Jumat, 04 Mei 2012

Pancasila dan Talmud

Pancasila dalam Talmud
Fenomena munculnya komunitas Yahudi secara terbuka di Indonesoa menarik
dicermati, setidaknya karena dua alasan. Pertama, selain belum memiliki
hubungan diplomatik dengan Indonesia, secara konstitusional Indonesia belum
mengakui eksistensi negara Israel yang masih menjajah negara Palestina.
Kedua, merebaknya isu Negara Islam Indonesia (NII) KW 9, yang diklaim
sebagai akibat ditinggalkannya ideologi Pancasila, yang ditengarai sejumlah pihak
telah mengalami kropos dan ditinggalkan rakyat.
Kenyataan ini mendorong munculnya wacana 4 pilar kebangsaan. Yaitu NKRI,
UUD 1945, Pancasila, dan Bhineka Tunggal Ika. Lalu, apa relevansinya
mengaitkan kitab suci Yahudi, NII dan semangat kembali ke Pancasila? Tulisan
berikut ini akan mengurai, adakah benang merah Pancasila dan zionisme dalam
Talmud Yahudi.
Pancasila dalam Talmud
Selama ini, Pancasila diyakini sebagai made in Indonesia asli, produk pemikiran
yang digali dari rahim bumi pertiwi. Kemudian, berhasil dirumuskan sebagai
ideologi dan falsafah bangsa oleh Bung Karno, hingga menjadi rumusan seperti
yang kita kenal sekarang.
Sejauhmana klaim di atas memperoleh legitimasi historis serta validitas
akademik? Adakah bangsa lain dan gerakan ideologi lain yang telah memiliki
Pancasila sebelum Sukarno menyampaikan pidatonya di depan sidang BPUPKI, 1
Juni 1945?
Sebagai peletak dasar negara Pancasila, Bung Karno mengaku, dalam
merumuskan ideologi kebangsaannya, banyak terpengaruh pemikiran dari luar.
Di depan sidang BPUPKI, Bung Karno mendeskripsikan pengakuannya:
“Pada waktu saya berumur 16 tahun, saya dipengaruhi oleh seorang sosialis
bernama A. Baars, yang memberi pelajaran pada saya, ‘jangan berpaham
kebangsaan, tapi berpahamlah rasa kemanusiaan sedunia”.
Tetapi pada tahun 1918, kata Bung Karno selanjutnya, alhamdulillah ada orang
lain yang memperingatkan saya, yaitu Dr. Sun Yat Sen. Di dalam tulisannya San
Min Chu I atau The Three People’s Principles , saya mendapat pelajaran yang
membongkar kosmopolitisme yang diajarkan A. Baars itu. Sejak itu tertanamlah
rasa kebangsaan di hati saya oleh pengaruh buku tersebut.”
Pengakuan jujur Bung Karno ini membuktikan, sebenarnya Pancasila bukanlah
produk domistik yang orisinal, melainkan intervensi ideologi transnasional yang
dikemas dalam format domistik.
Sebagai derivasi gerakan zionisme internasional, freemasonry memiliki
doktrin Khams Qanun yang diilhami Kitab Talmud. Yaitu, monoteisme
(ketuhanan yang maha esa), nasionalisme (berbangsa, berbahasa, dan bertanah
air satu Yahudi), humanisme (kemanusiaan yang adil dan beradab bagi Yahudi),
demokrasi (dengan cahaya talmud suara terbanyak adalah suara tuhan), dan
sosialisme (keadilan sosial bagi setiap orang Yahudi). (Syer Talmud Qaballa
XI:45).
Tokoh-tokoh pergerakan di Asia Tenggara juga merujuk pada Khams Qanun
dalam merumuskan dasar dan ideologi negaranya. Misalnya, tokoh China Dr.
Sun Yat Sen, seperti disebut Bung Karno, dasar dan ideologi negaranya dikenal
dengan San Min Chu I , terdiri dari: Mintsu, Min Chuan, Min Sheng, nasionalisme,
demokrasi, dan sosialisme.
Asas Katipunan Filipina yang dirumuskan oleh Andreas Bonifacio, 1893, dengan
sedikit penyesuaian terdiri dari : nasionalisme, demokrasi, ketuhanan, sosialisme,
humanisme. Begitupun, Pridi Banoyong dari Thaeland, 1932, merumuskan dasar
dan ideologi negaranya dengan prinsip: nasionalisme, demokrasi, sosialisme,
dan religius.
Sedangkan Bung Karno, proklamator kemerdekaan Indonesia, pada mulanya
merumuskan ideologi dan dasar negara Indonesia yang disebut Panca Sila terdiri
dari: nasionalisme (kebangsaan), internasionalisme (kemanusiaan), demokrasi
(mufakat), sosialisme, dan ketuhanan.
Prinsip indoktrinasi zionisme, memang cukup fleksibel. Dan fleksibilitasnya
terletak pada kemampuannya beradaptasi dengan pola pikir pimpinan politik
disetiap negara.
Pertanyaannya, adakah kesamaan ideologi dari tokoh dan aktor politik di atas
bersifat kebetulan, atau memang berasal dari sumber yang sama, tapi
dimainkan oleh aktor-aktor politik yang berbeda?
Dalam kaedah mantiq, dikenal istilah tasalsul, yaitu rangkaian yang berkembang,
mustahil kebetulan. Artinya, sesuatu yang berpengaruh pada yang sesudahnya,
pastilah bukan kebetulan.
Rumusan Pancasila versi Bung Karno, memiliki kesamaan dengan doktrin
zionisme yang dijiwai Talmud. Sehingga, klaim Pancasila sebagai produk domistik
terbantahkan secara faktual.
Intervensi ideologi ini, berpengaruh besar terhadap perkembangan Indonesia
pasca kemerdekaan. Di zaman demokrasi terpimpin, pengamalan Pancasila
berwujud Nasakom (nasionalisme, agama, komunisme). Sedang di zaman orde
baru, praktik Pancasila berbentuk asas tunggal. Kedua model amaliah Pancasila
itu, telah melahirkan ideologi politik traumatis.
Melestarikan Pancasila seperti diwariskan kedua rezim di atas, berarti
melestarikan doktrin Yahudi, yang bertentangan dengan konstitusi negara. Dan
tidak konsisten dengan semangat kemerdekaan. Muqadimah UUD 1945,
menyatakan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah berkat rahmat Allah Yang
Maha Kuasa.
Dalam kaitan ini, pemerintah bertanggungjawab merealisasikan dasar dan
ideologi negara, selaras dengan muqadimah UUD ’45. Seperti tertuang dalam
pasal 29 ayat 1, bahwa negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Prof. Hazairin, SH menafsirkan negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa,
adalah: pertama, di negara RI tidak boleh ada aturan yang bertentangan dengan
agama. Kedua, negara RI wajib melaksanakan Syari’at Islam bagi umat Islam,
syari’at Nasrani bagi umat Nasrani, dstnya sepanjang pelaksanaannya
memerlukan bantuan kekuasaan negara. Ketiga, setiap pemeluk agama wajib
menjalankan syariat agamanya secara pribadi. (Demokrasi Pancasila, 1975).
Oleh karena itu, hasrat membicarakan kembali Pancasila sekarang haruslah
dalam semangat kemerdekaan dan kedaulatan NKRI. Tanpa intervensi ideologi
asing, dan tanpa mendiskreditkan pihak lain dengan alasan antipancasila, anti
NKRI, Bhineka Tunggal Ika dan slogan lainnya. Setiap warganegara berhak ikut
merumuskan dasar dan ideologi negara yang benar, tanpa intimidasi dari pihak
manapun.
Jogjakarta, 15 Mei 2011
Oleh Irfan S Awwas
Ketua Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar