sedangkan kalau secara tidak sadar, karena ketidak tahuannya, ia adalah JAHIL. Maka dengan demikian seorang yang telah bersyahadat, menyatakan dirinya Muslim, haram mengikuti dan mendukung Pancasila. Karena Pancasila jelas bertentangan dengan Islam. Muslim Indonesia wajib mengatakan Pancasila adalah sistem yang harus diganti dengan sistem Islam. Sistem yang jauh lebih baik dan sempurna dari sistem manapun didunia ini, dari dulu hingga sekarang dan sampai hari qiamat. Hanya Islam-lah yang akan menghantarkan bangsa Indonesia menuju bangsa yang adil, makmur dan penuh kedamaian. Dan mereka yang bukan Islam, hanya Islamlah yang dapat menjaga kehormatan dan keamanan mereka. Karena Islam adalah rahmat untuk seluruh alam.

Inna fatahna laka fathan mubina…

Yuqtalu au yaghlib !

Wa ‘l-Lahu A’lamu bi ‘sh-Shawwab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar