KERACUAN DAN
KESESATAN
PANCASILA
“Pancasila sebagai filsafat negara itu bagi kami adalah
kabur dan tak bisa berkata apa-apa kepada jiwa Ummat Islam yang sudah mempunyai
dan sudah memiliki satu ideologi yang tegas, terang, dan lengkap, dan hidup
dalam kalbu rakyat Indonesia sebagai tuntutan hidup dan sumber kekuatan lahir
dan bathin, yakni Islam. Dari ideologi Islam ke Pancasila bagi Ummat Islam
adalah iBarat melompat dari bumi tempat berpijak ke ruang hampa, Vacuum, tak
berhawa”.
Dr. Muhammad Natsir1
I. PENDAHULUAN
Islam sebagai ideologi universal telah menempatkan dirinya
pada kedudukan teratas dari ideologi-ideologi lainnya di dunia ini. Ini
disebabkan karena konsepsi Islam yang fitri (sesuai dengan fitrah manusia) dan
tetap up to date sepanjang zaman, tidak pernah mengalami perubahan-perubahan
dalam konsepsinya. Tidak seperti komunisme, sosialisme, kapitalisme ataupun
liberalisme dan semua isme-isme manusiawi lainnya yang telah gagal dalam
misinya, karena ajaran-ajarannya yang tidak sesuai dengan harkat kemanusiaan2.
Kehancuran dan kerusakan di muka bumi yang sudah meluas, tidak lain disebabkan
oleh kegagalan sistem manusiawi tersebut dalam menjalankan misinya. Dengan
mengatasnamakan kemajuan, mereka telah mengembangkan pengetahuan tanpa tujuan
yang jelas dan akhirnya akan mendatangkan malapetaka bagi manusia dan
lingkungannya. Dengan gagalnya isme-isme ini dengan segala krisis dan
pfroblematika yang ditimbulkannya kepada manyarakat moderen, maka hanya
Islam-lah sistem, ideologi, falsafah maupun way of live yang dapat mengatasi
nestapa manusia abad moderen ini. Karena dalam sejarahnya Islam telah terbukti
melahirkan manusia-manusia unggul dan agung yang belum tertandingi sampai saat
ini3.
Tapi sangat
disayangkan, pada saat ini justru ummat Islam di penjuru dunia mengalami
berbagai bentuk krisis yang sangat kronis, dan krisis yang paling utama adalah
krisis aqidah (keyakinan). Aqidah adalah salah satu ajaran Islam yang paling
mendasar, karena aqidah inilah seseorang dikatakan Muslim atau kafir, di terima
atau di tolak amalannya oleh Allah Azza wa Jalla. Hal ini terjadi akibat
kesalahan ummat Islam yang telah jauh meninggalkan konsepsi-konsepsi Al Qur’an
dan Sunnah Rasulullah. Mereka lebih bangga mengulas filsafat-filsafat jahiliyah
dari Barat, daripada ayat-ayat Allah dan sabda Rasulullah Saw.. Generasi muda
Islam didikan Barat sangat memprihatinkan, mereka tidak segan-segan
mengkrompomikan konsepsi-konsepsi Islam yang diturunkan Allah dengan
konsepsi-konsepsi jahiliyah ciptaan orang-orang kafir dari Barat maupun Timur,
hal ini dilakukan hanya untuk menguatkan dan mempertahankan ide-ide sesat
mereka. Dikompromikannya konsepsi Islam dengan konsepsi jahiliyah bukannya
berakibat baik, namun hal ini adalah kehancuran total bagi Islam dan ummatnya,
karena Islam adalah Dien yang sempurna, tidak membutuhkan tambahan-tambahan
konsep-konsep jahiliyah sesat. Para didikan Barat ini, seorang Muslim namun
berfikiran kafir, menjadi corong yang menjajakan ide-ide kafir di negeri asal
mereka kepada masyarakat awam yang terbiasa dengan sistem Islam4.
Satu-satunya yang
dapat menyelamatkan ummat Islam dewasa ini dari kesesatannya adalah kembali
kepada Al Qur’an dan sunah Rasulullah, menyeleksi semua konsep dengannya.
Rasulullah Saw. bersabda: “Aku tinggalkan kamu dua perkara, jika kamu berpegang
teguh kepada keduanya,maka kamu tidak akan sesat untuk selama-lamanya,yaitu
Kitabullah (Al Qur’an) dan sunah Rasulullah”. (HR. Bukhori Muslim).
Khususnya di
Indonesia, pada saat ini Islam sedang mengalami suatu cobaan yang demikian berat
dan hebatnya, antara kepentingan Allah dan Rasul-Nya dengan penguasa Indonesia
yang menjadikan Pancasila sebagai dasar negara dan pedoman hidup rakyat
Nusantara. Hal ini menyangkut masalah aqidah ummat Islam. Banyak pertentangan
yang terjadi dikalangan Ulama, karena keinginan penguasa. Ulama yang menjadi
figur dan ikutan dalam tatanan masyarakat Indonesia, ada yang pro dan ada yang
kontra. Islam melarang keras ummatnya untuk bertaqlid buta pada seorang Ulama
yang belum tentu benar, karena Rasulullah mengatakan ada pula Ulama yang syu’
(brengsek). Hanya kepada Al Qur’an dan Sunahlah seseorang Muslim harus tunduk.
Untuk itulah dalam
rangka meluruskan aqidah ummat Islam khususnya yang berada di Nusantara, apakah
Pancasila bertentangan atau tidak dengan Islam, maka perlu suatu analisa
mendalam berdasarkan pada Al Qur’an dan Al-Sunnah, seandainya tidak
bertentangan, ummat Islam menerimanya dengan tulus dan ikhlas, jika ternyata
bertentangan, harus dibuang jauh-jauh dan berusaha dengan sekuat tenaga untuk mempertahankan
Islam sampai titik darah penghabisan.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan
dalam keadaan beragama Islam”. (Ali Imran: 102)
Mempertahankan
eksestensi Islam adalah kewajiban seluruh ummat manusia yang telah berikrar
sebagai seorang Muslim, dimanapun ia berada. Ummat Islam wajib bangkit
mempertahankan agamanya dan bangun untuk menyingkap kabut jahiliyah yang berada
di depan mereka.
II. Islam dan Pancasila: Sebuah Analisa
1. Pendahuluan
Islam adalah suatu aturan hidup yang mengatur segala aspek
kehidupan, baik secara individual maupun collective (masyarakat). Untuk
menyatakan suatu benar ataupun salah, seorang yang telah menyatakan dirinya
sebagai Muslim, tidak sewajarnyalah meninggalkan konsep yang telah tesirat
dalam Al Qur’an dan sunah, karena inilah dasar obyektif untuk menyatakan
kesalahan dan kebenaran suatu konsepsi. Al Qur’an diturunkan Allah adalah untuk
membedakan antara yang haq dan yang bathil. Allah berfirman:
“(beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan,
bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi
manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara
yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di
negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan
itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka
(wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada
hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu
mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu
bersyukur”. (Al Baqarah: 185)
Seorang yang telah menyatakan dirinya sebagai seorang
Muslim, dia wajib tunduk dan patuh kepada Allah dan Rasul-Nya, tidak diizinkan
sama sekali mencampur adukan antara yang haq dengan yang bathil. Allah
berfirman:
“Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang
bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui”.
(Al Baqarah: 42)
Seorang Muslim harus mengakui secara mutlaq, bahwa kebenaran
itu datangnya hanya dari sisi Allah Yang Maha Perkasa saja dan tidak ragu-ragu
dalam hal ini. Allah berfirman:
“Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan
sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu”. (Al Baqarah: 147)
Untuk menguji keyakinan hamba-Nya, Allah memberikan
kebebasan untuk memilih jalan yang dikehendakinya, apakah ia memilih golongan
iman atau golongan kafir. Kedua golongan ini tidak pernah bertemu selamanya,
karena berbeda awal dan tujuannya, kedua golongan ini akan bertemu di medan
laga untuk mempertahankan masing-masing ideologi yang dianutnya. Allah
berfirman :
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam);
Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu
barangsiapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka
sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak
akan putus. Dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui”. (Al Baqarah: 256)
“Allah pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari
kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir,
pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya
kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal
di dalamnya”. (Al Baqarah: 257)
“Syaitan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa
mengingat Allah; mereka itulah golongan syaitan. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya
golongan syaitan itulah golongan yang merugi”. (Al Mujadilah: 19)
“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan
hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah
dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau
saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Meraka Itulah orang-orang yang telah
menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan
yang datang daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir
di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap
mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. mereka itulah
golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan
yang beruntung”. (Al Mujadilah: 22)
Setelah memperhatikan ketiga ayat diatas, dapatlah kita
simpulkan bahwa di dunia ini ada dua golongan yang tidak pernah bersatu
selamanya, yaitu golongan Allah dan golongan Syaiton. Di dalam kitabnya yang
masyhur Ibn Thaymiyah membaginya menjadi Auliya’ Allah dan Auliya’ Syaithan
(Al-Farq Baina Auliya Allah wa Auliya al-Syaithon).
Golongan Allah yang disebut sebagai orang-orang beriman,
berwali hanya kepada Allah semata, menyerahkan semua hidup dan matinya untuk
Dia, mentaati semua perintah-Nya dengan tulus dan ikhlas. Bentuk sistemnya
adalah tunggal, yaitu Islam dengan segala aspeknya yang telah sempurna,
bersumber pada wahyu Illahi yaitu Al Qur’an dan sunah Rasulullah. Sistem yang
dianut kelompok iman ini bersifat universal dan mutlak kebenarannya, sesuai
dengan segala perkembangan zaman dan waktu, tidak pernah menjadi
perubahan-perubahan mendasar dalam ajarannya, karena ajaran Islam ini sesuai
dengan fitrah dan kebutuhan manusia dulu dan sekarang, ini akan melahirkan
suatu keseimbangan, kebaikan didunia ini. Tujuan akhir dari golongan ini adalah
ridho Allah dengan mendapatkan Jannah dengan segala macam kenikmatannya, itulah
janji Allah kepada hamba-Nya yang taat dan patuh kepada-Nya.
Sedangkan golongan Syaiton (kafir) adalah sebaliknya, ia
berwali kepada Thaghut5 yang terdiri dari jin dan manusia, ia taat dan patuh
kepada semua yang diperintahkannya, tidak terkecuali perintah itu salah atau benar,
ia mengharapkan sesuatu darinya, padahal thaghut ini tidak mempunyai kekuatan
sedikitpun untuk berbuat mudharat dan manfaat kepada manusia, tanpa seizin
Allah Yang Maha Perkasa. Bentuk sistemnya beraneka ragam, terutama yang telah
memisahkan peranan Allah SWT. dalam kehidupan dunia (sekuler) seperti
Komunisme, kapitalisme, marxisme6, nasionalisme, liberalisme dan macam-macam
isme-isme sejenis lainnya. Dasar daripada sistem-sistem ini adalah ro’yu atawa
filsafat hasil berfikir orang-orang yang ingkar kepada Allah yang berasal dari
Barat maupun dari Timur, semua fikiran yang dihasilkannya adalah jahiliyah,
karena tidak berdasarkan pada wahyu dan petunjuk Illahi, diotak atik oleh akal
yang sangat terbatas kemampuannya, sistem ini tidak konstan, selalu berubah-ubah
sesuai dengan kebutuhan zaman (relatif). Teori yang didukung hari ini mungkin
besok akan dijungkir balikkan oleh pendukungnya sendiri, kebenarannya masih
diragukan dikalangan penganut-penganutnya. Karena berdasarkan persangkaan
semata, sistem ini mengakibatkan kerusakan dimuka bumi ini, satu sistem dengan
sistem yang lainnya saling serang menyerang dengan ganasnya. Tujuan akhir dari
golongan ini adalah An-nar (neraka), inilah ancaman Allah kepada golongan yang
ingkar kepada perintah-perintah-Nya, dan selalu mengikuti hawa nafsunya yang
rendah.
2. Kedudukan Pancasila Dalam Pandangan Islam
Sehubungan dengan
kedudukan Pancasila dalam Islam, banyak terjadi perbedaan pendapat dikalangan
kaum Muslimin. Ada yang berpendapat bahwa Pancasila adalah bagian yang tidak
terpisahkan dari Islam karena ajaran-ajarannya mencerminkan ajaran Islam.
Pendapat ini utamanya dianut oleh kalangan neo-moderenis Islam seperti
Nurcholish Madjid, Abdurrahman Wahid, Ulil Abshar Abdala, dan lainnya yang
menyamakan Pancasila dengan Piagam Madinah. Namun disatu fihak ada yang
menyatakan bahwa Pancasila yang dijadikan sebagai dasar berbangsa dan bernegara
di Indonesia bertentangan dengan ajaran Islam sehingga tidak dapat diterima
kaum Muslimin. Bahkan Pancasila telah menimbulkan krisis keyakinan dan dapat
menghantarkan kepada perbuatan syirik dan murtad sebagaimana dikemukakan
kalangan fundamentalis Islam. Bertolak dari kontraversi di atas, diperlukan
sebuah analisa yang jujur dan adil tentang Pancasila menurut ajaran Islam, baik
landasan filsafatnya maupun materi-materi yang terkandung serta pelaksanaanya
di Indonesia.
Berangkat dari
paradigma terdahulu, terutama uraian dan skema diatas, dimanakah kedudukan
Pancasila, apakah dikelompok iman ataukah dikelompok kafir? Dan untuk menyatakan
benar dan salahnya Pancasila, diperlukan sebuah analisa mendalam tidak cukup
hanya dari satu segi saja, melainkan harus dari beberapa segi, diantaranya
adalah:
1. Segi Historis (Kronologis)
2. Segi Yuridis
3. Segi Materil
4. Segi Fungsional.
1. Segi Historis (Kronologis)
Sejarah, salah satu bukti autentik yang tidak bisa dikelabui
oleh siapapun, karena ia merupakan peristiwa yang telah tejadi pada masa lalu
yang dicatat oleh para ahli. Sementara waktu sejarah boleh ditutup-tutupi,
namun suatu saat pasti akan terlihat mana yang benar dan mana yang salah.
Pada permulaan
pembentukan Pancasila tersebutlah BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang bertugas untuk mengkoordinir kemerdekaan
Indonesia yang dibuat oleh pemerintah Jepang dengan ketuanya DR. Rajiman.
Disana dibahas dasar negara Indonesia, apakah negara berdasarkan Islam,
Komunisme, nasionalisme, atau lainnya untuk tidak menyulitkan dibentuklah tim
yang disebut panitia sembilan bertugas untuk merumuskan dasar negara. Saat itu
terkenallah Abi Kusno Cokrosuyoso cs dari kelompok Islam dan Soekarno cs dari
kelompok nasionalis serta A. Maramis dari kelompok Kristen. Terjadilah adu
argumentasi yang cukup tegang, terutama dari pihak Islam dengan pihak
nasionalis yang hendak menjadikan ideologinya masing-masing sebagai dasar
negara.
Setelah bersidang beberapa lama, panitia sembilan telah
berhasil merumuskan dasar negara Indonesia, dan pada tanggal 22 Juni 1945
BPUPKI mengesahkannya dengan nama Piagam Jakarta yang mencantumkan kewajiban
bagi ummat Islam untuk menjalankan syariatnya. Tetapi Soekarno berargumentasi
lain, di berujar bahwa pihak Islam menerima dengan ragu-ragu rumusan Piagam
Jakarta yang dikatakan sebagai dasar negara sementara, sambil memberikan
catatan: Nanti setelah merdeka akan dibahas lagi dalam Konstituante. Pada
tanggal 18 Agustus 1945, sehari setelah kemerdekaan, dengan alasan yang
dicari-cari, Piagam Jakarta diganti dengan dihapuskannya kewajiban menjalankan
syariat Islam. Dengan kesabaran sekali lagi, kaum Muslimin memberikan toleransi
demi keutuhan dan kemerdekaan bangsa Indonesia yang baru berumur sehari.
Setelah merdeka dan diadakan pemilihan umum yang bebas pada tahun 1955, dan
terbentuknya konstituante yang membahas kembali dasar negara, namun secara
sepihak kelompok nasionalis yang diwakili Soekarno membubarkan Konstituante
ketika dasar negara yang sesuai dengan Islam hampir disepakati dan diganti
dengan Pancasila dan UUD 45.
Setelah melihatnya jalan terbentuknya Pancasila, dapat kita
ambil suatu kesimpulan, bahwa diterimanya Pancasila sebagai dasar negara oleh
wakil-wakil Islam karena keterpaksaan, hanya untuk sementara waktu saja, yang
penting Indonesia merdeka dari cengkraman penjajah kafir berkat kelihaian
kelompok nasionalis dengan semua janji-janji muluknya. Mereka (wakil-wakil
Islam) lebih kecewa lagi setelah tujuh kata dalam Pancasila yang berbunyi:
“dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluknya” dihapuskan, maka
sesuai pasal yang berbau Islam pun dihapuskan, seperti Presiden beragama Islam
dan lain sebagainya, dengan demikian hilanglah warna Islam dalam Pancasila dan
berbeda dengan Piagam Jakarta yang telah disepakati kelompok Islam dalam
BPUPKI. Karena para perumus Pancasila yang terkandung dalam Piagam Jakarta
sudah dibatalkan secara sepihak oleh kalangan nasionalis, maka secara otomatis
semua perjanjian yang terkandung batal demi hukum.
Penghianatan dari kelompok nasionalis sekuler belum berakhir
sampai disana, dengan angkuh dan sombongnya Soekarno mencela dan mencaci dasar
Islam, yang katanya kolot, tidak sesuai dengan negara moderen, hal ini
disampaikannya ketika mengadakan kunjungan ke daerah, sehingga saat itu
Soekarno mendapat kritikan dari para Ulama9. Wakil-wakil Islam yang terlibat
dalam pembentukan Pancasila merasa menyesal atas keputusan yang diambilnya,
karena hal ini mengakibatkan tertindasnya ummat Islam.
Sebagai seorang Muslim yang hidup di Indonesia, dapatkah
kita menerima suatu perjanjian terpaksa, bahkan menimbulkan suatu penyesalan
yang besar ???
Seorang Muslim diperbolehkan mengadakan suatu konsensus
dengan kaum kafir apabila itu tidak bertentangan dengan firman Allah dan ajaran
Rasul-Nya, dan tidak menimbulkan kemudhorotan bagi masyarakat Islam, jika
sebaliknya maka diperintahkan untuk memutuskan perjanjian itu bahkan
diperintahkan untuk memerangi mereka beserta pemimpin-pemimpinnya, sebagaimana
Allah berfirman:
“Jika mereka merusak sumpah (janji) nya sesudah mereka
berjanji, dan mereka mencerca agamamu, maka perangilah pemimpin-pemimpin
orang-orang kafir itu, karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang (yang
tidak dapat dipegang) janjinya, agar supaya mereka berhenti”. (At Taubah: 12)
Dalam pembentukan Pancasila, disana terdapat wakil-wakil
dari Islam yang membawakan missi Islam dan wakil-wakil nasionalis yang
membawakan missinya juga. Mereka bersama-sama berkumpul untuk meciptakan suatu
collective ideologi (ideologi bersama) bagi bangsa Indonesia.
Apakah diizinkan dalam Islam, seorang Islam dan non Islam
membuat suatu ideologi bersama dengan meninggalkan konsepsi yang telah
ditetapkan Islam, meninggalkan hukum Islam, ekonomi Islam dan pendidikan Islam.
Meninggalkan sistem Islam Kaffah, menggantikannya dengan sistem kafir non
Islam, seperti hukum warisan Belanda, ekonomi ala kapitalis, pendidikan sekuler
memisahkan Dinul Islam dengan negara dan lain sebagainya. Bagaimana menurut
Islam, dapatkah dibenarkan cara-cara seperti ini (mengadakan kompromi dengan
meninggalkan konsep yang ada). Allah berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan
rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan
rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: “Kami beriman kepada yang sebahagian dan
kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)”, serta bermaksud (dengan perkataan
itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir)”. (An
Nisa: 150) “Merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah
menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan”. (An
Nisa: 151)
“Kemudian kamu (Bani Israil) membunuh dirimu (saudaramu
sebangsa) dan mengusir segolongan daripada kamu dari kampung halamannya, kamu
bantu membantu terhadap mereka dengan membuat dosa dan permusuhan; tetapi jika
mereka datang kepadamu sebagai tawanan, kamu tebus mereka, padahal mengusir
mereka itu (juga) terlarang bagimu. Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al
Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? tiadalah balasan bagi
orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan
dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat.
Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat11 ”. (Al-Baqarah: 85)
Dalam konsepsi Islam tidak ada istilah yang membolehkan
seorang kafir (ingkar) kepada yang sebagaian dan iman (percaya) pada sebagian,
kalau sudah berikrar sebagai Muslim, maka konsekuensinya harus menjalankan
semua perintah yang telah diperintahkan Allah dengan tanpa reserve, ikrar
kepada yang sebagian berarti ikrar yang secara keseluruhan, Islam adalah suatu
sistem kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya. Maka
cara-cara yang ditempuh oleh wakil-wakil Islam dalam pembentukan Pancasila
tidak diperkenankan sama sekali oleh Islam, hal ini karena menerima kompromi
dan meninggalkan konsep-konsep Islam yang ada.
Jelaslah sudah, dari segi historis (kronologis) ini
Pancasila tidak dapat diterima sama sekali oleh kaum Muslimin di Indonesia,
karena sepanjang sejarahnya, sejak pertama kali dibentuk sudah ada niat jahat
terhadap ummat Islam. Kejahatan pertama adalah penghapusan tujuh kata yang
mengandung intipati kehidupan Islami, kejahatan kedua ketika Soekarno secara
sepihak mengembalikan Pancasila dan UUD ‘45 sebagai dasar negara dengan
dektritnya yang akhirnya menjadikan Soekarno sebagai tiran. Kejahatan
selanjutnya di zaman pemerintahan Soeharto dilarang membicarakan dasar negara,
Pancasila disakralkan dan siapapun yang mengutak-atiknya akan dicap sebagai
subversi. Puncaknya Pancasila dijadikan sebagai Asas Tunggal yang mengatur
seluruh sistem hidup bernegara dan berbangsa. Sampai kapankah ummat Islam yang
memiliki keagungan dan kebesaran agama ini ditipu dan dikhianati terus.
Bukankah kini sudah berpuluh-puluh tahun ummat Islam mengalami penderitaan dan
kesengsaraan serta kehinaan di Indonesia akibat Pancasila yang selalu
ditotelirnya. Maka sudah saatnya kini, kaum Muslimin dipermainkan, mereka harus
bersikap, penipuan yang dilancarkan oleh musuh-musuh Islam harus disambut
dengan tegas, non koperatif. Allah berfirman:
“Hai nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan
orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka
ialah jahannam, dan itu adalah tempat kembali yang seburuk-buruknya.” (At
Taubah: 73)
Untuk menguatkan argumen-argumen ini, dapat ditelaah dalam:
Piagam Jakarta, Endang Syaefuddin A. 7 bahan pokok Indoktrinisasi, Deppen RI
(Orla). Dibawah bendera Revolusi, Soekarno. Riwayat hidup Agus Salim dan
riwayat hidup Wahid Hasyim, masing-masing oleh Depag RI (Orla).
2. Segi Yuridis
Pancasila adalah salah satu konsensus bersama antara ummat
Islam dengan lainnya di Indonesia, satu sama lainnya harus konsekuen,
menepatinya dan tidak boleh dilanggar. Pada zaman Rasulullah hal ini ada
contohnya, seperti Piagam Madinah (Deklarasi Madinah) ataupun Perjanjian
Hudaibiyah (perjanjian Rasulullah dengan kaum kafir di Makkah). Itulah yang
dijadikan argumen oleh pendukung-pendukung Pancasila untuk tetap mempertahankan
eksistensi Pancasila di Indonesia, yang akan menina-bobokan ummat Islam agar
tidak mengganti Pancasila dengan ideologi Islam.
Apakah dapat
disamakan Pancasila dengan Piagam Madinah? Marilah kita analisa melalui Islam.
Al Qur’an al-Karim telah memberikan statemen pada ummat Islam tentang
syarat-syarat perjanjian dalam Islam harus memenuhi kriteria dibawah ini: (buka
surat At Taubah ayat 1-15).
1. Perjanjian tidak boleh bertentangan dengan Al Qur’an dan
sunah Rasulullah.
2. Perjanjian punya
jangka waktu, kapan berlaku dan berakhir.
3. Kedua belah pihak
yang berjanji harus menepati semua isi perjanjian dengan konsekuen.
4. Tidak menimbulkan
kemudhorotan bagi keduanya.
5. Perjanjian batal
jika salah satu yang berjanji menyeleweng (tidak menepati janjinya).
6. Yang mengadakan
perjanjian dengan ummat Islam tidak boleh memihak pada musuh Islam lainnya.
7. Jika salah satu
menyalahi perjanjian, harus diperangi.
Marilah kita analisa poin-poin diatas dengan Pancasila yang
dikatakan sebagai perjanjian:
1. Materi-materi dalam Pancasila banyak sekali bertentangan
dengan prinsip- prinsip Islam. (Pembahasan akan lebih sempurna pada analisa dari
segi materil).
2. Perjanjian Pancasila tidak mempunyai jangka waktu
berakhirnya, abadi, bahkan dipertahankan sedemikian rupa oleh para pengawal
setia Pancasila, yang mau mengganti Pancasila dicap subversi diancam hukum
mati.
3. Penyelewengan-penyelewengan sangat banyak dilakukan oleh
pihak nasionalis, dari penghapusan tujuh kata dalam Piagam Jakarta yang baru
disepakati, disusupi ideologi komunis pada zaman Soekarno (Nasakom),
dibubarkannya konstituante ketika Masyumi memegang kendali politik dan akan membahas
dasar Islam yang hampir tercipta dibantu oleh Militer, merubah sistem demokrasi
Pancasila menjadi demokrasi terpimpin dibawah kekuasaan Diktator Soekarno14,
akan membubarkan partai Islam yang ada15, menjadikan TNI sebagai tulang
punggung pembela Pancasila dengan Sapta Marganya16, dalam pemerintahan orde
baru, fungsi Pancasila jauh telah menyimpang dari relnya semula dengan adanya
Pancasila sebagai Azas Tunggal17, dan masih banyak lagi penyelewengan yang
dilakukan pihak nasionalis/penguasa terhadap ummat Islam.
4. Pancasila menimbulkan banyak mudhorat bagi ummat Islam,
karena tidak dapat menjalankan Islam Kaffah (Al Baqarah: 208), Islam Kaffah
adalah penerapan sistem Islam disegala bidang, ipoleksosbudhankam yang
berlandaskan pada Islam. Dengan tidak menggunakan sistem Islam ini, ummat Islam
menderita kerugian besar, sebab semua amalannya adalah sia-sia dihadapan Allah.
5. Karena pihak nasionalis menyeleweng, maka ummat Islam
harus memutuskan perjanjian itu, tidak terikat lagi dengannya, ummat Islam harus
menggantikannya (Pancasila) dengan sistem Islam.
6. Ternyata pihak-pihak nasionalis dengan hebatnya membantu
musuh-musuh Islam, terutama militan kristen yang menjalankan missinya untuk
mengkristenkan ummat Islam yang masih awam dipelosok-pelosok desa, dengan
memberikan bantuan ekonomi lalu mengajak masuk keagama kristen, hal ini tidak
pernah digubris oleh penguasa karena ada hubungan dengan negeri-negeri kristen
diBarat. Dengan wewenangnya, pejabat-pejabat kristen selalu memojokan ummat
Islam dengan alasan sebagai kelompok fundamentalis, radikalis dan teroris yang
akan mendirikan negara Islam.
7. Pengikut-pengikut dan pendukung harus diperangi oleh
ummat Islam, Allah sangat menghina orang-orang yang tak mau memerangi orang
yang memutuskan perjanjian, (At Taubah: 13).
Setelah menganalisa poin-poin diatas, perjanjian ummat Islam
dengan lainnya di Indonesia ini adalah batal dan tak dapat dibenarkan sama
sekali oleh Islam, karena tidak memenuhi kriteria yang telah digariskan oleh Al
Qur’an dan Sunnah.
Pancasila dan Piagam Madinah
Setelah Rasulullah Saw. tiba di Madinah ketika hijrah dari
Makkah, pertama kali yang dilakukannya setelah mengkoordinir kekuatan Islam di
Madinah adalah mengadakan perjanjian dengan suku-suku Yahudi maupun Nashrani
yang tinggal di Madinah, hal inilah yang dipakai argumentasi oleh kelompok
pendukung Pancasila untuk menipu ummat Islam di Indonesia.
Kalau kita telaah
lebih jauh isi perjanjian itu, ada beberapa hal yang harus diperhatikan antara
lain:
1. Ummat Islam dan
lainnya berjanji untuk hidup rukun dan damai (koeksistensi)
2. Jika terjadi
perselisihan diantara kedua golongan yang berjanji, maka yang akan menjadi
hakim adalah Rasulullah.
3. Pemegang pimpinan
tertinggi berada pada ummat Islam dibawah pimpinan Rasulullah.
4. Saling tolong
menolong jika ada yang menyerbu Madinah.
5. Jika ada yang
berkhianat, maka harus diusir dan diperangi.
6. Pihak yang
berjanji tidak boleh membantu musuh golongan lain.
7. Dan seterusnya.
Perjanjian Madinah
adalah salah satu perjanjian gemilang yang berakhir dengan kemenangan mutlak
berada pada pihak Islam, terbukti dengan pengusiran suku-suku Yahudi dari
Madinah akibat penghianatan mereka kepada kaum Muslimin19.
Bagaimana dengan
Pancasila, samakah dengan Piagam Madinah?
Piagam Madinah adalah
perjanjian ummat Islam dengan kaum kafir, dimana yang memegang kekuasaan
tertinggi berada pada ummat Islam, dalam artian ummat Islam bebas menjalankan
semua ajaran agamanya, baik dalam bidang hukum, undang-undang, ekonomi,
pendidikan, politik, militer, budaya dan lainnya. Namun bagaimana dengan
Pancasila, sangat bertentangan, karena ummat Islam bukan pengendali
(pengontrol), tapi yang dikendalikan oleh pihak nasionalis penguasa, sehingga
ummat Islam tidak bebas menjalankan semua ajarannya, lebih menyedihkan lagi
melihat situasi pada masa Orba dibawah pimpinan Soeharto dimana fungsi Islam
tidak lebih hanya sebagai stempel untuk mengelabui ummat Islam dan masih
dipertahankan oleh rezim-rezim sesudahnya.
Dalam Piagam Madinah
tercantum pasal yang berisi pemegang perjanjian tidak boleh membantu musuh
masing-masing, tapi bagaimana dengan pengikut Pancasila? Dizaman Orla mereka
membantu Komunis yang hendak menghancurkan Islam, sedangkan dizaman Orba mereka
membantu Kristen dan kelompok-kelompok anti Islam, bahkan Pemerintahan Orba
sendiri adalah pemerintah yang anti Islam dan membela musuh-musuh Islam. Bahkan
mereka yang akan menegakkan syari’at Islam yang telah diputuskan dalam BPUPKI
dalam Piagam Jakarta yang menjiwai Pancasila di cap sebagai penghianat dan
pemberontak. Dan hari ini di Pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono (SBY) pun
lagi-lagi ummat Islam terkena fitnah dari musuh-musuh Islam, fitnah sebagai
teroris.
Menurut Piagam
Madinah, kalau musuh Islam telah membantu golongan lain yang juga musuh Islam,
baik secara terang-terangan m
aupun sembunyi-sembunyi, sudah sewajarnyalah mereka
diperangi dan diusir dari bumi Indonesia, sebagaimana pengusiran terhadap
suku-suku Yahudi di Madinah ketika melanggar Piagam Madinah untuk membantu
musuh Islam.
Perjanjian Hudaibiyah dan Pancasila
Perjanjian Hudaibiyah adalah perjanjian antara Rasulullah
Saw. dengan kafir Quraisy. Perjanjian ini adalah perjanjian antara dua negara
yang sama-sama berdaulat, Madinah dibawah pimpinan Muhammad Rasulullah dan
Makkah dibawah pimpinan Abu Sofyan cs. Kaum Muslimin dinegara Madinah bebas
menjalankan segala ajaran Islam dengan tidak ada gangguan sedikitpun dari pihak
musuh, memiliki tentara yang siap membela dan mempertahankan negara Madinah
dari serangan musuh dibawah Panglima gagah perkasa Muhammad Rasulullah20.
Adanya perjanjian ini disebabkan karena kafir Quraisy tidak
sanggup lagi menahan serangan tentara Islam yang gagah perkasa lagi berani
untuk menyatakan kekalahan mereka, kafir Quraisy dengan utusannya Suhail bin
Amr mengadakan perjanjian dengan Rasulullah yang isinya antara lain:
1. Tidak mengangkat senjata selama 10 tahun.
2. Saling membela
kepentingan bersama.
3. Orang Madinah yang
ke Makkah tidak boleh kembali lagi ke Madinah, sedangkan orang Makkah yang ke
Madinah boleh kembali ke Mekkah lagi.
4. Orang-orang Arab
lainnya bebas bersekutu dengan Rasulullah.
5. Dan seterusnya.
Sepintas kelihatannya memang merugikan Islam, ternyata
dengan adanya perjanjian ini, ummat Islam Madinah dapat melaksanakan da’wah
Islammiyah dengan bebas dan leluasa di Makkah dan negeri-negeri sekitarnya,
inilah kemenangan besar bagi ummat Islam saat itu, Allah mengabadikannya dalam
surat Al Fath.
Bagaimana dengan Pancasila?
Pancasila bukan perjanjian antara dua negara, tapi
masyarakat dalam satu negara. Penandatanganan Pancasila bukan pemimpin yang
diakui oleh ummat Islam, sebagaimana kedudukan Rasulullah saat perjanjian
Hudaibiyah. Setelah adanya perjanjian Pancasila, ummat Islam Indonesia tidak
bebas menjalankan da’wah Islamiyah, penangkapan-penangkapan dari dulu hingga
sekarang masih dijalankan oleh pihak nasionalis yang berkuasa terhadap
Ulama-Ulama Islam yang konsekuen terhadap Al Qur’an dan Sunnah, seperti Asy
Syahid Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, KH. Isa Anshori, M. Natsir, HAMKA dan
lainnya pada masa Orla (Soekarno). Pada masa Orba (Soeharto) penangkapan juga
terjadi terhadap mereka (aktivis Islam) yang berani memberi peringatan kepada
pemerintah, seperti A. Qadir Djailani, Toni Ardhi, Abdullah Sungkar, AM. Fatwa,
Syarifuddin Parawiranegara dan lainnya. Dan pada pemerintahan SBY juga tidak
berbeda, aktivis da’wah seperti Abu Bakar Ba’asyir, Agus Dwikarna, Habib Riziq
dan lainnya di tuding teroris. Padahal pada waktu terjadinya perjanjian
Hudaibiyah, ummat Islam di Madinah lancar mengadakan aktifitas da’wah
Islamiyah, tanpa ada yang berani menghalanginya.
Ummat Islam di Indonesia, tidak memiliki tentara dan
panglima yang siap membela eksistensi Islam, sebagaimana ummat Islam di
Madinah. Pancasila adalah perjanjian ummat Islam dengan lainnya dalam hal dasar
(ideologi) negara Indonesia, sedangkan Hudaibiyah adalah perjanjian keamanan
bersama.
Setelah kita menganalisa perbandingan antara perjanjian
Hudaibiyah dengan Pancasila terdapat perbedaan-perbedaan yang sangat menyolok,
maka Pancasila tidak dapat disamakan sama sekali dengan perjanjian Hudaibiyah
yang telah dilakukan Rasulullah, seandainya ada yang mengatakan sama, jelas ia
bohong belaka.
Secara Yuridis, Pancasila tidak dapat diterima sama sekali
oleh pihak Islam, karena jelas sangat bertentangan dengan konsepsi-konsepsi
dalam Al Qur’an maupun dalam Sunnah Rasulullah. Ummat Islam yang konsekuen pada
Al Qur’an dan Sunnah, tidak sepatutnya mencari alasan yang bertentangan untuk
mempertahankan Pancasila, apalagi hal ini menyangkut Sunnah Rasulullah Saw.,
barang siapa berdusta, mencari-cari alasan, atas nama Rasulullah, maka
bersiaplah menghadapi keganasan neraka kelak.
Rasulullah Saw. bersabda: Barang siapa yang berdusta atas
namaku (Sunnahku) maka bersiap-siaplah untuk mendapatkan tempat duduk dineraka
(Al Hadist).
3. Segi Materil
Pancasila yang dikatakan sebagai ideologi bangsa Indonesia
adalah bersumber pada filsafat-filsafat Barat maupun filsafat-filsafat Timur.
M. Yamin berkata tentang ini: “Pancasila sebagai hasil penggalian Bung Karno
ini sesuai pula dengan pandangan tinjauan hidup Neo Hegelian”.
Serta perhatikan pidato Bung Karno dihadapan BPUPKI, antara
lain mengatakan, inspirasi-inspirasi tentang Pancasila ia peroleh dari
pemikir-pemikir Sosialis Cina.
Jadi kandungan Pancasila adalah sebagian besar diambil dari
filsafat-filsafat Barat maupun filsafat-filsafat Timur (sosialis komunis) serta
dimasukkan beberapa ajaran Islam, kemudian jadilah ia sebagai collective
ideologi (ideologi bersama) bagi bangsa Indonesia.
Itulah sebabnya, seorang Muslim perlu menganalisa secara
mendalam kandungan Pancasila, apakah bertentangan atau tidak dengan Islam, agar
aqidah ummat Islam tidak tercampur baur yang mengakibatkannya musyrik kepada
Allah Azza wa Jalla.
Sebagaimana kita ketahui Pancasila terdiri dari lima sila
yaitu:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Kemanusian yang
adil dan beradab.
3. Persatuan
Indonesia.
4. Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
5. Keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sila 1: Ketuhanan Yang Maha Esa
Konsep ketuhanan dalam Pancasila tidak jelas maknanya,
karena ditafsirkan menurut agama dan kepercayaan masing-masing individu bangsa
Indonesia yang terdiri dari berbagai macam ragam agama dan kepercayaannya itu.
Penafsiran Ketuhanan Yang Maha Esa menurut Islam sangat berbeda dengan
penafsiran menurut Kristen ataupun lainnya. Dalam Pancasila terdapat banyak
Tuhan, yaitu Tuhannya orang-orang Islam, Tuhannya orang Kristen, Tuhannya orang
Hindu, Tuhannya orang Budha dan lainnya, jadi Tuhan-Tuhan manusia Indonesia
berkumpul dalam Pancasila sebagai wadah tunggal, sebagai collective ideologi
(aqidah bersama).
Bagaimana konsep Ketuhanan dalam Islam samakah dengan
Pancasila?
Allah berfirman:
“Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan dia
yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan
tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat
memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di
hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari
ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi25 Allah meliputi langit
dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi
lagi Maha besar”. (Al Baqarah: 255)
“Katakanlah: “Dia-lah Allah, yang Maha Esa”. (Al Ikhlas : 1)
Sebagaimana tercantum dalam surat Al Baqarah ayat 255, missi
Islam adalah untuk menegakkan kalimah LA ILAHA ILLA ALLAH, tidak ada Illah
kecuali hanya Allah saja. Jadi konsepsi dalam Islam hanya ada satu Illah saja,
yaitu Allah Azza wa Jalla. Selainnya tidak!!! Tidak ada tuhan Yesus, tidak ada
Sang Yhang Whidi, tidak ada Tao, tidak ada tuhan-tuhan lainnya. Yang ada hanya
Allah Azza wa Jalla.
Bagaimana konsep Pancasila dengan Islam tentang Tuhan ini,
sama atau tidak?
Pancasila mengakui adanya tuhan-tuhan selain Allah,
sedangkan Islam melarangnya (Musyrik/Kafir). Allah berfirman:
“Sesungguhnya kafirlah orang0orang yang mengatakan:
“Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga”, padahal sekali-kali tidak ada
Tuhan selain dari Tuhan yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang
mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir diantara mereka akan ditimpa
siksaan yang pedih”. (Al Maidah: 73)
Jadi disini jelaslah bertentangan konsep Islam dengan
Pancasila. Akibat adanya kesatuan Tuhan dalam Pancasila dianggapnya semua agama
adalah baik dan benar, inilah kemusyrikan yang nyata, jelas-jelas melanggar
konsep Allah dan Rasul-Nya. Allah berfirman:
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah
Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab26 kecuali
sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di
antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka
sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya”. (Ali Imran: 19)
Jadi jelaslah sila pertama dari Pancasila ini sangat
bertentangan dengan Islam, karena dapat membuat seorang Muslim menjadi musyrik
kepada Allah.
Sila ke 2: Kemanusian yang adil dan beradab
Dalam kontek Pancasila, sesuatu perbuatan dianggap adil dan
beradab apabila sesuai dengan sifat manusiawi (kemanusian).
“Jadi kemanusian yang adil dan beradab adalah kesadaran
sikap dan perbuatan manusia yang didasarkan kepada potensi budi nurani manusia
dalam hubungan dengan norma-norma dan kebudayaan umumnya baik terhadap diri
pribadi, sesama manusia maupun terhadap alam dan hewan”.
Jelaslah menurut Pancasila, segala sesuatu yang tidak sesuai
dengan kodrat manusiawi (nafsu) tidak dapat diterima dan dibenarkan sama
sekali, padahal manusia yang tidak dilandasi dengan keimanan yang kuat maka
cenderung mengikuti hawa nafsu yang sesat. Dalam Pancasila banyak hal-hal yang
mengikuti hawa nafsu manusia bukan yang diturunkan Allah, misalnya:
- Hukum potong tangan bagi pencuri dan rajam bagi penzina
adalah tidak manusiawi, jadi hal ini tidak dapat diterima oleh Pancasila,
sedangkan hal ini adalah wahyu Allah yang harus dilaksanakan oleh setiap
Muslim, jika ia tidak melaksanakannya maka ia telah KAFIR (Al Maidah: 44).
Dalam kontek Pancasila penzina adalah orang yang mempunyai
suami dan istri lalu melakukan hubungan dengan orang lain, dikatakan berzina
apabila mendapat tuntutan dari salah satunya, sedangkan muda mudi yang
berhubungan tidak dianggap berzina, asalkan suka sama suka, tidak dihukum sama
sekali. Sedangkan menurut Islam mereka adalah penzina semua yang harus dihukum.
Bertolak belakang betul konsep adil dan beradab menurut Islam dan Pancasila.
- Presiden sebagai kepala negara dan pemegang kekuasaan
tertinggi negara dapat membebaskan seseorang dari tuntutan hukuman (hak Grasi,
Rehabilitasi dsbnya), ini adalah adil menurut harkat kemanusiaan, sedangkan
menurut Islam siapapun tidak berhak membebaskan seseorang dari hukuman yang
telah ditentukan, walau Nabi sekalipun, sebab ini adalah hak tunggal yang hanya
dimiliki oleh Allah saja.
- Ekonomi Pancasila ala kapitalis, hak perorangan, yang kaya
makin kaya, yang miskin makin miskin, tanpa mempunyai kewajiban sedikitpun
untuk mengeluarkan hartanya, yang dalam Islam dikenal dengan Zakat, inikah
kemanusian yang adil?
- Dan seterusnya.
Sila kedua ini sudah jelas sangat bertentangan dengan konsep
Islam, karena sifat manusia tidaklah terlepas dengan nafsu yang selalu condong
kearah maksiat, itulah sebabnya Islam tidak mengizinkan seseorang untuk
mengikuti harkat kemanusiaan yang berdasarkan pada hawa nafsu belaka, seorang
manusia harus tunduk dibawah kehenda wahyu yang diturunkan Allah. Allah
berfirman:
“Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka
dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara
mereka ialah ucapan. “Kami mendengar, dan kami patuh”. Dan mereka itulah
orang-orang yang beruntung.” (An Nur: 51)
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak
(pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan rasul-Nya telah menetapkan
suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan
mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya maka sungguhlah dia
telah sesat, sesat yang nyata.” (Al Ahzab: 36)
Itulah konsep Islam, otak/fikir, hawa nafsu harus tunduk
dibawah ketentuan Allah dan Rasul-Nya.
Sila ke 3: Persatuan Indonesia
Pancasila menyebutkan, seorang warga negara Indonesia harus
bersatu padu dalam segala hal, mengutamakan kepentingan negara dan bangsa dari
pada kepentingan pribadi ataupun golongan (termasuk kepentingan agama
sekalipun).
Bolehkah ummat Islam bersatu padu dengan orang-orang kafir
dalam segala hal?
Allah berfirman:
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama
dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang
sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan
keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud.
Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil,
yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan
tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya;
tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak
menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin).
Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang
saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.” (Al Fath :29)
“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu jadikan bapa-bapa
dan saudara-saudaramu menjadi wali (mu), jika mereka lebih mengutamakan
kekafiran atas keimanan dan siapa di antara kamu yang menjadikan mereka wali,
maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (At Taubah: 23)
“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan
hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah
dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau
saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Meraka itulah orang-orang yang telah
menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan
yang datang daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir
di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap
mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. mereka itulah
golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan
yang beruntung.” (Al Mujadilah: 22)
“Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan
orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka
ialah jahannam. Dan itu adalah tempat kembali yang seburuk-buruknya.“ (At
Taubah: 73)
Jihad, Mazhab Hanafi mengartikannya:
Lughoh: Menggunakan sesuatu secara maksimal baik berupa
perkataan maupun perbuatan.
Syari’ah: Membunuh orang-orang kafir, memancung kepala
mereka, mengambil harta mereka dan meruntuhkan rumah-rumah berhala (ibadah)
mereka guna menegakkan Islam.
Buka Al Qur’an lagi: Al Maidah: 54, An Nisa: 144, Ali Imran:
28, Al Maidah: 51 dan 57.
Dengan tegas dan jelas Allah Azza wa Jalla melarang kaum
Muslimin untuk bersatu dengan orang-orang kafir, apabila dalam menjalankan
ibadah kepada Allah, Islam tidak mengenal toleransi beragama (beribadah
bersama-sama), ummat Islam hanya diperintahkan bersatu, hanya berdasarkan taqwa
kepada Allah, yaitu dengan sesama Muslim bukan sama orang kafir yang membenci
Islam.
Pancasila dapat menimbulkan sifat nasionalisme, dan
demikianlah tujuan Pancasila
“Dengan Persatuan Indonesia harus pula dikembangkan semangat
cinta tanah air dan bangsa (nasionalisme) serta semangat pengabdian dan
pengorbanan kepada tanah air dan bangsa (Patriotisme), yang hakekatnya
bersumber pada kesadaran senasib dan seperjuangan dalam menghadapi tantangan hidup”.
Dengan tegas dan jelas dikatakan Pancasila bertujuan untuk
menciptakan sikap nasionalisme ini dapat menimbulkan kebanggaan raas, merasa
lebih tinggi dan baik dari bangsa lain, serta memandang rendah mereka, Islam
memandang mulia dan tidaknya seseorang bukan tergantung dari ras, melainkan
taqwanya kepada Allah semata.
Islam diturunkan untuk menghapuskan nasionalisme dan
mempersatukan ummat manusia seluruh dunia dibawah naungan Al Qur’an dan Sunnah.
Allah berfirman:
“Ingatlah ketika
Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan
seorang khalifah di muka bumi.”Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang
tidak kamu ketahui.” (Al Baqarah: 30)
Khilafah adalah sistem pemerintahan dalam Islam, manusia
sebagai wakil Allah untuk menjalankan semua yang diturunkan-Nya, semua
peraturan-peraturan dan perundang-undangan tidak boleh keluar/menyimpang dari
wahyu Allah, daerah kekuasaannya meliputi seluruh Alam ini.
Sayyid Quthub mengatakan: Masyarakat Islam ialah suatu
masyarakat yang Universal, yakni tidak Rasial, tidak nasional dan tidak pula
terbatas didalam lingkungan batas-batas geografis. Dia terbuka untuk seluruh
anak manusia tanpa memandang jenis, warna kulit atau bahasa, bahkan juga tidak
memandang agama dan keyakinan atau Aqidah31.
Menyerukan sikap
Nasionalime adalah hal yang dilarang dalam Islam, Rasulullah bersabda:
Bukan tergolong ummatku yang menyerukan Ashobiyyah, bukan
tergolong ummatku yang berperang atas dasar Ashobiyyah, bukan tergolong ummatku
yang mati atas dasar ashobiyyah. (HR. Abu Dawud)
Selanjutnya Sayyid Quthub berkata: Sebagai tindak lanjut
dari penghapusan dinding-dinding raas, bahasa dan warna kulit, maka Islam
meniadakan pula batas geografi antara berbagai bangsa, yang menciptakan
perasaan Nasional sempit dan yang menjadi sumber bagi persaingan sengit antara
nation-nation yang berbeda –beda. Persaingan inilah yang melahirkan sistem
penjajahan yang intipatinya ialah eksploitasi bangsa atas bangsa, jenis atas
jenis dan tanah air atas tanah air.
Persatuan Indonesia ini juga akan melahirkn sikap
patriotisme, mengabdi dan rela mengorbankan diri demi untuk kepentingan negara
dan bangsa. Inilah perbuatan musyrik yang dianjurkan Pancasila. Seorang Muslim
diperintahkan beribadah (mengabdi) dan berkorban semata-mata karena Allah saja.
Allah berfirman:
“Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan
matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (Al An’am: 162) “Tiada sekutu
bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang
yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”. (Al An’am: 163)
Sa’id Hawa mengatakan, salah satu yang mengakibatkan
batalnya syahadat adalah terlalu cinta pada tanah air, berjuang karenanya
semata.
Sila ke 4: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan
Pancasila menyebutkan, seluruh rakyat Indonesia harus tunduk
dan patuh kepada semua peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh dewan
perwakilan yang berdasarkan pada rasio sehat. Jadi kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan berarti, bahwa
rakyat dalam menjalankan kekuasaannya memakai sistem perwakilan sedang
putusan-putusan harus berdasarkan kepentingan rakyat, yang diambil melalui
musyawarah yang dipimpin oleh rasio yang sehat serta dijalankan dengan penuh
rasa tanggung jawab.
Dalam sistem Pancasila, pemegang kekuasaan tertinggi adalah
rakyat yang diatur/diwakilkan melalui perwakilan (MPR/DPR). Hal ini sangat
bertentangan dengan sistem dalam Islam, ketaatan harus hanya kepada Allah
semata dan wajib mengikuti undang-undang-Nya serta haram meninggalkan peraturan
ini dan mengikuti undang-undang buatan manusia-manusia lainnya. Allah
berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah
Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan
Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
(An-Nisa:59)
“Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan
orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya
mereka tunduk (kepada Allah).” (Al Maidah: 55)
“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan
janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya35. Amat sedikitlah kamu
mengambil pelajaran (daripadanya).” (Al A’raf: 3)
“Kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat
(peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu
ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.” (Al Jaatsiyah: 18 )
Pemimpin tertinggi ummat Islam adalah Allah, Rasul-Nya
kemudian orang-orang yang beriman yang tunduk dan patuh kepada wahyu yang
diturunkan Allah, bukan orang yang mengikuti rasio sehat yang tak terlepas
dengan kemauan nafsu. Seorang Muslim harus tunduk dan patuh hanya kepada
perintah Allah dan Rasul-Nya, diperkenankan taat kepada manusia asalkan ia
beriman dan tidak mengajak kepada maksiat terhadap Allah.
Konsep demokrasi dalam Pancasila bersumber dari kebiasaan
nenek moyang bangsa Indonesia yang animisme, Hindu maupun Budha. “Demokrasi
Pancasila demokrasi yang telah dipraktekkan oleh bangsa Indonesia sejak dahulu
kala (oleh nenek moyang) dan masih dijumpai sampai sekarang”.
Demokrasi Pancasila berdasarkan dari rakyat, untuk rakyat,
dan oleh rakyat yang dilaksanakan sepenuhnya oleh dewan perwakilan. Sistem
demokrasi Pancasila ini terlihat dalam MPR maupun DPR yang terdiri dari
beberapa golongan agama dan kepercayaan, ada wakil Islam, Kristen, Hindu,
Budha, Komunis, Kejawen dan lain sebagainya, menjadi satu dalam MPR/DPR yang
membuat peraturan-peraturan maupun hukum. Sedangkan Islam menghendaki Syuro
(Ali Imran: 159) yang terdiri hanya dari wakil Islam, Islam yang taat saja,
bukan dari berbagai golongan.
Rasulullah berkata: Kumpulkanlah para ahli ibadat yang
bijaksana diantara ummatku dan musyawaratkanlah urusanmu itu diantara kamu, dan
janganlah membuat keputusan dengan satu pendapat saja37. Demikianlah dalam
Islam, semua keputusan yang diambil tidak boleh sama sekali bertentangan dengan
Al Qur’an maupun As Sunnah.
Demokrasi Pancasila,
MPR/DPR, banyak menelurkan keputusan-keputusan yang bertentangan dengan Islam,
seperti UU tentang perkawinan dan lainnya. Seorang Muslim tidak diizinkan sama
sekali menjadi anggota parlemen yang selalu memojokan Islam. Allah berfirman:
“Dan sungguh Allah telah menurunkan kekuatan kepada kamu di
dalam Al Quran bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan
diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta
mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena Sesungguhnya
(kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya
Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di
dalam jahannam.” (An Nisa: 140)
Demikianlah ketentuan Islam, ini adalah sistem politik dalam
Islam, politik non cooperatif. Apalagi kalau kita melihat MPR/DPR sekarang di
Indonesia ini, wakil-wakil Islam hanya mencari kursi saja, tidak membawa
ideologi Islam sejati, padahal ketika berkampaye selalu menggunakan ayat-ayat
Al Qur’an, namun setelah menarik simpati ummat Islam, dan dipilih, mereka lupa
sama sekali dengan ayat Allah yang dibacakannya. MPR/DPR sekarang tidak lebih
sebagai parlemen/Majelis untuk memojokan ummat Islam, kaki tangan penguasa.
Padahal jika ummat Islam menelaah perjuangan Rasulullah Saw., Beliau
(Rasulullah Saw.) tidak pernah mau duduk bersama Abu Jahal (di darut nadwah),
sekalipun Abu Jahal menawarkan kepada Rasulullah Saw. untuk bergantian
memerintah Makkah.
Jadi jelaslah sudah, Musyawarah menurut Pancasila dan Islam
adalah bertentangan, Islam bersumber pada wahyu Allah Yang Maha Sempurna,
sedangkan Pancasila bersumber dari filsafat, hasil pemikiran otak manusia yang
lemah, apalagi digali dari sumber-sumber kafir Barat dan ditambah lagi dengan
sumber-sumber Indonesia tempo doeloe, animisme.
Sila ke 5: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Sila kelima dari Pancasila ini pada hakekatnya adalah
manifestasi daripada rasa nasionalisme, yang jelas-jelas bertentangan dengan
Islam. (lihat pembahasan sila ke III). Konsep keadilan sosial dalam Islam
sangat berbeda dengan konsep dalam Pancasila. Konsep keadilan sosial dalam
Islam sepenuhnya bersumber dari rasa Taqwa kepada Allah semata, semua bentuk
keadilan sosial tidak boleh menyimpang dari konsep Al Qur’an dan Sunnah
Rasulullah, tujuan keadilan dalam Islam untuk menciptakan kebahagian bagi
seluruh ummat manusia didunia ini, tidak terbatas pada teritorial suatu daerah
ataupun bangsa saja.
Sedangkan konsep keadilan sosial dalam Pancasila bersumber
dari sifat-sifat manusiawi, segala sesuatu dipandang baik dan buruk diukur
dengan karsa dan rasa manusia, bukan pada wahyu yang diturunkan Allah. Seperti
perzinaan (pelacuran) hal ini diizinkan oleh manusia Pancasila (terbukti dengan
dilokallisasikannya komplek-komplek WTS oleh Pemerintah), demi untuk
tersalurnya kebutuhan nafsu manusia, hal ini dipandang sebagai kebutuhan pokok
manusia.
Sedangkan hukum potong tangan bagi pencuri, rajam bagi
penzina, poligami dan lainnya ditinggalkan dengan naluri kemanusiaan (biadab).
Keadilan sosial dalam
Pancasila terbatas untuk rakyat yang berdomisili di Indonesia, diprioritaskan
terutama untuk bangsa Indonesia, walaupun orang itu kafir. Sedangkan Islam
selalu memberikan perioritas pertama pada pemeluknya walau dimanapun tempatnya,
Islam tidak terbatas pada teritorial.
Jelaslah pertentangan sila kelima ini dengan Islam,
perbedaannya dari tujuan maupun awalnya, Islam menghendaki terciptanya keadilan
sosial bagi seluruh dunia, sedangkan Pancasila terbatas pada wilayah Indonesia.
Setelah kita menganalisa isi (kandungan) dari Pancasila
secara menyeluruh, kesimpulan terakhir yang kita peroleh adalah; Semua
kandungan Pancasila adalah bertentangan dengan Islam. Demikian pula secara
fundamental sistem Pancasila berdasarkan sistem jahil, maka secara otomatis
semua produknya adalah jahili. Ummat Islam selama ini ditipu oleh Ulama-Ulama
(syu’) Pancasilais, dengan menempelkan ayat-ayat Allah pada butir-butir
Pancasila, padahal semua itu adalah taktik untuk menenangkan ummat Islam, agar
dikatakan Pancasila tidak bertentangan dengan Islam, mereka inilah yang disitir
oleh Allah sebagai anjing, karena dia tahu ayat namun dijualnya dengan murah. Allah
berfirman:
“Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan
(derajat) nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan
menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika
kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia
mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang
mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu
agar mereka berfikir.” (Al Araf: 176)
Ummat Islam harus waspada dan hati-hati dengan perbuatan
semacam ini, walau bagaimanapun yang haq itu tak akan tercampur dengan yang
bathil, yang haq pasti haq karena bersumber dari yang haq pula, dan sebaliknya.
Seandainya yang bathil ada persamaan dengan yang haq, maka hal itu adalah
bathil, walau kelihatannya haq. Demikian juga dengan Pancasila, walaupun
disusupi ayat-ayat Al -Qur’an, pasti dia akan tetap bathil, karena dasarnya
adalah sudah bathil.
5. Segi Fungsionil
Pada awal terbentuknya Pancasila, disepakati fungsi dari Pancasila
adalah sebagai dasar negara Indonesia merdeka, atau istilah Soekarno
weltanschauung38. Akhir-akhir ini fungsi Pancasila telah jauh menyimpang dari
rel semula, apalagi setelah disusupi oleh kepercayaan-kepercayaan mistik jawa
kuno (kejawen). Fungsi Pancasila pada masa orde lama dengan masa orde baru jauh
berbeda, dengan demikian dapat diambil suatu kesimpulan bahwa Pancasila dapat
diubah-ubah sesuai kemauan penguasa, hal ini terbukti baik dalam pemerintahan
Soekarno maupun Soeharto. Untuk membuktikan penyimpangan-penyimpangan ini, maka
kita perlu mengadakan suatu analisa mendalam.
Fungsi Pancasila zaman orde baru:
1. Sebagai Azas Tunggal dalam bernegara, berbangsa dan
bermasyarakat.
2. Sebagai falsafah,
ideologi dan Pandangan Hidup (way of life).
3. Sebagai sumber
dari segala sumber hukum.
4. Sebagai ukuran
baik dan buruknya perbuatan seseorang (moral/etika).
5. Dan seterusnya.
“MARILAH KITA ANALISA FUNGSI-FUNGSI PANCASILA DIATAS MENURUT
ISLAM !!!”
1. Sebagai Azas Tunggal
Dijadikannya Pancasila
sebagai azas tunggal bagai rakyat Indonesia, berarti semua langkah dan geraknya
harus sesuai dengan Pancasila, baik itu kehidupan berpolitik, bermasyarakat
(pergaulan), berekonomi, berpendidikan dan lainnya, bahkan dalam tata cara
menjalankan ajaran agamanya, sedikitpun tidak boleh bertentangan dengan
Pancasila, dialah pengatur.
Islam adalah Dien yang supra lengkap, ia mengatur seluruh
aspek kehidupan manusia, dari tata cara hidup sebagai individu sampai tata cara
hidup bermasyarakat, kalau Pancasila dijadikan Azas Tunggal, lalu Islam sebagai
apa? Apakah hanya sebagai stempel saja, ataukah hanya sebagai teori-teori ideal
tanpa adanya suatu pengamalan? Dengan dijadikannya Pancasila sebagai Azas
Tunggal, maka ia telah menyingkirkan Islam dari Indonesia, menggantikan semua
fungsi-fungsinya. Ummat Islam tidak bisa menjalankan hukumnya, ekonominya,
pendidikannya, politiknya dan lainnya yang sesuai dengan Islam, berarti ini
adalah suatu kekalahhan total buat ummat Islam Indonesia, karena selalu
mendapatkan julukan fasik, zholim, kafir (QS. Al Maaidah: 44, 45, 47) dan lain
sebagainya dari Allah. Disebabkan ia tidak menjalankan syari’ah yang diturunkan
Allah.
Dijadikannya Pancasila sebagai Azas Tunggal, hal ini sangat
bertentangan dengan prinsip-prinsip dalam Aqidah Islam, dalam Islam semua
aktifitas seorang Muslim adalah semata-mata berdasarkan Allah (keridhoan-Nya,
Dia telah mengatur, memberikan Syari’ah, peraturan-peraturan dalam kehidupan
ini). Allah berfirman:
“Katakanlah: sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan
matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan Semesta Alam.” (Al An’am: 162) “Tiada sekutu
bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang
yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”. (Al An’am: 163)
Kalau ada orang Muslim, mengerjakan sesuatu bukan karena
Allah semata, maka ia telah syirik, menyekutukan Allah. Karena ketika ia shalat
selalu mengucapkan seluruh aspek kehidupannya hanya untuk Allah, namun dilain
waktu, ia berbuat bukan semata-mata karena Allah. Demikian juga halnya, jika
seorang Muslim melakukan suatu pekerjaan semata-mata berdasarkan Pancasila
bukan karena Allah, maka ia dikatagorikan telah musyrik kepada Allah.
Dijadikannya Pancasila sebagai satu-satunya azas oleh
penguasa Orde Baru sungguh sangat bertentangan dengan maksud diciptakan
Pancasila itu sendiri. Soekarno melarang salah satu kekuatan Orpol ataupun
Ormas untuk berazaskan Pancasila, karena ia mengatakan selanjutnya Pancasila
milik kita bersama, PNI yang beraliran nasionalis/memperjuangkan tegaknya
Pancasila tetap berdasarkan/berazaskan Marhaen bukan pada Pancasila.
Jelaslah, dijadikannya Pancasila sebagai satu-satunya azas
oleh penguasa Orde Baru dibawah rezim Soeharto adalah sangat bertentangan, baik
dengan Islam sebagai Dien yang supra lengkap maupun dengan maksud diciptakannya
Pancasila.
2. Sebagai falsafah, ideologi dan Pandangan Hidup (way of
live)
Pancasila sebagai falsafah, ideologi dan pandangan hidup
(way of live) bangsa Indonesia, berarti semua langkah dan dasar perbuatan
orang-orang Indonesia harus sesuai dengan Pancasila. Kedudukan Pancasila yang
demikian ini dapat menempatkan dirinya sebagai agama baru dalam masyarakat
Indonesia, karena agama sendiri adalah sesuatu yang mengatur kehidupan manusia,
bahkan Pancasila mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari semua agama di
Indonesia.
Seorang Muslim, harus
mengakui tanpa adanya keraguan sedikitpun, bahwa Islam adalah Dien mereka
satu-satunya, dan inilah yang paling benar. Allah berfirman:
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah
Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah
datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara
mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah
sangat cepat hisab-Nya”. (Ali Imran: 19)
“Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama
Allah, padahal kepada-Nya-lah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di
bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allah-lah mereka
dikembalikan”. (Ali Imran: 83)
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka
sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat
termasuk orang-orang yang rugi”. (Ali Imran: 85)
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada dien Allah; (tetaplah
atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada
peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) Dien yang lurus; tetapi kebanyakan manusia
tidak mengetahui”. (Ar Rum: 30)
Maududi berkata tentang Dien ini: Dien dapat diartikan
sebagai: hukum, undang-undang, peraturan, batas-batas ajaran, syari’ah dan
jalan fikiran, ideologi atau teori dan praktek yang mengikat hidup manusia (way
of live). Selanjutnya ia berkata: Dienullah (Islam) mencakup semua peraturan
hidup yang sempurna dan multi komplek, baik dari aspek I’tikad, Syari’at,
Akhlaq, Muamalah maupun aspek kehidupan lainnya.
Jadi Dien (falsafah, ideologi dan Pandangan Hidup) yang
benar adalah hanya Islam, lainnya adalah bathil. Dienul Islam adalah merupakan
suatu sistem menyeluruh yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, Dienul
Islam adalah Dien yang datangnya dari Allah sebagai aturan dalam kehidupan
manusia dibumi ini, seorang yang telah menyatakan dirinya sebagai seorang
Muslim sudah seharusnyalah tidak mencari Dien (falsafah, ideologi, dan
Pandangan Hidup) diluar Islam, karena hanya Islamlah satu-satunya Dien yang
dapat menyelamatkan kehidupan ummat manusia dipermukaan bumi ini. Adapun jika
seorang Muslim mencari Dien selain dari Islam, maka ia tidak berhak lagi disebut
sebagai seorang Muslim.
Pancasila adalah kecil dan tak ada artinya jika dibandingkan
dengan Islam sebagai Dien, karena Islam telah mengatur segala aspek kehidupan
manusia, sedangkan Pancasila tidak !!! Cendikiawan terkemuka didunia ini tidak
pernah mengatakan Pancasila adalah falsafah apalagi pandangan hidup (way of
live), karena ketidakjelasan ajaran yang dibawakannya, bermakna kosong, mereka
hanya mengakui Islam, marxisme, Materialisme, Komunisme, liberalisme beserta
aliran-alirannya. Sebagai ideologi, falsafah, maupun pandangan hidup.
Seorang Muslim di Indonesia, sudah seharusnyalah tidak
mengakui Pancasila yang kerdil dan bermakna kosong itu sebagai falsafah,
ideologi maupun pandangan hidup baginya, tapi harus meyakini, Islamlah
satu-satunya yang benar. Islam telah membuktikan hal ini, hampir 15 abad
diturunkan namun ia tetap sesuai dengan zaman dan tempat maupun didunia ini,
tidak pernah mengalami perubahan sejak diturunkannya hingga kini, tidak seperti
lainnya, selalu mengalami perubahan-perubahan. Itulah ketinggian Islam yang
fitri.
3. Sebagai Sumber dari Segala sumber Hukum
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum di
Indonesia, berarti seluruh hukum dan perundang-undangan di Indonesia tidak
boleh menyimpang dari Pancasila, semua hukum dan perundang-undangan harus
digali bersumber pada Pancasila.
Dengan adanya fungsi Pancasila sebagai sumber dari segala
sumber hukum, ini berarti seseorang dapat membuat hukum selain dari hukum yang
telah ditetapkan oleh Allah, menurut Islam ini adalah syirik, kerena
satu-satunya yang berhak membuat hukum hanyalah Allah semata.
Allah berfirman:
“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan
langit dan bumi dalam enam masa, lalu dia bersemayam di atas ‘Arsy. Dia
menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan
(diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing)
tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak
Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam”. (Al A’raf: 54)
“Katakanlah: “Sesungguhnya Aku berada di atas hujjah yang
nyata (Al Quran) dari Tuhanku, sedang kamu mendustakannya. Tidak ada padaku apa
(azab) yang kamu minta supaya disegerakan kedatangannya. Menetapkan hukum itu
hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan dia pemberi keputusan
yang paling baik”. (Al An’am: 57)
“Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya
(menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak
menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah
kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia.
Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (Yusuf:
40)
Sumber dari segala sumber hukum menurut Islam adalah Allah
semata, Dia-lah yang berhak menciptakan dan mengambil keputusan tentang sesuatu
hukum, selainnya tidak berhak sama sekali. Allah memerintahkan kepada mereka
yang mengakui dirinya beriman kepada Allah dan Rasul-Nya agar memutuskan semua
perkara dengan hukum yang telah diturunkan Allah, jika mereka tidak berhukum
dengan yang diturunkan Allah, maka jelas ia kafir, zholim dan fasiq. Allah
berfirman:
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka
menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu
mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak
memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika
mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah
bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka
disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia
adalah orang-orang yang fasik”. (Al Maidah: 49)
“Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, maka putusannya
(terserah) kepada Allah. (Yang mempunyai sifat-sifat demikian) itulah Allah
Tuhanku. Kepada-Nya lah aku bertawakkal dan kepada-Nyalah aku kembali”. (Asy
Syura: 10)
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya
(ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan
perkara orang-orang Yahudi oleh Nabi-Nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh
orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka
diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya.
Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku.
Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa
yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah
orang-orang yang kafir”. (Al Maidah: 44) “Dan Kami telah tetapkan terhadap
mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata
dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi,
dan luka luka (pun) ada kisasnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak kisas) nya,
maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak
memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah
orang-orang yang zalim”. (Al Maidah: 45)
“Dan hendaklah orang-orang pengikut Injil, memutuskan
perkara menurut apa yang diturunkan Allah didalamnya43. Barangsiapa tidak
memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah
orang-orang yang fasik44”. (Al Maidah: 47)
Segala sumber dari segala sumber hukum dipermukaan bumi ini
hanya wahyu yang diturunkan Allah, inilah konsepsi Islam, seseorang
diperbolehkan membuat hukum, keputusan dan peraturan apabila tidak menyimpang
dari hukum yang telah ditetapkan Allah namun jika berdasarkan pada rasio dan
nafsu belaka jelas hal ini tidak dapat diterima sama sekali oleh Islam.
Menyatakan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum
adalah musyrik, benar-benar musyrik yang nyata!!! Jika seorang Muslim Indonesia
mengakuinya, janganlah sebut dirinya lagi sebagai orang Islam lagi, karena jika
ia menyatakannya dengan penuh kesadaran dan pengetahuan, maka jelas akan
mengeluarkannya dari aqidah Islam.
4. Sebagai moral/etika, ukuran baik dan buruknya perbuatan
Pancasila dipandang sebagai ukuran suatu perbuatan, apakah
perbuatan itu baik atau buruk. Dalam Pancasila sudah tersusun mana perbuatan
yang baik dan mana perbuatan yang buruk, seperti mengutamakan kepentingan
negara daripada kepentingan golongan (agama) ini dianggap baik. Sedangkan
membela kepentingan Islam dianggap ekstrim ataw melakukan tindak kan terorisme.
Dengan adanya fungsi Pancasila sebagai pembeda, berarti ia
sudah menyabot tugas Islam pada ummatnya. Ukuran baik dan buruk menurut
Pancasila adalah tergantung dengan (berdasarkan pada) akal manusia (rasio), karena
pada hakekatnya Pancasila adalah merupakan perenungan jiwa yang sangat dalam.
Sedangkan Islam mengukur sesuatu perbuatan, baik dan
buruknya berdasarkan pada wahyu Allah, Al Qur’an dan Sunah. Allah berfirman:
“(beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan,
bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi
manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara
yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di
negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan
itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka
(wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada
hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu
mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu
bersyukur”. (Al Baqarah: 185)
“Al Quran Ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan
rahmat bagi kaum yang meyakini”. (Al Jaatsiyah: 20)
Suatu ketika Aisyah ra. ditanyakan tentang akhlaq Rasulullah
Saw., maka ia mejawab: Akhlaq Rasulullah adalah Al Qur’an (Al Hadist). Al
Qur’an diturunkan sebagai pembeda antara perbuatan yang baik dan perbuatan yang
buruk, dan contoh akhlaq/moral yang paling baik adalah pribadi Nabi Muhammad
Saw. yang didasarkan pada wahyu Allah ini. Allah berfirman:
“Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi
pekerti yang agung”. (Al Qalam: 4)
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. (Al Ahzab: 21)
Konsep Islam tentang akhlaq ini sepenuhnya bersumber pada Al
Qur’an dan Sunah, sedangkan moral Pancasila bersumber dari hawa nafsu yang
selalu condong kepada keburukan/maksiat. Allah berfirman:
“Dan Aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena
sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang
diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha
penyanyang”. (Yusuf: 53)
Akhir-akhir ini banyak terjadi kerusakan moral pada bangsa
Indonesia akibat Pendidikan moral Pancasila yang merusak, moral Pancasila
mengajak manusia Indonesia menjadi binatang. Pendidikan moral Pancasila telah
merusak dan mengajak ummat Islam Indonesia untuk musyrik kepada Allah, dengan
ajaran-ajaran sesatnya, menyatakan semua agama baik dan benar, beribadah
bersama-sama (toleransi beragama) dan lainnya.
Banyaknya kerusakan moral pada bangsa Indonesia akibat moral
Pancasila yang hanya menggunakan sangsi hukum (pengadilan) bagi pelanggarnya,
sedangkan hukum yang digunakan dan diadopsi merupakan peninggalan kolonial
Belanda yang dapat diputar balikan. Diberi uang, habis perkara. Di Indonesia
ini seseorang takut melaksanakan perbuatan tercela (jelek) karena terdorong
oleh rasa takut pada hukum (KUHP) dunia saja. Sedangkan Islam hukum dunia dan
akherat kelak. Itulah perbedaan menyolok pada kedua sistem diatas, Islam dan
Pancasila.
III. KESIMPULAN
Setelah kita menganalisa Pancasila secara panjang lebar dari
berbagai aspek dari segi Historis, Yuridis, Materil dan Fungsinya, menurut
pandangan ajaran Islam yang bersumber dari Al Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya, maka
kesimpulan akhir yang diperoleh adalah: PANCASILA BERTENTANGAN DENGAN ISLAM,
BAIK SECARA TEORITIS MAUPUN PELAKSNAAN SEPANJANG SEJARAHNYA.
Pertentangan ini terutama disebabkan karena Pancasila adalah
kumpulan dari berbagai ajaran, baik dari Islam, agama-agama (selain Islam),
filsafat, doktrin, isme-isme dan sejenisnya yang dijadikan sebagai ideologi
kompromistis yang diharamkan Islam. Karena Islam adalah ajaran supra lengkap,
yang tidak perlu mendapat tambahan dari sistem selainnya dalam membangun
pengikutnya sebagai masyarakat utama. Pancasila sendiri diterima wakil-wakil
Islam dengan pertimbangan sementara dan sangat terburu-buru dengan berprasangka
baik. Namun dalam perjalanannya setelah beberapa puluh tahun lahirnya Pancasila,
ajaran-ajaran yang terkandung di dalamnya telah mengakibatkan kerugian dan
penderitaan ummat Islam yang menjadi mayoritas bangsa Indonesia.
Seorang yang mengaku dirinya Islam dan beriman, belum tentu
dianggap Islam maupun beriman seratus persen sebelum menjalankan atau
mengamalkan ajaran Islam secara kaffah, secara keseluruhan. Pengikut dan
pendukung Pancasila, apalagi menerimanya sebagai ideologi, falsafah, way of
life, maka ia telah ingkar dengan ajaran Islam. Kalau secara sadar, ia
mengetahui itu bertentangan dengan ajaran Islam namun mengikuti dan
mendukungnya (Pancasila) maka ia adalah DZOLIM, sedangkan kalau secara tidak
sadar, karena ketidak tahuannya, ia adalah JAHIL. Maka dengan demikian seorang
yang telah bersyahadat, menyatakan dirinya Muslim, haram mengikuti dan
mendukung Pancasila. Karena Pancasila jelas bertentangan dengan Islam. Muslim
Indonesia wajib mengatakan Pancasila adalah sistem yang harus diganti dengan
sistem Islam. Sistem yang jauh lebih baik dan sempurna dari sistem manapun didunia
ini, dari dulu hingga sekarang dan sampai hari qiamat. Hanya Islam-lah yang
akan menghantarkan bangsa Indonesia menuju bangsa yang adil, makmur dan penuh
kedamaian. Dan mereka yang bukan Islam, hanya Islamlah yang dapat menjaga
kehormatan dan keamanan mereka. Karena Islam adalah rahmat untuk seluruh alam.
Inna fatahna laka fathan mubina…
Yuqtalu au yaghlib !
Wa ‘l-Lahu A’lamu bi ‘sh-Shawwab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar