Selasa, 19 Juni 2012


Memburu Lailatul Qadar atau pergi berjihad ???                                                     

Lailatul Qadar adalah malam segala kemuliaan, malam yang lebih baik dari 1000 bulan. Jika pada malam itu kita melakukan kebajikan, maka nilainya sama dengan mengerjakan kebajikan semisal dalam rentang waktu 83 tahun 4 bulan. Maka sangat tegas dalam hadits disebutkan orang yang terhalang dari kebaikan Lailatul Qadar atau kebaikan bulan Ramadhan ini sungguh-sungguh telah terhalang dari seluruh kebajikan. Maka amat merugilah orang yang keluar dari bulan Ramadhan dalam keadaan tidak terampuni dosanya.
Imam Bukhari dalam shahih-nya kitabul iman hadits ke 35 meriwayatkan :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضِيَ اللّه عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
 مَنْ يَقُمْ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Dari Abu Hurairah اللّه عَنْهُ رضِيَ bahwasanya Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda :
”Barang siapa melakukan qiyam (sholat tarawih dan witir) pada malam lailatul qadar karena iman                 dan mengharap pahala Allah, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”.
Bandingkan perbedaan lafal hadits ini dengan hadits yang menerangkan shiyam dan qiyam Ramadhan, yang menggunakan kata kerja lampau (fi’il madhi) مَنْ قَامَ  dan  مَنْ صَامَ :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضِيَ اللّه عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
 مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Dari Abu Hurairah اللّه عَنْهُ رضِيَ bahwasanya Rasulullah  صلى الله عليه وسلمbersabda :           “Barangsiapa (telah) melakukan qiyam Ramadhan (sholat tarawih dan witir) karena iman dan           mengharap pahala Allah, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضِيَ اللّه عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
 مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Dari Abu Hurairah اللّه عَنْهُ رضِيَ, ia berkata bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda :                 “Barangsiapa (telah) melakukan shiyam Ramadhan karena iman dan mengharap pahala Allah,                 maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”.
Hadits qiyam Ramadhan pada malam Lailatul Qadar ini menggunakan lafal kata kerja sekarang (fi’il mudhari) مَنْ يَقُمْ. Ada rahasia apakah dibalik hal ini ? Imam Al Kirmani, sebagaimana disebutkan Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Fathul Bari Syarhu Shahih Bukhari 1/123 mencoba mengungkap rahasia ini. Menurut beliau, karena qiyam dan shiyam Ramadhan itu sudah pasti terlaksana, siapapun bisa melaksanakannya, sehingga dipakai kata kerja lampau. Berbeda dengan Lailatul Qadar, tak sembarang orang mampu meraihnya. Juga tidak bisa dipastikan kapan waktunya. Imam Ibnu Hajar dalam Fathul Bari dan Imam Ash Shan’ani dalam Subulus Salam 2/176 bahkan menulis, ada lebih dari 30 pendapat para ulama dalam menentukan kapan waktu Lailatul Qadar. Sebagian ulama mencatat, penentuan waktu Lailatul Qadar merupakan masalah yang paling banyak diperdebatkan para fuqaha’.
Kita tak perlu bersusah payah meneliti pendapat mereka, yang jelas menurut pendapat yang kuat berada pada sepuluh malam yang terakhir atau tujuh malam terakhir. Yang lebih jelas lagi, segera beramal sholih menggunakan setiap detik usia kita di bulan Ramadhan untuk kebaikan. Jangan lewatkan begitu saja tanpa membawa pahala.
Dus, memang betul-betul susah mencari Lailatul Qadar itu. Kita semua harus berusaha keras beramal sholih dan berdo’a supaya dikaruniai Lailatul Qadar. Bukankah dalam setahun hanya satu malam saja, itupun belum tentu mendapatkannya. Maka, kenapa masih bermalas-malasan ? Lailatul Qadar hanya akan diraih oleh mereka yang benar-benar ikhlas, dan sejak awal Ramadhan memang beramal sebanyak mungkin. Bukan oleh orang-orang yang mengejar pada malam-malam tertentu, sementara pada sebagian malam lainnya tidak bersungguh-sungguh. Barangkali, i’tikaf merupakan sarana terbaik untuk mengejar sang buruan ini.
Kita tidak mengetahui bagaimana perasaan orang yang mendapatkan Lailatul Qadar itu. Barangkali seakan dunia menjadi miliknya. Barangkali seakan sudah memiliki segala-galanya. Dan barangkali lainnya.
Namun wahai saudaraku, tanpa mengecilkan keagungan Lailatul Qadar yang telah dinashkan oleh Al Qur’an dan As sunnah Ash Shahihah ini, maukah saya, anda dan kita semua, umat Islam, ditunjukkan sesuatu yang lebih baik dari qiyam Ramadhan pada malam lailatul Qadar??? Sesuatu yang datangnya juga dari Rasulullah, dan diperhatikan betul oleh shahabat-shahabatnya ? Lho. Memangnya ada yang lebih baik dari Lailatul Qadar…???
Ya…tentu saja ada.
عَنِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنِ النَّبِيِّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : أَلاَ أُنَبِّأُكُمْ بِلَيْلَةٍ أَفْضَلَ مِنْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ ؟
 حَارِسٌ حَرَسَ فِي أَرْضِ خَوْفٍ, لَعَلَّهُ أَلاَّ يَرْجِعَ إِلَى أَهْلِهِ.
Dari Abdullah bin Umar رَضِي اللَّه عَنْهَا dari Nabi صلى الله عليه وسلم, beliau bersabda :               “Maukah kalian aku beritahu dengan suatu malam yang lebih baik dari lailatul qadar ? Itulah             seorang yang hirasah (berjaga) di daerah yang ditakuti (musuh akan menyerang), karena                       barangkali ia tak akan kembali selama-lamanya kepada keluarganya”.
Hadits ini diriwayatkan oleh Ar Rawiyani dalam musnadnya. Syaikh Muhammad Nashirudien Al Albani berkata : ”Sanad ini shahih, para perawinya perawi yang tsiqat, mereka adalah para perawi Imam Bukhari kecuali Abdurahman bin ‘Aidz. Ia ini tsiqah sebagaimana disebutkan dalam At Taqrib. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Al Hakim dalam Mustadraknya 2/80-81, Al Baihaqi dalam sunannya 9/149, dan Al Mundziri dalam At Targhib wat Tarhib 2/154”.
Wahai saudaraku…hadits ini shahih, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Al Jami’ Ash Shaghir dan Silsilah Al Ahadits Ash Shahihah 6/739, no. 2811.
Hadits shahih lainnya ;
مَوْقِفُ سَاعَةٍ فِي سَبِيلِ اللهِ خَيْرٌ مِنْ قِيَامِ لَيْلَةِ الْقَدْرِ عِنْدَ اْلحَجَرِ اْلأَسْوَدِ
"Berdiri sesaat di jalan Allah (jihad) adalah lebih baik dari melakukan                                     qiyam Ramadhan pada malam lailatul Qadar di sisi hajar Aswad".                                                                         [HR. Ibnu Hiban dan Ibnu 'Asakir. Dishahihkan syaikh Al-Albani dalam                             Silsilah Ahadits Shahihah no.1068 dan Shahih Jami' Shaghir no. 6521]
Coba bayangkan wahai saudaraku… anda berjaga-jaga di Poso, Ambon, Iraq, Afghanistan, Kashmir, Chechnya, Moro atau bumi-bumi jihad lainnya… anda akan melewati hari-hari dan malam-malam yang indah, hari dan malam yang lebih baik dari Lailatul Qadar.
Wahai saudaraku…dalam setahun Lailatul Qadar hanya sekali saja, dan belum tentu kita mendapatkannya…apalagi jika kita banyak dosa dan kurang rajin melaksanakan ketaatan. Rasulullah menjanjikan jika anda di medan ribath dan anda melakukan hirasah selama sebulan maka anda akan mendapati 30 malam yang lebih utama dari Lailatul Qadar.  Jika anda melakukan hirasah dan ribath satu tahun, anda akan mendapati seluruh hari dalam satu tahun, sekitar 365 hari yang lebih baik dari Lailatul Qadar. Jika anda hirasah satu hari, lima jam atau satu jam, anda akan tetap mendapati yang lebih baik dari Lailatul Qadar…!!!
Satu jam saja ???? Ya, kenapa tidak…bukankah Rasulullah صلى الله عليه وسلم  bersabda :
قِيَامُ سَاعَةٍ فِي الصَّفِّ لِلْقِتَالِ فِي سَبِيلِ اللهِ خَيْرٌ مِنْ قِيَامِ سِتِّينَ سَنَةً
Tempat kedudukan seorang di jalan Allah lebih utama di sisi Allah dari shalat malam selama 60 tahun”.            [HR. Ibnu Adi dan Ibnu Asakir dari Abu Hurairah.                                         Dishahihkan syaikh Al-Albani dalam Shahih Jami' Shaghir no. 4305]
Belum lagi wahai saudaraku kalau anda di medan ribath dan hirasah mendapati Lailatul Qadar---insya Allah---maka anda telah mengumpulkan dua kebaikan. Lantas apalagi yang membuat anda bimbang ? Masihkan janji beliau صلى الله عليه وسلم   ini kita sia-siakan  ?  Tidakkah anda tergerak untuk ke arah itu ? Tidakkah anda tergerak untuk memberangkatkan orang ke arah itu  ? Sampai kapan anda bermimpi Islam akan menang lewat demo-demo, diskusi-diskusi dan pernyataan sikap yang selama ini dikerjakan ? Dengan sekedar do’a sekali dua yang dipanjatkan ? Sampai kapan ukhuwah umat Islam beranjak dari kertas-kertas buku dan teori-teori di kepala yang disampaikan lewat khutbah-khutbah di atas mimbar-mimbar ke alam kenyataan ?  Sampai kapan "jihad fi sabilillah jalan kami" terterjemahkan dalam realita kehidupan ?
Saudaraku… tak pernahkah kita mendengar :
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِي اللَّه عَنْه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ عَبْدٍ يَصُومُ يَوْمًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ إِلَّا بَاعَدَ اللَّهُ بِذَلِكَ الْيَوْمِ وَجْهَهُ عَنِ النَّارِ سَبْعِينَ خَرِيفًا
Dari Abu Sa’id Al Khudri اللّه عَنْهُ رضِيَ ia berkata,  Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda :            “Tidaklah seorang hamba berpuasa sehari saja di jalan Allah (jihad), kecuali pasti Allah akan menjauhkannya dengan puasa satu harinya itu wajahnya (dirinya) dari neraka sejauh 70 tahun”.                               [HR. Bukhari : Kitabul Jihad was Sair, Muslim : Kitabush Shiyam, Tirmidzi : kitabu Fadhailil Jihad. An-Nasai : kitabush Shiyam, Ahmad dan Ad-Darimi : Kitabul Jihad. Lafal ini lafal Imam Muslim]
Saudaraku… tak pernahkah kita mengkaji bahwa seluruh ulama pensyarah hadits menyebutkan hadits puasa sehari fi sabilillah ini dalam bab jihad, berperang di jalan Allah. Saudaraku, masihkah kita mengingkari kenyataan ini ? Masihkah kita berpura-pura yakin apa yang kita kerjakan hari ini adalah yang terbaik bagi Islam, bagi saudara-saudara kaum muslimin…???
Imam Ash Shan’ani berkata : ”Rasulullah menggunakan kinayah (makna konotasi) selamatnya dirinya dari adzab neraka dengan sabda beliau : ”kecuali pasti Allah akan menjauhkannya dengan puasa satu harinya itu wajahnya (dirinya) dari neraka sejauh 70 tahun”. [Subulus Salam 2/167]
Saudaraku… ini baru shaum sehari di medan ribath dan jihad. Maka bagaimana jika anda mampu berada di sana dua, tiga, empat atau lebih hari dari hari-hari di bulan Ramadhan ??? Saudaraku, jika anda mampu berangkat, kenapa masih lengket dengan bumi…???? Jika berhalangan dan hanya bisa memberangkatkan orang lain, kenapa tak anda berangkatkan orang lain…??? Saudaraku, tak pernahkan kita membaca surat dari Sang Kekasih :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اسْتَجِيبُواْ لِلّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُم لِمَا يُحْيِيكُمْ
“Hai orang-orang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru                kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu”. (Qs. Al-Anfaal : 24)
Saudaraku…tak pernahkah kita mengkaji ayat ini melalui kitab tafsir salafush shalih ?  Tak pernahkah kita membaca perkataan Imam Al Wahidi yang disebutkan Imam Ibnu Qayyim dalam A-Fawaid-nya : ”Dan mayoritas ulama menyatakan bahwa makna firman Allah “suatu yang memberi kehidupan kepada kamu” adalah jihad, dan ini merupakan pendapat Ibnu Ishaq dan mayoritas ahlul ma’ani”.
Lupakah atau tak tahukah kita wahai saudaraku… mengomentari perkataan Imam Al Wahidi dan juga Imam Al Fara’, Imam Ibnu Qayyim berkata : ”Jihad adalah hal terbesar yang membawa mereka kepada kehidupan : kehidupan di dunia, kehidupan di alam barzakh dan kehidupan di akhirat”.
Tak tahukah kita wahai saudaraku… Rasulullah ingin terbunuh sepuluh kali dalam jihad fi sabilillah ? Tak tahukah kita wahai saudaraku… Imam Ibnu Taimiyah menegaskan kesepakatan ulama, ribath di perbatasan seperti perbatasan Syam dan Mesir lebih utama dari beribadah di tiga masjid suci Islam…lebih baik dari beribadah dan tinggal di Masjidil Haram, Nabawi dan Aqsha. Beliau ditanya mana yang lebih utama : beribadah di ketiga masjid suci ini atau ribath di daerah perbatasan dengan daerah musuh. Jika kita masih ingat hadits-hadits seputar haji, maka kita masih akan mengerti bahwa shalat di masjidil Haram nilainya 100.000 kali shalat di masjid selainnya. Tahukah kita apa jawaban beliau terhadap pertanyaan ini …???
Beliau menjawab : ”Alhamdulillah, bahkan bertempat tinggal di daerah-daerah perbatasan umat Islam seperti daerah perbatasan Syam dan Mesir lebih utama dari mujawarah ketiga masjid (Al-Haram, Al-Nabawi dan Al-Aqsha) dan aku tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat ulama dalam masalah ini. Lebih dari seorang ulama telah menegaskan hal ini, hal itu dikarenakan ribath termasuk jenis jihad sedang puncak dari mujawarah termasuk jenis haji, (sedang jihad lebih utama dari haji ) seperti difirmankan Allah :
أَجَعَلْتُمْ سِقَايَةَ الْحَاجِّ وَعِمَارَةَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ كَمَنْ آمَنَ بِاللّهِ وَاليوْمِ الآخِرِ وَجَاهَدَ فِي سَبِيلِ اللّهِ لاَ يَسْتَوُونَ عِندَ اللّهِ
”Apakah (orang-orang) yang memberi minuman kepada orang-orang yang mengerjakan haji dan          mengurus Masjidil haram, kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah                       dan hari kemudian serta berjihad di jalan Allah. Mereka tidak sama di sisi Allah; dan                        Allah tidak memberikan petunjuk kepada kaum yang zalim”. (Qs. At-Taubah : 19)
Beliau kemudian menyebutkan hadits-hadits tentang hal ini, antara lain :
Dalam ash-shahih’ain diriwayatkan, Nabi صلى الله عليه وسلم ditanya tentang amalan yang paling utama, maka beliau menjawab iman kepada Allah dan rasul-Nya.  Beliau ditanya lagi, maka beliau menjawab jihad fi sabilillah. Beliau ditanya lagi, maka beliau menjawab haji mabrur. 
غَزْوَةٌ فِي َسبِيلِ اللهِ أَفْضَلُ مِنْ سَبْعِيْنَ حَجَّةً‏
“Perang di jalan Allah lebih utama dari 70 kali haji”. [Majmauz Zawaid 5/281]
عَنْ سَلْمَانَ رضِيَ اللّه عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ رِبَاطُ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ خَيْرٌ مِنْ صِيَامِ شَهْرٍ وَقِيَامِهِ وَإِنْ مَاتَ جَرَى عَلَيْهِ عَمَلُهُ الَّذِي كَانَ يَعْمَلُهُ وَأُجْرِيَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ وَأَمِنَ الْفَتَّانَ
Dari Salman Al Farisi رضِيَ اللّه عَنْهُ, ia berkata Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda :                   “Ribath satu hari di jalan Allah lebih baik dari shaum dan qiyam satu bulan. Dan barang siapa mati dalam keadaan ribath, maka ia mati dalam keadaan berjihad, pahala amalnya terus mengalir, rizkinya dialirkan          terus dan ia akan aman dari dua malaikat pembawa fitnah kubur (malaikat Munkar dan Nakir)”.            [HR. Muslim, kitabul Imarah Bab Fadhlu Ribath fi Sabilillah dan Majmauz Zawaid 5/290]
عَنْ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ رَضِي اللَّه عَنْه يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ                                   رِبَاطُ يَوْمٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ يَوْمٍ فِيمَا سِوَاهُ مِنَ الْمَنَازِلِ
Utsman bin Affan رضِيَ اللّه عَنْهُ berkata, Saya mendengar Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda :                                                                            “Ribath satu hari di jalan Allah lebih baik dari 1000 hari di tempat lain”.                                   [An Nasai, kitabul Jihad bab 39. Ad Darimi kitabul Jihad bab 31]
Wahai saudaraku…hadits-hadits shahih ini hanyalah sebagian kecil dari sekian banyak hadits masalah tentang amalan ini. Mari kita melihat shahabat yang paling banyak menghafal sunnah beliau, yang tentunya termasuk jajaran ulama shahabat dan tokoh hadits terkemuka di dunia ini. Itulah shahabat Abu Hurairah yang hidupnya habis untuk menimba sunnah Rasulullah dan berjihad. Beliau berkata :
َلأَنْ أُرَابِطَ لَيْلَةً فِي سَبِيلِ اللهِ، أَحَبُّ إِلَىَّ مِنْ أَنْ أَقُومَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ عِنْدَ الْحَجَرِ اْلأَسْوَدِ
”Aku melaksanakan ribath satu malam di jalan Allah lebih aku cintai dari aku melaksanakan               qiyam Ramadhan pada malam Lailatul Qadar di sisi Hajarul Aswad”.                                      [lihat selengkapnya Majmu’ Fatawa 28/ dan Al Fatawa Al Kubra 3/531-532].
Wahai saudaraku… kebaikan apalagi yang kita harapkan. Jika anda mampu berangkat atau memberangkatkan orang lain, kenapa tak anda lakukan ??? Minimal anda ber’azzam kuat dan berdo’a, semoga kiranya suatu saat dikaruniai kesempatan indah dan agung tersebut.
Selanjutnya wahai saudaraku…ingatlah, para ulama dengan tegas menyatakan  fi sabilillah dalam ayat 60 surat At Taubah yang menjadi salah satu dari delapan kelompok penerima zakat adalah para mujahidin dan kepentingan jihad. Ya, bukan selain itu. Bukan membangun masjid, ma’had, madrasah, jalan raya, jembatan, gaji ustadz, dakwah atau kepentingan lainnya. Takutlah kepada Allah. Inilah pernyataan para ulama salaf yang konsisten dengan manhaj shahabah.
Inilah pendapat mayoritas ulama salaf dari kalangan mufasirin, muhadditsin dan fuqaha’ yang teguh di atas kebenaran, seperti Imam Thabari (Jamiul Bayan 14/320, tahqiq Ahmad Syakir), Al Qurthubi (Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an 9/185), Al Jashash (Ahkamul Qur’an 3/156), Ibnul ‘Arabi (Ahkamul Qur’an 1/396), As Suyuthi (Ad Durul Mantsur 3/252), Al Khazin (Lubabu Ta’wil Fi Ma’ani Tanzil 3/92), Asy Syaukani (Fathul Qadir 2/373), Ibnu Hajar (Fathul Bari 3/259),  Badrudien Al ‘Aini (Umdatul Qari 9/45), Abul Hasan Al Mubarakfuri dan Al Khothobi (Ma’alimu Sunah 2/234-235), Ibnu Atsir Al Jazari (An Nihayah fi Gharibil Hadits 2/245), Al Babarti (Al Hidayah Hamisyu Fathil Qadir 2/17-18), (Al Fatawa Al Hindiyah 1/188), Abul Barakat Ahmad Dardir (Asy Syarhul Kabir Hamisyu Hasyiyah Ad Dasuki 1/456), Asy Syafi’i (Al Umm 2/60),  An Nawawi (Al Majmu’ Syarhul Muhadzab 6/211), Ibnu Qudamah (Al Mu’ni’ wa Hasyiyatuhu 1/249),  dan Ibnu Hazm (Al Muhalla 6/151).
Karena itu, Majelis Hai’ah Kibaril Ulama Arab Saudi yang terdiri dari Syaikh Muhammad bin Ibrahim, Syaikh Abdullah bin Shalih bin Mani’, Syaikh Abdullah bin Abdurahman bin Ghadyan dan Syaikh Abdurazaq Afifi dalam rapatnya tanggal 21 Sya’ban 1394 H di Thaif menetapkan keputusan no. 2 tertanggal 21/8/1394 H bahwa makna fi sabilillah dalam ayat penerima zakat ini adalah ghuzat fi sabilillah (para mujahidin yang berperang di jalan Allah). [Majalatul Buhuts Al Ilmiyah edisi 2, Syawal-Rabiul Awal 1395/1396 H]
Adapun mereka ---ustad, kyai, ulama, ajengan, syaikh dan doctor--- yang mencoba merubah dan membelokkannya untuk membangun masjid, ma’had, madrasah, jalan raya, jembatan, gaji ustadz, dakwah atau kepentingan lainnya, atau bahkan memutarnya untuk usaha, membangun ekonomi umat, maka takutlah kepada Allah…takutlah kepada Allah…takutlah kepada Allah…anda telah menahan harta Allah yang seharusnya dipergunakan untuk meninggikan kalimat Allah, anda menggunakannya untuk menghancurkan Islam….Na’udzubillah.
Bagaimana tidak, bagian zakat fi sabilillah anda tahan, anda pergunakan tidak pada tempatnya dengan berlandaskan pada pemahaman anda yang ”lebih benar dan lebih luas” dari pemahaman salafush shalih ??? Berlandaskan pada pendapat anda dan sebagian ulama zaman ini yang “tidak picik”, yang “lebih pandai” dari salafus shalih ??? Maka mujahidin di Poso, Ambon, Moro, Kashmir, Chechnya, Palestina, Afghanistan, Iraq dan ardhul jihad (bumi jihad) lainnya tak mendapatkan amunisi, logistik, senjata… padahal dunia berkumpul untuk menghancurkan mereka, untuk menenggelamkan Islam ke dasar samudra. Maka tidakkah anda takut kepada Allah…??? Doktor macam apakah, ulama macam apakah yang lebih pandai dari para mufasirin dan fuqaha’ salaf ??? Apakah pemahaman mereka lebih baik, lebih benar dan lebih diridhai Allah melebihi pemahaman salaf ???
Kenapa bagian zakat fi sabilillah diberikan untuk membangun masjid, madrasah, jalan raya, yayasan Islam,dan seterusnya. Kenapa tidak sekalian saja diberikan kepada orang yang shalat, membaca Al Qur’an, berdzikir, shaum, dan seterusnya ??? Bukankah semuanya sama-sama mencari ridha Allah ???
Inilah bukti kerusakan pemahaman mereka yang melenceng dari pemahaman salafush shalih. Wahai saudara muslimin, renungkanlah. Telah lama kita berada dalam kesesatan, kehinaan, jauh dari tuntunan shahabat dan Rasulullah. Jika anda belum mampu mengerjakan ibadah agung ini, minimal niat, minimal niat ikhlash dan kesungguhan anda akan dinilai Allah. Maka camkanlah baik-baik nasehat saudara muslim ini oleh anda dan sebarkanlah kepada kaum muslimin, semoga kita semua berada di atas jalan petunjuk Allah.
Wallahu A’lam Bish Shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar