Rabu, 20 Juni 2012


MENTAL...
Oleh : Thalib Qaidah

Assalamu'alaikum wr.wb ya ikhwah

Afwan Sebelumnya. Ana hanya ingin memberikan sedikit masukan atau pengingat untuk kita semua termasuk diri ana..insyaAllah Ana melihat dan alami, sebenarnya problematika atau permasalahan kita sebagai kaum muslimin atau sebagai hamba Robbul Izzati hanya satu yaitu MENTAL (keimanan/tauhid)..Ana rasa satu point yang amat penting atau menentukan ini telah hilang dari jiwa atau diri kita masing2..Dimana satu point yang menentukan ini yang membuat kita JADI APA atau
MELANGKAH KEMANA...
Kita mengaku sebagai orang mukmin dan mujahid tapi MENTAL kita tidak sepenuh hati atau kaffah/syumul..Mengaku Mujahid tapi tidak mau ALL
OUT..TOTALLITAS..
Ya ikhwah..Sampai saat ini..sampai detik ini..Sesungguhnya tidak ada syubhat atau alasan lagi untuk kita tidak beramal atau berbuat..Selama kita masih di beri kesempatan bernafas dengan udara-Nya..Selama kita di beri kesempatan untuk tinggal di bumi-Nya yang di payungi langit-Nya tanpa tiang..Selama kita masih di beri Kaki, Mata, Tangan, Telinga dsb oleh Robbul Izzati, maka nikmat mana yang akan kita ingkari..nikmat mana yang akan kita ingkari..
Ketika kita tidak beramal atau berbuat hanya bicara/diskusi atau tholabul ilmu di dalam gedung atau masjid tanpa beramal membikin jengkel atau memenggal musuh-musuh Allah dan Dien ini, Menegakkan Kalimatullah, Membikin marah para Thoghut dan para musyrikin..Sesungguhnya ketika itu kita sedang mengingkari nikmat-Nya..Kita di berikan nikmat semua itu sesungguhnya hanya sebagai amanah saja atau hanya sebagai hamba sahaya-Nya saja yang di tuntut menjalani kewajiban-kewajiban dari-Nya..
Ya, sesungguhnya kita sekarang tanpa di sadari atau tidak, sedang mengingkari nikmat-Nya ya ikhwah..Kenapa ketika Dien ini, Agama Allah Azzawajalla yang memberikan semua nikmat itu belum tegak, Kalimat Allah Azzawajalla yang memberikan semua nikmat itu belum tinggi. Ummah ini belum merasa aman, masih di hinggapi rasa ketakutan, di kejar-kejar dan di tawan, kita semua tidak berbuat sesuatu yang real/nyata, tapi malah merasa cukup dengan membicarakan atau mendiskusikan..Kemana semboyan kita yang 'Dakwah dan Jihad'..
Syubhat apa lagi yang akan kita tanamkan pada diri sebagai alasan kita untuk tinggal tidak berbuat atau beramal..Keluarga kah..Takut diri atau keluarga kita di caci atau di cela orang kah..Kerjaan kah..Orang Tua kah..Kuliah kah..Atau Kitab-kitab atau Forum-forum kah..
Haya ya ikhwah..Seperti yang di fatwa kan atau di tauladani oleh Syaikh Abd Azzam rhm, 'Sesungguhnya BUMI ALLAH ITU LUAS' ya ikhwah..
Sesungguhnya ladang-ladang amal banyak di depan mata..Dari mulai kita mau cari sillah atau maal..
Banyak di depan mata kita..Dari mulai Thoghut sampai Musyrikin Salibis atau para penyembah berhala..Tapi kenapa kita tidak melakukan apa-apa dan cukup dengan diskusi-diskusi dan pernyataan-pernyataan yang berapi-api....MENTAL....Inilah yang TIDAK kita semua punyai sekarang ini pada diri-diri dan jiwa-jiwa kita..
Jangan pernah mengaku atau merasa diri kita sebagai MUJAHID jikalau kita belum mau atau belum bisa ALL OUT....
Tahapan kita baru masih sebagai seorang muslim..Baru dasar atau tiang belum sampai kepada Jarwatus Shama [Puncaknya]..
Seperti yang Syaikh Abd Azzam rhm telah tulis 'bagi para ikhwah yang masih cinta dengan jalan ini, hendaklah jangan dulu menikah'..'Bagi yang masih mencintai jalan ini, harus kaffah dalam menjalaninya'...
Yaa..Ketika point ini hilang, apa yang terjadi pada diri kita, berbagai UDZUR atau ALASAN menghinggapi diri kita untuk berdiam diri dan duduk2...
Walaupun kita berkumpul membicarakan ummat dan jalan ini, tapi ini menjadi sebatas bahan diskusi dalam suatu forum atau hanya untuk sebagai bahan untuk manunjukkan kemarahan kita..Tapi tidak lebih..Ini karena apa....MENTAL ya ikhwah....
Kenapa Syaikh Abd Azzam rhm berfatwa seperti di atas, seakan2 beliau sudah tau apa yang akan terjadi sekarang. Beliau rhm tidak seenaknya aja atau sembarangan/asal aja dalam mengeluarkan fatwa ini..Karena beliau seorang ulama yang FAHAM, benar2 FAHAM akan karakter Dien dan jalan ini ya ikhwah..
Ketika Mental nya sudah yaqin dan ikhlas, dengan sangat mudah dan ringannya, Beliau rhm menjual seluruh hartanya untuk hijrah meninggalkan kampung halamannya menuju bumi ribath..
Jauh..Masih jauh sekali tahapan kita dengan para pendahulu kita..Seperti Asy syaheed Trio Mujahid BB 1, Jabir, Abd Hadi, Trio BB 2, Azhari, Arnasan, Shinto, Ikhlas, Abu Dzar, Al Farouq, dll-dll masih banyak lagi yang bisa kita jadikan pembanding terhadap MENTAL kita ya ikhwah..
Seharusnya sekarang kita terdiam dan termenung, apa yang telah terjadi dengan diri kita..Kenapa atau ada apa dengan diri kita..Karena kita belum mempunyai MENTAL yang mantap..Keimanan yang Kaffah..Dan Tauhid yang yaqin dan sungguh-sungguh..
Jadi perlu di pertanyakan lagi keimanan kita..Jadi perlu di pertanyakan lagi aqidah atau tauhid kita masing-masing...
Afwan kalo ada kata yang salah atau kurang berkenan akhi..Karena kebenaran hanya dari Allah semata dan Kesalahan semua hanya dari ana, sebagai hambanya yang dho'if ini...

Wassalamu'alaikum wr.wb...


JANGAN BERMAKSIAT
Oleh : Syaikh Najih Ibrahim

Sebagian ikhwah mungkin menyangka bahwa Allah akan memakluminya jika ia bermaksiat lantaran menurutnya ia telah lama beriltizam kepada Islam dan bergabung dengan para aktivis Islam. Maka ia pun memandang remeh urusan maksiat. Apalagi setelah berlalunya masa yang panjang dari iltizamnya, setelah mulai berkurang dan menipis hamasahnya (semangat), hamiyyahnya (pembelaan), dan ghirahnya. Ada banyak faktor pemicu yang bukan di sini tempat membicarakannya saat ini.
Ketika seseorang telah menganggap remeh dosa-dosa kecil, atau mentolerir perkara-perkara syubhat, dengan segera ia akan merasakan akibatnya dari Allah ‘azza wa jalla. Dahsyat memang!
Pernah ada seseorang yang melakukan perbuatan maksiat, beberapa jam kemudian ia sudah mendapati hukuman yang berat dikarenakan perbuatannya itu. Ia kebingungan, dan berkata kepada dirinya sendiri, “Aku telah melakukan perbuatan dosa yang semacam ini atau bahkan yang lebih besar lagi, lebih dari 100 kali sebelum aku beriltizam dan aku tidak mendapati hukuman atas perbuatanku itu. Sekarang, hukuman yang aku dapati sangatlah cepat, langsung, dan kuat!”.
SEANDAINYA ORANG INI MENGERTI AGAMANYA DENGAN BAIK, NISCAYA IA AKAN MENGERTI BAHWA SEBENARNYA ALLAH SEDANG ‘CEMBURU’ ATAS DILANGGARNYA PERKARA-PERKARA YANG DIHARAMKAN-NYA. KECEMBURUAN ALLAH INI SEMAKIN BESAR MANAKALA PELAKU PELANGGARAN ITU ADALAH WALI-WALI-NYA YANG SELAMA INI MENDEKATKAN DIRI KEPADA-NYA, YANG SEMESTINYA MENJADI ORANG YANG PALING JAUH DARI SEGALA BENTUK KEMAKSIATAN.
Para pembawa panji risalah Islam adalah orang-orang yang semestinya paling bertakwa kepada Allah dan paling menghindari dosa-dosa kecil serta perkara-perkara syubhat, apalagi yang haram. Mereka melarang orang lain melakukannya; bagaimana bisa mereka sendiri melakukannya?
Lebih dari itu, ini akan melahirkan fitnah di kalangan kaum muslimin pada umumnya saat mereka mengetahuinya ~dan suatu saat mereka pasti akan tahu~ dan akan mengakibatkan hilangnya martabat qudwah dan uswah yang seharusnya menjadi perhiasan bagi setiap ikhwah.
Karena itulah Allah berfirman :
”Tetapi jika kamu menyimpang (dari jalan Allah) sesudah datang kepadamu bukti-bukti kebenaran, maka ketahuilah, bahwasanya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (Qs. Al-Baqarah : 209)
Perhitungan bagi mereka adalah perhitungan yang berat; lebih berat dan lebih sulit dibandingkan dengan perhitungan untuk orang-orang selain mereka. Untuk itu hendaknya setiap ikhwah mengerti dengan ilmu yakin bahwa antara Allah dan salah seorang anak Adam itu ~apa pun pangkatnya~ tidak ada hubungan kerabat atau kekeluargaan. Allah senantiasa memutuskan sesuatu dengan tepat dan adil.
Setiap ikhwah yang tergabung dalam sebuah jamaah Islam hendaknya mengingatkan diri dengan firman Allah ta’ala :
”(Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong dan tidak (pula) menurut angan-angan Ahli Kitab. Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu”. (Qs. An-Nisa` : 123)
Ayat ini oleh sebagian sahabat dianggap sebagai ayat yang paling berat dalam al-Qur`an[1].
Saya sendiri menganggap ayat ini sebagai ayat yang paling mengerikan dan paling menggetarkan seluruh persendian.
Ayat di atas berbicara kepada para sahabat. Siapa yang tidak mengenal kualitas mereka? Jika demikian, bagaimana dengan orang-orang seperti kita, yang sering beramal shalih, tetapi juga sering beramal buruk?
Ayat ini benar-benar menjadi lonceng yang berdentang untuk membangunkan setiap orang yang berada di dalam sebuah jamaah Islam. Timbangan yang adil tidak akan mengistimewakan seorang pun, siapa pun dia. Lihatlah Bal’am bin Ba’ura yang konon mengetahui nama Allah yang teragung; ketika ia bermaksiat kepada Rabbnya, ia pun berubah seperti anjing, dalam segala keadaan selalu menjulurkan lidah[2].
Dosa dan kemaksiatan adalah sumber malapetaka. Tidak ada bencana yang menimpa melainkan dosalah penyebabnya, dan bencana tidak akan dihentikan kecuali dengan taubat.
Ada seorang syaikh yang berkeliling dari satu majlis ke majlis yang lain seraya berkata, “Barangsiapa ingin dilanggengkan kesehatannya, hendaknya ia bertakwa kepada Allah!”
Ada satu hadits mulia berbunyi
”Sungguh, seorang hamba itu akan terhalangi dari rizki dikarenakan dosa yang dilakukannya”[3].
Abu Utsman an-Naisaburiy putus sendalnya ketika ia berjalan untuk menunaikan shalat Jum’at. Ia pun memperbaikinya beberapa saat, lalu berkata, “Sandal ini putus karena aku tidak mandi Jum’at”.
Ibnul Jauziy berkata, “Salah satu hal yang menakjubkan dari balasan di dunia; tangan saudara-saudara Yusuf telah terjulur untuk menzhaliminya, maka tangan-tangan itu kembali terjulur di hadapan Yusuf sementara pemilik tangan-tangan itu berkata, ‘Mohon, bersedekahlah kepada kami!’”.[4]
Terkadang, hukuman itu bersifat maknawi. Betapa banyak orang yang memandang sesuatu yang diharamkan oleh Allah, karenanya Allah menghalanginya dari cahaya bashirah.
Betapa banyak orang yang mengucapkan kata-kata yang haram, karenanya Allah menghalanginya dari bening hati. Atau karena ia mengkonsumsi makanan yang syubhat ~dengan begitu ia menzhalimi hatinya~ ia terhalangi dari qiyamullail dan shalat untuk bermunajat.
Akibat lainnya; bahwa kemaksiatan itu akan mengantarkan kepada kemaksiatan yang lain, kemaksiatan akan melahirkan kemaksiatan berikutnya, begitu seterusnya.
Seorang yang bermaksiat mungkin saja melihat badan, harta, dan keluarganya baik-baik saja. Ia merasa tidak ada hukuman atas kemaksiatan yang dilakukannya. Sebenarnyalah saat itu ia sedang mendapat hukuman. Cukuplah menjadi hukuman baginya saat manisnya kelezatan berubah menjadi hambar tak berasa dan yang tersisa tinggal pahitnya penyesalan, kesedihan dan kegelisahan.
Diriwayatkan ada beberapa orang pendeta Bani Israil bermimpi melihat Rabbnya, ia berkata, “Duhai Rabbku, betapa aku telah banyak bermaksiat kepada Mu tetapi Engkau tidak pernah memberikan hukuman atas semua itu?” Rabbnya menjawab, “Betapa banyak aku telah memberikan hukuman kepadamu, tapi kamu tak pernah tahu. Bukankah aku telah menghalangimu dari merasakan manisnya bermunajat kepada Ku?!”.
Kadang-kadang buah dari kemaksiatan berupa Allah menjadikan kebencian dari berbagai hati kepadanya, atau terhalanginya dakwah tanpa sebab yang jelas. Abu Darda` ra berkata, “Ada seorang hamba yang sembunyi-sembunyi bermaksiat kepada Allah ta’ala lalu Allah menumbuhkan rasa benci dalam hati orang-orang yang beriman kepadanya tanpa pernah ia menyadarinya.”
Dalam kitab Al-Fawaid, Ibnul Qayyim telah meringkas berbagai macam  pengaruh yang ditimbulkan oleh kemaksiatan dengan sistematika yang bagus sekali, beliau menulis:
“Hidayah yang sedikit, ra`yu yang rusak, kebenaran yang tersembunyi, hati yang bobrok, ingatan yang lemah, waktu terbuang sia-sia, makhluk menjauhinya, takut berhubungan dengan Rabbnya, doa tidak dikabulkan, hati yang keras, rizki dan umur yang tidak berbarokah, terhalangi dari ilmu, diliputi kehinaan, direndahkan oleh musuh, dada yang sempit, mendapatkan teman-teman jahat yang merusak hati dan membuang-buang waktu, kesedihan dan kegundahan yang panjang, kehidupan yang menyesakkan dan pikiran yang kacau… semua itu merupakan buah kemaksiatan dan akibat kelalaian dari dzikrullah, seperti halnya tetumbuhan subur dengan air dan kebakaran bermula dari sepercik api. Begitupun sebaliknya, semua kebalikan dari hal-hal tersebut di atas merupakan buah dari ketaatan”.[5] 
Pernah salah seorang salaf ditanya, “Apakah seorang yang sedang bermaksiat itu dapat merasakan lezatnya ketaatan?” Ia menjawab, “Bahkan orang yang berhasratpun tidak (akan merasakan kelezatannya).”
Ibnul Jauzi berkata, “Barang siapa memperhatikan kehinaan yang dirasakan oleh saudara-saudara nabi Yusuf as ketika mereka berkata, ‘Mohon, bersedekahlah kepada kami!’, niscaya ia akan mengerti akibat buruk dari kesalahan meskipun telah diikuti dengan taubat. Sebab seseorang yang punya baju robek kemudian menjahitnya tidak sama dengan orang yang memiliki baju baru”.
Waspadalah terhadap kejahatan yang disepelekan. Ia mungkin saja dapat membakar negeri. Wahai yang senantiasa tergelincir, mengapa kau tidak memperhatikan apa apa yang membuatmu tergelincir?!



[1] Diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dengan sanadnya dari ‘Aisyah ra katanya, “Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, sungguh aku telah tahu ayat terberat yang ada di dalam al-Qur`an.’ Beliau bertanya, ‘Apa itu wahai ‘Aisyah?’ Aku menjawab, ‘Barangsiapa mengamalkan suatu keburukan niscaya akan mendapatkan balasannya’ Lalu beliau bersabda, ‘Apa pun yang dilakukan oleh seorang mukmin sampai kerikil yang dilemparkannya’”
Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir dari Hasyim dengan lafazh yang sama, Abu Dawud dari Abu ‘Amir Shalih bin Rustum al-Khazzar, dan tertera dalam Tafsir Ibnu Katsir 1/558
[2] Lihat tafsir ayat 175 dari surat al-A’raf.
[3] Diriwayatkan oleh Ibnu Majah 402, dan Ahmad 5/277 dari Tsauban ra. Dalam az-Zawaid disebutkan, ‘Isnadnya hasan’.
[4] Shaidul Khathir hal. 73
[5] Al-Fawaid, Ibnul qayim, hal 43. cet. Maktabatul hayah, Beirut

KAUM MUJAHIDIN MENCONTOH SIKAP KASAR SALAFUL ‘UMMAH TERHADAP KAUM MURTADDIN

Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa diantara kamu yang murtad dari Diennya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencitai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang-orang mu’min, dan bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah dan yang tidak takut terhadap celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang di kehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi maha mengetahui.”[ QS.Al-Mai’dah: 54 ]
Mereka itulah orang-orang yang menjihadi kaum murtadin yang tidak merugikan Allah sedikitpun, dan Dia siapkan mereka untuk membela Agama-Nya dan menjaga pilar-pilarnya, Abu Bakar Ash-Shiddieq dan para Sahabatnya Radiyallahu ‘anhuma, di tengah mereka ada auliyaullah dan orang-orang khusus pilihan Allah yang tentangnya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “janganlah kalian mencela sahabat ku…”
   Dan tentang mereka Abdullah ibnu Mas’ud Radiyallahu ‘anhu berkata: “siapa yang mencontoh maka hendakalah ia mencontoh terhadap orang-orang yang sudah meninggal…” merekalah orang-orang yang menjaga petunjuk-petunjuk Nabi Shalallahu ‘alaihi wa salam dan tuntunannya dalam setiap hal besar dan hal kecil, mereka mengamalkannya dan mereka menyampaikannya.
Dan diantara hal itu adalah perintah Allah ‘Azza Wa Jalla kepada kita untuk memerangi orang-orang kafir, orang-orang murtad serta orang-orang yang memerangi Allah dan rasul-Nya Shalallahu ‘alaihi wa salam dengan tangan dan lisan secara bersamaan, bersikap kasar terhadap mereka serta tidak mengenal rasa kasihan dan iba terhadap mereka, karena mereka telah menghalangi (orang-orang) dari jalan Allah  sehingga mereka sesat dan menyesatkan banyak <--more--> orang, Allah Ta’ala berfirman:
“Hai orang-orang beriman perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu, dan hendaklah meerka mendapatkan kekerasan daripadamu, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertaqwa”  [QS.At-Taubah:123].
Inilah siroh Nabi Shalallahu ‘alaihi wa salam di hadapan kita, dimana para sahabat.ra bila perang berkecamuk dan musuh menghadang, engkau dapatkan mereka di belakang Nabi Shalallahu ‘alaihi wa salam dan melindungi diri dengannya, mereka membentengi diri dengan beliau dan beliau orang yang paling dekat terhadapa musuh, serta yang paling keras dalam peperangan, padahal beliau adalah orang yang paling kasih sayang dan paling santun terhadap mereka, sebagaimana yang Allah Ta’ala firmankan tentangnya:
“dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi sekalian alam” [QS.Al-Anbiya’:107].
Dan Dia berfirman pula tentangnya:
“Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu”  [QS.Ali-‘Imron:159].
Tidak ada orang yang lebih penyayang terhadap umat ini daripada beliau, tapi apa yang beliau lakukan terhadap ‘Urariyiin ? yaitu orang-orang yang mengeluhkan penyakit kepada beliau, kemudian beliau mengutus mereka untuk berobat dari air susu dan air seni unta, terus mereka murtad dari Islam setelah mereka sembuh dan mereka membunuh si penggembala serta membawa pergi unta-untanya, maka Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam mengirim orang-orang untuk menyusul mereka, dan merekapun di hadirkan kehadapannya, kemudian beliau memotong tangan dan kaki mereka, dan beliau menusukan paku-paku yang sudah panas di bakar ke mata mereka, kemudian beliau menghempaskan mereka di terik matahari dan tidak di beri air sampai seseorang di antara mereka menjilat-jilat tanah dengan mulutnya saking hausnya sehingga mati semuanya.
Ketahuilah bahwa Allah tidak menurunkan satu ayatpun dalam Al-Qur’an ini dan tidak ada satu hadist pun dari hadist-hadist yang shohih lagi tsabit dari As-Sunnah ini melainkan suatu kaum telah mengamalkannya dan akan mengamalkan dengannya kaum yang lain -senang dengannya orang yang senang dan benci dengannya orang yang benci-.
Orang yang tergolong orang-orang yang bersyukur lagi teguh diatas dien ini dan berupaya keras lagi tabah di atas manhaj yang lurus ini lagi di cintai Allah dan Rasul-Nya Shalallahu ‘alaihi wa salam, maka sesungguhnya ia menjihadi setiap orang yang murtad lagi keluar menentang dien ini dan menghalang-halangi (orang lain) dari jalan Rabbul ‘Alamin, serta ia bersikap kasar terhadap mereka.
Seperti keadaan mereka para thoghut murtaddin musuh-musuh dien ini yang telah melepaskan diri dari Islam secara total –walau mereka sholat, shaum dan mengaku muslim- dan mereka intisab kepada kaum kuffar dan pemikiran-pemikirannya yang busuk, serta mereka membuat Qowanin Wadh’iyyah kemudian mereka di ikuti manusia di dalamnya dan rela dengan kehinaan dalam dien mereka. Mereka hancurkan mesjid-mesjid yang menyiarkan Al-Haq, mereka perangi jama’ahnya, mereka buka pintu-pintu kerusakan dan munkarot selebar-lebarnya, mereka halalkan darah dan kehormatan serta harta kaum muslimin, kemudian mereka membunuh, menahan dan merobek kehormatan. Dan mereka hari ini berlaku biadab terhadap ikhwan kita yang terpenjara dan memperlakukannya dengan perlakuan-perlakuan yang kejam. Kita memohon kepada Allah agar mengadzab mereka dengan tangan-tangan kita di dunia sebelum di akhirat, melegakan dada kami dan menghilangkan panas hati kita.
Kemudian bagaimana kita tidak bersikap kasar terhadap mereka atau kita tidak berupaya menjihadi (mereka) sebagai bentuk pembalasan untuk ikhwan kami apalagi dari memeranginya dalam rangka membela Dien ini serta melindungi keutuhan Islam dan kaum Muslimin, Allah Ta’ala berfirman:
“Mengapa kamu tidak memerangi orang-orang yang merusak sumpah (janjinya), padahal mereka telah keras kemauannya untuk mengusir Rasul dan merekalah yang pertama kali memulai memerangi kamu ? Mengapakah kamu takut kepada mereka padahal Allah-lah yang berhak kamu takuti, jika kamu benar-benar orang yang beriman. Perangilah mereka, niscaya Allah akan menyiksa mereka dengan (perantaraan) tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman dan menghilangkan panas hati orang-orang mu’min. Dan Allah menerima taubat orang yang dikehendaki-Nya, Allah maha Mengetahui lagi maha Bijaksana.”  [QS.At-Taubah: 13-15]
Ini adalah support dari Allah Ta’ala penyemangat dan memanas-manasi untuk memerangi kafirin dan membabat mereka, dan terutama kaum murtaddin itu dengan cara yang dilakukan oleh As-Salaf Ash-Sholih dari kalangan Sahabat dan Tabi’in yang mana mereka adalah sebaik-baik manusia untuk manusia.
Dimana Abu Bakar Ash-Shiddiq Radiyallahu ‘anhu menulis surat kepada Khalid ibnul Walid Radiyallahu ‘anhu seraya menyemangatinya, saat datang berita kepada beliau bahwa ia menganggap besar Thulaihah dan orang-orang yang bersamanya, Beliau berkata:
Hendaklah apa yang Allah karuniakan kepadamu menambah bagimu kebaikan, dan taqwalah dalam urusanmu karena sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat baik, tegarlah dalam urusan mu dan jangan lembek, dan kamu tidak mendapatkan kesempatan menghajar orang-orang musyrik melainkan kamu membabatnya, serta orang  yang engkau tangkap dari kalangan menentang Allah atau melawan-Nya, dari kalangan yang engkau pandang bahwa dalam hal itu terdapat penyelesaian maka bunuhlah ! ”.
Maka Khalid Radiyallahu ‘anhu pun mengejar-ngejar mereka satu bulan seraya membalaskan dendam kaum muslimin yang di bunuh mereka, yang berada diantara mereka saat mereka murtad, diantara mereka ada yang Khalid bakar dengan api, ada juga yang ia hancurkan kepalanya dengan batu, dan diantara mereka ada yang di jatuhkan dari atas gunung, kemudian Khalid memanggil  Malik ibnu Nuwairoh dan ia kabarkan kepadanya tentang apa yang muncul darinya, berupa sikap mengikuti Sajah -yang mengaku Nabi- dan sikap dia menolak memberikan zakat, dan Khalid berkata: “apa kamu tidak tahu bahwa ia penerta sholat ? Maka ia menjawab: “sesungguhnya sahabat kamu mengklaim itu”. 
Maka Khalid berkata: “apa dia sahabat saya dan bukan sahabat mu ? Hai Alirar,  penggal lehernya !”  maka ia menebas lehernya, kemudian beliau perintahkan agar kepalanya di sertakan dengan jarin (alas jemur kurma) dan di masak pada tiga periuk.
Semua ini agar mengambil pelajaran dengannya orang yang mendengar berita mereka, yaitu orang-orang Arab yang murtad. Sehingga Khalid ibnul Walid Radiyallahu ‘anhu jelas adalah pedang Allah bagi Musyrikin dan murtaddin, dimana Ash-Shiddiq Radiyallahu ‘anhu menugaskannya untuk memerangi mereka, sehingga ia lega dan melegakan.
Inilah Zaid ibnul Khottob Radiyallahu ‘anhu dalam peperangan melawan Ahlul Yamamah, beliau menyemangati para Sahabat untuk terus memerangi seraya berkata: “Hai manusia gigitkan geraham kalian, pukul mundur musuh kalian dan terus maju ke depan !”
Ini juga putra Abu Quhafah Ash-Shiddiq Radiyallahu ‘anhu berkata: “Bakar Fuja’ah di baqi!”. dan sebabnya adalah ia [fuja’ah] datang kepadanya, terus ia mengklaim bahwa ia telah masuk Islam dan meminta beliau agar menyiapkan pasukan bersamanya untuk memerangi kaum murtaddin, maka beliaupun menyiapkan bersamanya pasukan, dan tatkala sudah jadi maka ia tidak melewati seorang muslim pun dan orang murtad melainkan ia membunuhnya dan mengambil hartanya. Tatkala Ash-Shiddiq mendengar berita itu maka ia mengirim pasukan di belakangnya, kemudian pasukan itu membawa dia [fuja’ah] dan tatkala beliau [Ash-Shidiq] menguasainya, maka beliau mengirim dia ke Baqi, terus kedua tangannya di ikat ke belakang dan kemudian di lemparkan ke dalam api dan membakarkanya sedang dia dalam keadaan telungkup.
 Ini juga Ali bin Abu Thalib Radiyallahu ‘anhu, saat beliau memberikan support  kepada shahabat untuk memerangi khowarij musuh-musuh Allah, maka Shahabat tidak memperlambat diri sedikitpun dalam hal itu. Dan apa yang beliau lakukan terhadap syi’ah adalah dalil yang paling nyata terhadap sikap ini, di mana beliau menyalakan api besar dan melemparkan mereka ke dalamnya.
Sungguh para shahabat Radiyallahu ‘anhuma itu memiliki sikap kasar terhadap kaum murtadin dan sikap cemburu terhadap Dien ini, dan andaikata mereka berada pada zaman ini tentu mereka tidak akan duduk walau sebentar atau libur sesaat dari memerangi mereka dan membabat mereka. Jadi kita mengikuti jejak langkah mereka dan kami ber’azzam kuat menghidupkan sunnah mereka, serta kami akan terus berperang, membunuh, membakar, mencincang musuh-musuh Allah sebagai pembalasan atas apa yang di derita ikhwan kami [semoga Allah melimpahkan rahmat kepada mereka]  dan bersikap keras terhadap mereka serta mengamalkan setiap apa yang di lakukan oleh Al-Sabiqunal Awwalun terhadap orang-orang yang keluar dari ajaran Rabbul ‘Alamiin, sumpah demi Allah seandainya kami mendapatkan sunnah lain tentang dahsyatnya qital dan teror bagi musuh yang belum kami ketahui tentu kami akan bergegas mangamalkannya dan menghidupkannya sehingga kami benar-benar menjadi SALAFIYIN sesungguhnya dan tergolong At-Tabi’ina lahum bi ihsan [orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik yang Allah ridho terhadap mereka dan mereka ridhoi terhadap-Nya serta dia persiapkan bagi mereka Jannah yang mengalir di dalamnya sungai-sungai seraya mereka kekal di dalamnya, itulah kemenangan yang besar].
Jadi operasi-operasi Jihad yang di lakukan ikhwan kami hafidzahumullah di banyak tempat berupa peledakan dan penghancuran berbagai markaz para thoghut yang kokoh, beserta antek-antek dan kaki tangan mereka, sekalian juga tempat-tempat kerusakan dan kemungkaran, membakarnya dan memberikan pelajaran terhadap pelakunya, agar memungkinkan untuk menghabisi kaum murtaddin dan memukul mereka secara telak, adalah bukti terbesar atas sikap kasar kaum Mujahidin terhadap orang-orang yang keluar dari Dien ini dan bukti bahwa mereka mencontoh pendahulu mereka yang Sholeh [Salaful ‘Umah], sebagaimana firman Allah Ta’ala:
“Tidak patut bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi.” [QS. Al-Anfal: 67]
Dan Firman-Nya Subhanahu wa Ta’ala:
“sehingga apabila kamu telah mengalahkan mereka.” [QS. Muhammad: 4]
Dan kami akan terus memberikan support demi tetap teguh di atas jalan ini, sebagaimana yang di lakukan oleh Ash-Shiddiq dan di ikuti oleh Khalid dan Shahabat lainnya Radiyallahu ‘anhuma berupa pembunuhan, memberi pelajaran, pembakaran dan sikap kasar.
Dan kami belum melegakan dada kami sama sekali, karena kami belum, melakukan pembunuhan seperti yang di lakukan para Shahabat, dimana mereka Radiyallahu ‘anhuma telah membunuh pada perang Yamamah melawan bani hanifah sekitar 10.000 tentara, dan ada yang mengatakan 21.000 tentara, dan di satu hari mereka membunuh 14.000 orang, 7.000 orang di waktu pagi dan 7.000 orang di waktu sore. Dan tatkala Abu Bakar Ash-Shiddiq Radiyallahu ‘anhu memanggil Khalid bin Walid, maka ia pun datang ke madinah dengan mengenakan baju besinya yang berkarat karena banyak terkena darah, dan pada sorban beliau tertancap anak panah yang berlumuran darah. Begitu juga Ali bin Abi Tholib Radiyallahu ‘anhu pasa masa kekhilafahannya, beliau dalam satu peperangan membunuh 4000 orang khowarij dan tidak selamat darinya kecuali 400 orang, dimana para shahabat tidak mendapatkan pimpinannya karena banyaknya mayat yang bertumpuk satu sama lain, dan begitu pula kepala-kepala mereka di ambil dan di letakan di jalanan menuju masjid Al-Kabir di Damaskus, kemudian di jadikan berumpak-umpak. Dan ini semua karena banyaknya yang di bunuh yang mana kita hari ini masih jauh darinya.
Inilah Sunnah Shahabat Radiyallahu ‘anhuma, jalan mereka dan manhaj mereka bagi orang-orang yang ingin menjadi Salafi sebenarnya, bahkan ini adalah jalan Nabi Shalallahu ‘alaihi wa salam. Dan dengan ini Allah Ta’ala memerintahkannya dalam surat At-Taubah, Dia Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
Hai Nabi perangilah orang-orang kafir dan orang-orang munafik dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka itu adalah neraka jahanam dan itu seburuk-buruknya tempat kembali.”  [QS. At-Tahrim: 9]
Dan ia adalah sifat mukminin yang jujur, yang sabar lagi berjalan di atas manhaj ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang mereka dalam surat Al-Fath:
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka ruku dan sujud…”   [QS. Al-Fath: 29]
Maka antum Ikhwanul Mujahidin teruskan upaya penghancuran para perusak –yang kotor lagi najis- itu serta taqorrub kepada Allah dengan memenggal leher-leher mereka sebagaimana firman Allah Ta’ala:
Jika kamu menemui mereka dalam peperangan, maka cerai beraikanlah orang-orang yang di belakang mereka dengan (menumpas) mereka, supaya mereka mengambil pelajaran.”   [QS.Al-Anfal: 57]
Dengan hal itu kita mengharap ridho Allah Ta’ala dan kemenangan agar meraih Jannatun Na’im bersama para Nabi, Ash-Shiddiqin, Asy-Syuhada, Ash-Shalihin dan mereka itu sebaik-baiknya teman.
[dan kamu sungguh akan mengetahui (kebenaran) berita ini setelah beberapa waktu lagi ]

Sumber:  Majalah Al-Jama’ah/ Al-Jazair/ edisi 13/ Shafar 1418 H,
Mimbar Tauhid Wal Jihad
Penerjemah: Abu Sulaiman.


HUKUM MENONTON ACARA TELEVISI YANG MENGHINA
DIENUL ISLAM
Pertanyaan:
Berkaitan dengan kaidah “Ridla dengan kekafiran adalah kekafiran”. Tidak samar lagi atas engkau wahai syaikh kami atas keberadaan sinetron-sinetron televisi yang bejat, yang menjajakan kebejatan dan tampilan seronok, bahkan memperolok-olok ajaran dien ini dan orang-orang yang menjalankannya.
Pertanyaannya adalah: Apakah orang yang refreshing menonton sinetron komedi yang menampilkan sebagian ajaran Islam dan menjadikannya sebagai bahan tertawaan, apakah orang tersebut di sini bila dia tertawa dan melanjutkan tontonannya tanpa mengingkari apa yang dia lihat atau tanpa mematikan televisinya, apakah dia itu terkena kaidah tadi sehingga dia itu menjadi kafir berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta'ala:
“Dan sungguh Allah telah menurunkan kekuatan kepada kamu di dalam Al Quran bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), Maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. karena Sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahannam.” (An Nisa: 140).
Semoga Allah memberikan balasan kepada engkau.

Syaikh Abu Bashir menjawab:
Segala puji hanya bagi Allah Rabbul ‘aalamin.
Film dan sinetron yang mengandung hujatan dan perolok-olokan terhadap ajaran Allah dan syari’at Islam adalah kufur akbar. Maka menontonnya dalam rangka refreshing, tertawa dan hiburan tanpa mengingkari dan tanpa mematikan televisinya atau tanpa pergi meninggalkan majelisnya adalah kufur akbar juga, dan semua kandungan kaidah “Ridla dengan kekafiran adalah kekafiran” berlaku padanya.
Oleh sebab itu wajib atas orang-orang yang memiliki kepedulian terhadap agamanya agar menghatikan-hatikan dirinya dan keluarganya dari keburukan yang disebut televisi ini serta sarana-sarana informasi lainnya yang telah menyerang rumah-rumah kaum muslimin.
Wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah.


Gugur di Medan Jihad Itu Lebih Baik




Oleh: Badrul Tamam
Segala puji bagi Allah yang memiliki kehendak yang sempurna. Dia melakukan apa yang dikehendaki-Nya. Lalu apa yang Dia kehendaki dari sesuatu pasti terjadi. Sebaliknya, yang tak dikehendaki oleh-Nya, tak akan terjadi.
Gugurnya mujahidin dalam jihad tidak lepas dari kehendak Allah di atas dan masuk dalam keumuman firman-Nya,
وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ أَنْ تَمُوتَ إِلا بِإِذْنِ اللَّهِ كِتَابًا مُؤَجَّلا
 "Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya." (QS. Ali Imran: 145) Artinya, tidak seorangpun yang meninggal kecuali dengan takdir Allah, dan sehingga sempurna waktu yang telah ditetapkan Allah untuknya. Oleh karena itu Allah berfirman, "Sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya."
Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi dalam tafsirnya, Aisar Tafasir, juga menjelaskan bahwasanya kematian seseorang terjadi dengan izin Allah sebagai pencipta dan pemiliknya yang hakiki. Sehingga tak seorang pun meninggal tanpa sepengetahuan-Nya. Malaikat maut juga tak akan mencabut nyawa seorang pun sebelum Allah mengizinkannya untuk melakukan itu. Lain dari pada itu, kematian setiap manusia telah tercatat tanggalnya, lebih rinci lagi sampai tercatat hari dan jamnya, pada kitab khusus yang tak mungkin akan maju atau mundur karena satu kondisi. Semua ini merupakan hakikat yang wajib diketahui.
Lebih dari itu, Syaikh Abdurrahman bin Nashir al-Sa'di dalam tafsirnya menerangkan, siapa saja yang telah sampai ketetapan takdir kematiannya pasti ia akan mati walau tanpa sebab. Sebaliknya, siapa yang ingin kematian walau ia melakukan berbagai sebab, maka semua itu tidak bisa mematikannya sebelum sampai ajalnya. Semua itu dikarenakan Allah telah memutuskan, menetapkan, dan menuliskannya sampai ajal tertentu, "Apabila telah datang ajal mereka, maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak (pula) mendahulukan (nya)." (QS. Yunus: 49)
siapa saja yang telah sampai ketetapan takdir kematiannya pasti ia akan mati walau tanpa sebab. Sebaliknya, siapa yang ingin kematian walau ia melakukan berbagai sebab, maka semua itu tidak bisa mematikannya sebelum sampai ajalnya.
Maka sesungguhnya kematian yang menimpa seorang mujahid di medan jihad adalah karena Allah mengizinkannya meninggal, dan sudah sampai batas umurnya. Bukanlah kehebatan musuh yang mencabut nyawanya. "Jihad dan medan peperangan tidaklah menyegerakan ajal seorang hamba. Sementara lari dari jihad tidak pula mengakhirkannya." (Dinukil dari Aisar Tafasir)
Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata, "Dalam ayat ini terdapat motifasi dan dorongan bagi para penakut untuk berperang (berjihad). Karena maju berperang atau lari darinya tidak mengurangi jatah umur dan tidak pula menambahnya."
Lebih dari itu, bahwa dalam kematian mujahid terdapat hikmah yang Allah kehendaki pada keputusan-Nya tersebut, "Dan supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada." (QS. Ali Imran: 140)
Bagaimana seseorang bisa mendapatkan derajat syuhada' kalau dia tidak meninggal dan terbunuh di medan jihad? Dan bagaimana seseorang bisa terbunuh di medan jihad, kalau dia menjauh dari bumi jihad? Padahal mati syahid merupakan jalan besar untuk masuk surga. Sehingga tepatlah pertanyaan Allah kepada orang-orang yang merindukan surga tapi takut berjihad karena takut mati atau terbunuh di dalamnya, padahal surga tidak dimasuki kecuali oleh orang-orang yang mati terlebih dahulu.
أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَعْلَمِ اللَّهُ الَّذِينَ جَاهَدُوا مِنْكُمْ وَيَعْلَمَ الصَّابِرِينَ
"Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar." (QS. Ali Imran: 142)
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
وَاعْلَمُوا أنَّ الْجَنَّةَ تَحْتَ ظِلالِ السُّيُوفِ
"Ketahuilah bahwasanya surga itu berada di bawah kilatan pedang." (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Gugur Pada Jalan Jihad Itu Lebih Baik 
Sesungguhnya kematian adalah sesuatu yang pasti. Setiap yang bernyawa harus merasakannya. Setiap yang tinggal di muka bumi harus mati. Tak seorangpun bisa menghindar darinya. Allah Ta'ala berfirman, "Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati." (QS. Ali Imran: 185)
Sedangkan kematian di jalan Allah atau terbunuh di dalamnya adalah lebih baik, seandainya mereka tahu dan meyakininya,  dari apa saja yang mereka kumpulkan di dunia ini yang karenanya mereka meninggalkan jihad disebabkan takut mati dan terbunuh.
Allah ta'ala berfirman,
وَلَئِنْ قُتِلْتُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَوْ مُتُّمْ لَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرَحْمَةٌ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ
"Dan sungguh kalau kamu gugur di jalan Allah atau meninggal, tentulah ampunan Allah dan rahmat-Nya lebih baik (bagimu) dari harta rampasan yang mereka kumpulkan." (QS. Ali Imran: 157)
Imam Ibnu Katsir berkata, "Firman Allah ini mengandung makna bahwa terbunuh di jalan Allah (jihad) dan juga meninggal (di dalamnya) merupakan sarana mendapatkan rahmat Allah, ampunan dan keridhaan-Nya. Dan itu lebih baik daripada tetap tinggal di dunia dan mengumpulkan semua kemewahannya yang fana."
Maka anggapan orang munafik yang materialistik, bahwa gugur dan meninggal di medan jihad merupakan keburukan. Dan karena kebenciannya kepada Islam dan syariatnya sehingga ia senantiasa menunggu-nunggu hal itu menimpa mujahidin. Maka Allah memerintahkan kepada Nabi-Nya untuk membantah keyakinan mereka:
قُلْ هَلْ تَرَبَّصُونَ بِنَا إِلَّا إِحْدَى الْحُسْنَيَيْنِ
"Katakanlah: "tidak ada yang kamu tunggu-tunggu bagi kami, kecuali salah satu dari dua kebaikan." (QS. Al-Taubah: 52)   Maksudnya satu dari dua kebaikan adalah kemenangan terhadap musuh dan mendapatkan ganjaran duniawi dan ukhrawi; atau mendapatkan kesyahidan  yang merupakan derajat tertinggi dan kedudukan termulia makhluk di sisi Allah.
Karena itu, gugur di medan jihad tidak perlu ditakutkan karena dia bukan keburukan dan perbuatan tercela. Bahkan seharusnya diperebutkan oleh orang-orang yang berlomba-lomba menuju Allah dan surga-Nya.
Karena itu, gugur di medan jihad tidak perlu ditakutkan karena dia bukan keburukan dan perbuatan tercela. Bahkan seharusnya diperebutkan oleh orang-orang yang berlomba-lomba menuju Allah dan surga-Nya. Karena dengannya Allah membeli kehidupannya yang pendek dan fana yang penuh dengan sesuatu yang menjengkelkan, musibah dan sakit, dengan kehidupan abadi yang kenikmatannya tak terputus dan tak lagi ada penderitaan dan rasa sakit. Allah Ta'ala berfirman,
إِنَّ الله اشترى مِنَ المؤمنين أَنفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الجنة يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ الله فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ وَعْداً عَلَيْهِ حَقّاً فِي التوراة والإنجيل والقرآن وَمَنْ أوفى بِعَهْدِهِ مِنَ الله فاستبشروا بِبَيْعِكُمُ الذي بَايَعْتُمْ بِهِ وَذَلِكَ هُوَ الفوز العظيم
"Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jualbeli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar." (QS. Al-Taubah: 111)
Allah mengabarkan tentang kondisi para syuhada', keutamaan dan kemuliaan mereka, serta karunia dan kebaikan yang Allah berikan kepada mereka:
وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ فَرِحِينَ بِمَا آَتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَيَسْتَبْشِرُونَ بِالَّذِينَ لَمْ يَلْحَقُوا بِهِمْ مِنْ خَلْفِهِمْ أَلَّا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ  يَسْتَبْشِرُونَ بِنِعْمَةٍ مِنَ اللَّهِ وَفَضْلٍ وَأَنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُؤْمِنِينَ
"Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rizki. Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, 'bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.' Mereka bergirang hati dengan nikmat dan karunia yang besar dari Allah, dan bahwa Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang beriman." (QS. Ali Imran: 169-171)
Para syuhada' tidaklah mati seperti yang mereka kira sehingga kehilangan rizki dan  kenikmatan hidup. Padahal hal inilah yang membuat banyak orang khawatir, para pengecut takut berperang dan tidak rindu syahid. Tapi mereka hidup mulia di sisi Allah Allah dengan mendapatkan berbagai kenikmatan yang tidak akan diketahui nikmatnya kecuali oleh yang merasakannya.
Allah menyempurnakan anugerah nikmat kepada mereka dengan mengabungkan antara nikmat badan berupa rizki dengan nikmat hati dan ruh dalam bentuk kebahagiaan terhadap karunia yang dianugerahkan kepada mereka. Sehingga sempurnalah kenikmatan dan kebahagiaan mereka.
Bau Darah Orang Mati Syahid
Orang yang mati syahid merupakan manusia yang paling tinggi kedudukannya. Pahala amalnya tetap mengalir sehingga ia dibangkitkan. Bau darahnya sewangi kesturi.
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya! Tidaklah seseorang terluka di jalan Allah -dan Allah lebih tahu siapa yang terluka di jalanNya- melainkan dia akan datang pada hari kiamat dengan darah yang berwarna darah (merah) sedangkan baunya seharum kesturi.” (HR. Bukhari)
Dr. Abdullah Azzam menyampaikan, “Subhanallah! Sungguh kita telah menyaksikan hal ini pada kebanyakan orang yang mati syahid. Bau darahnya seperti aroma misk (minyak kasturi). Dan sungguh di sakuku ada sepucuk surat-diatasnya ada tetesan darah Abdul wahid (Al Syahid, insya Allah)- dan telah tinggal selama 2 bulan, sedangkan baunya wangi seperti kesturi.” (Kado Istimewa Untuk Sang Mujahid, karya Syaikh Dr. Abdullah Azzam)
Dan sungguh di sakuku ada sepucuk surat-diatasnya ada tetesan darah Abdul wahid (Al Syahid, insya Allah)- dan telah tinggal selama 2 bulan, sedangkan baunya wangi seperti kesturi. (DR. Abdullah Azam)
Di Manakah Arwah Syuhada'?
Arwah para syuhada' ditempatkan di surga Firdaus yang tertinggi. Hal ini didasarkan pada hadits Rasullullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam yang bersabda kepada Ummu Haritsah binti Nu’man -putranya gugur di perang badar-ketika dia bertanya kepada beliau (tentang nasib putranya): “Di mana dia?” Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: ”Sesungguhnya dia ada disurga Firdaus yang tinggi.” (HR. Al Bukhari)
Dalam Shahih Muslim, dari Masyruq rahimahullah, berkata: "Kami bertanya kepada Abdullah tentang ayat ini (QS. Ali Imran: 169)
Dia menjawab, "Adapun kami telah bertanya (kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam) tentang hal, lalu beliau menjawab: "Sesungguhnya ruh-ruh para syuhada’ itu ada di dalam tembolok burung hijau. Baginya ada lentera-lentera yang tergantung di 'Arsy. Mereka bebas menikmati surga sekehendak mereka, kemudian singgah pada lentera-lentera itu. Kemudian Rabb mereka memperlihatkan diri kepada mereka dengan jelas, lalu bertanya: “Apakah kalian menginginkan sesuatu?” Mereka menjawab: “Apalagi yang kami inginkan sedangkan kami bisa menikmati surga dengan sekehendak kami?” Rabb mereka bertanya seperti itu sebanyak tiga kali. Maka tatkala mereka merasa bahwasanya mereka harus minta sesuatu, mereka berkata, “Wahai Rabb kami! kami ingin ruh kami dikembalikan ke jasad-jasad kami sehingga kami dapat berperang di jalan-Mu sekali lagi. “Maka tatkala Dia melihat bahwasanya mereka tidak mempunyai keinginan lagi, mereka ditinggalkan.” (HR. Muslim)
Imam al Darimi dalam Sunannya meriwayatkan dari Masyruq, dia berkata: "Kami telah bertanya kepada Abdullah tentang arwah para syuhada'. Kalau bukan Abdullah, maka tak seorangpun yang menyampaikannya kepada kami. Dia (Abdullah) berkata, "Arwah para syuhada' di sisi Allah pada hari kiamat berada di perut burung hijau. Dia memiliki lentera-lentera yang tergantung di 'Asry. Dia terbang di dalam surga ke mana saja yang dikehendakinya. Kemudian dia kembali ke lentera-lentera tadi, lalu Rabb mereka memuliakan mereka dengan berkata: "Apakah kalian menginginkan sesuatu? Mereka menjawab: "tidak, kecuali kami dikembalikan lagi ke dunia sehingga kami terbunuh (mati syahid di jalan Allah ) untuk kesekian kali."
Imam an Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim menyebutkan, ". . . ketika mereka tahu harus meminta, mereka meminta agar ruh mereka di kembalikan ke jasad-jasad mereka untuk berjihad lagi atau untuk mencurahkan jiwanya di jalan Allah Ta'ala dan merasakan nikmatnya (gugur) di jalan Allah." Walahu A'lam
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam telah mengetahui kenikmatan yang diperoleh para syuhada'. Karenanya beliau pernah menyampaikan keinginannya untuk gugur di jalan Allah dalam sabdanya: "Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh aku berkeinginan meninggal di jalan Allah, kemudian dihidupkan lagi, lalu terbunuh, lalu dihidupkan lagi, lalu terbunuh." (HR. Al Bukhari)
Orang yang mati syahid itu tidak merasakan (rasa sakit) pembunuhan kecuali sebagaimana seorang di antara kalian merasakan (sakitnya) cubitan. (al Hadits)
Kematian Di Jalan Allah Tidak Seseram yang Dibayangkan
Sesungguhnya kematian di jalan Allah tidak seseram yang kita bayangkan. Banyak hadits dan kisah yang memaparkan bahwa para syuhada' tidak merasakan sakit berlebih ketika menemui kesyahidan, kecuali seperti tercubit.
Disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, “Orang yang mati syahid itu tidak merasakan (rasa sakit) pembunuhan kecuali sebagaimana seorang di antara kalian merasakan (sakitnya) cubitan.” (HR. Ahmad, At Tirmidzi, An Nasa’i – hadits hasan)
Karennya, masih takutkah kita untuk berjihad fi sabilillah dan menemui kesyahidan di jalan Allah?


Napak Tilas Perjalanan Jihad
Asy Syahid (InsyaAllah) Ahmad Maulana



Ahmad Said Maulana adalah sosok perindu surga yang sangat mencintai perjuangan jihad membela kaum muslimin yang tertindas. Kiprah jihadnya dimulai ketika ribuan umat Islam Ambon dibantai Salibis saat shalat Idul Fitri tahun 1998. Maulana terjun ke medan jihad Ambon pada generasi awal di tahun 1999. Dua tahun kemudian, ketika umat Islam di Poso dibantai salibis, Maulana pindah haluan ke medan jihad di Poso mulai tahun 2000.
Di kalangan mujahidin Ambon dan Poso, Maulana dikenal sebagai sosok yang penuh keteladanan jihad. Karena kepribadiannya yang sabar, setia kawan, dan sangat kuat tekadnya, ia sering menjabat sebagai komandan perang dalam berbagai pertempuran melawan salibis.
Setelah konflik Poso reda, tahun 2003 Maulana yang haus jihad itu berangkat ke Filipina untuk membantu jihad di Moro. Naasnya, dalam perjalanan pulang dari Filipina melalui Malaysia, Maulana ditangkap di Malaysia dan dijerat dengan Undang-undang Keamanan Dalam Negeri Malaysia (ISA). Maulana pun mendekam lima tahun di penjara Malaysia yang terkenal jauh lebih kejam daripada penjara Indonesia.
…Kejamnya penjara, ternyata tak membuat Maulana jera dalam perjuangan jihad fisabilillah…
Tahun 2008 akhir, Maulana dibebaskan dan pulang ke Indonesia. Kejamnya penjara Malaysia, ternyata tak membuat Maulana jera dalam perjuangan jihad fisabilillah.
Akhirnya, tahun 2010 Maulana bergabung dengan Kafilah Mujahidin Aceh. Dalam kelompok yang disebut-sebut sebagai “Tandzhim Al-Qaidah Serambi Mekkah” ini, Maulana menjadi salah satu tokoh penting dalam I’dad di pegunungan Jalin Jantho, Aceh Besar. Perjalanan jihad Maulana terhenti saat nafasnya berhenti
Maulana gugur ditembak thaghut pada hari Rabu (13/5/2010), sekitar pukul 12.00 WIB di Cawang, bersama dua laki-laki lainnya, dengan tuduhan terorisme tanpa dibuktikan apa kesalahannya. Bahkan hingga di pemakamannya, dua orang pria itu tak dikenali identitasnya, sehingga dua pria tak teridentifikasi itu diberi nama MR. X-I/CWG/0001 dan MR. X-I/CWG/0002.
Tindakan semena-mena Densus itu mendapat protes dari banyak tokoh. KH Mudzakkir mengecam tindakan semena-mena Densus yang menembak mati ketiga mujahid itu. Bahkan Pimpinan Ponpes Al-Islam Solo ini mengimbau umat Islam agar tidak mudah percaya kepada berita dari aparat kepolisian yang menyangkut kasus terorisme. Ia meragukan kejujuran aparat kepolisian soal tuduhan teroris terhadap tiga orang aktivis Islam yang ditembak mati di Cawang. Pasalnya, setelah dua orang pemuda itu dibunuh dengan tuduhan teroris, polisi tak bisa menunjukkan identitas, nama dan alamat dua orang tersebut. Bahkan ketika dikuburkan di Pondok Ranggon Jakarta Timur, pada Selasa (8/5/2010), polisi hanya bisa memberi label Mr X-1 dan Mr X-2 di nisan kuburan. “Mereka membunuh dua orang yang disangka teroris tapi tidak tahu siapa namanya dan di mana alamatnya, lalu kedua jenazahnya dikuburkan dengan diberi label Mr X1 dan Mr X2,” gugatnya.
Dengan validitas yang tidak shahih seperti itu, ujar Mudzakir, maka umat Islam dilarang keras percaya dengan informasi polisi terkait berita terorisme. “Kelakuan Densus yang seperti itu, apakah kita harus percaya kepada orang seperti itu? Maaf saja, keyakinan kami melarang untuk percaya kepada mereka-mereka itu. Kita disuruh Allah untuk tidak mempercayai omongan mereka itu,” pungkasnya.
…Di lengan dan paha Maulana terdapat bekas luka senjata tajam. Luka ini adalah saksi jihad, ia terkena tombak dan panah saat berjihad di Ambon…
Tak heran jika DPP FPI bersuara lantang mendesak agar Komisi III meminta pertanggungjawaban Densus 88 dan Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri terkait 2 terduga teroris yang ditembak di Cawang. Kinerja kepolisian patut dipertanyakan karena berani menuduh dua orang sebagai teroris, padahal sampai dimakamkan di TPU Pondok Rangon, polisi tak mengetahui identitas orang yang ditembak mati itu.
“Dua orang dulu diklaim memiliki hubungan dengan teroris. Kedua orang ini dimakamkan di Pondok Rangon dengan nama Mr X. Ini perlu diusut karena ini menyangkut nyawa seseorang,” kata Ketua Nahi Munkar Front Pembela Islam (FPI), Munarman, saat melakukan audiensi dengan Komisi III DPR di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (31/8/2010).

Isyarat Syahid Ahmad Maulana
Setelah ditembak mati aparat thaghut dan disemayamkan di RS Polri selama seminggu, Maulana dimakamkan di kampung halamannya, K Tempat Pemakaman Umum (TPU) Pondok Petir Pamulang Tangerang, Selasa (18/5/2010).
Cap teroris yang disematkan aparat kepada Maulana, sama sekali tidak menyurutkan umat Islam untuk mempahlawankan Maulana sebagai sosok mujahid. Dengan penuh duka, khalayak sangat antusias mengikuti prosesi pemakaman dari shalat jenazah hingga penguburan. Dalam pemakaman, berulang kali massa mengumandangkan takbir.
…Saat dimandikan, terjadi keajaiban dalam jenazah Maulana. Darah segar masih mengalir dari mulut dan lubang telinganya, padahal sudah hampir seminggu ditembak mati oleh Densus...
Saat dimandikan, menurut laporan muslimdaily.net, terjadi keajaiban dalam jenazah Maulana. Nampak darah segar masih mengalir dari mulut dan lubang telinganya, padahal sudah hampir seminggu menjadi korban peluru Densus 88.
Di lengan tangan dan paha Maulana terdapat bekas luka senjata tajam. Luka ini adalah saksi jihad Maulana, yang terkena tombak dan panah saat berjihad di Pulau Buru, Ambon (1999-2000).
Semasa hidupnya, Maulana menggadaikan jiwa dan raganya untuk Islam dan kaum muslimin. Kini Maulana gugur meninggalkan seorang istri dan dua orang anak yang berstatus yatim. [A. Azka Izzatillah]